Aneh, Cuaca Berubah Drastis Sebelum Perang Diponegoro
Rabu, 10 Februari 2016 -
MerahPutih Budaya - Berdasarkan rentetan sejarah yang ada, tidak sedikit dari pendudukan kolonial Belanda di Tanah Jawa berakhir pada peperangan. Contohnya saja, Perang Sabil atau Perang Diponegoro. Dalam peperangan itu, tentu tidak pernah lepas dengan aneka cerita mistis yang membaluti peristiwa tersebut.
Adapun Perang Diponegoro, menurut ahli sejarah berdarah Inggris, Peter Brian Ramsay Carey mengatakan rangkaian kejadian aneh seputar peperangan itu, hingga kini masih menjadi tanda tanya besar kalangan sejarawan. Kajian secara ilmiah, sampai detik ini pun belum dapat mengungkapkan misteri keadaan di balik peperangan.
“Hujan deras. Semua sawah menjadi basah. Aneh dikarenakan ketika itu sedang musim kemarau,” jelas Peter Carey, sejarawan yang juga menulis buku tentang Pangeran Diponegoro, Kuasa Ramalan dan Takdir pada edisi pertama, Selasa (9/2).
Pertumpahan darah itu, kata Peter, terjadi mulai siang hingga menjelang sore hari yang diawali dengan pengepungan pihak kolonial Belanda di Tegalrejo. “Rencana pemberontakan mulai 1 Sura tahun Wawu 1737 almanak Jawa. Akan tetapi, didahului oleh pengepungan atau ekspedisi Belanda ke Tegalrejo sejak siang hingga sore, hari Rabu, 20 Juli 1825,” kata Peter.
Sesudah pengepungan tersebut, Peter menambahkan bahwa DN (Dipa Negara atau Pangeran Diponegoro) lolos dari Tegalrejo bersama anak buahnya antara 1600 sampai 1700 orang, dan salat Maghrib di jalan, mau ke Sentolo. Segala keganjilan yang sukar diterima akal sehat memang terus berkembang di kalangan masyarakat.
Ihwal demikian, mungkin saja, tidak lepas dari ajaran kebatinan yang diterima Pangeran Diponegoro oleh eyang buyutnya. “Memang, dia dilatih oleh eyang buyutnya yang pentolan Tarekat Shattariyah di Keraton Yogya sejak 1760-an. Dia juga dilatih dengan sangat ketat untuk menguatkan badan dan hindari nafsu dengan amutih geni dan lain sebagainya,” ungkap Peter Carey. (Ard)
BACA JUGA: