Akademisi: Pilkada DKI Kemenangan Warga Jakarta
Minggu, 23 April 2017 -
Pilkada DKI Jakarta berlangsung lancar, aman dan damai. Kekhawatiran Pilkada DKI Jakarta akan berakhir ricuh ternyata tidak terbukti.
Kedua calon gubernur juga cukup dewasa. Anies Baswedan, pemenang kontestasi Pilkada DKI Jakarta versi hitung cepat, menemui Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan berupaya membangun rekonsiliasi antarpendukung. Di sisi lain, Ahok memutuskan menerima hasil quick count.
Hal ini menunjukkan masyarakat Jakarta sudah cukup matang dalam menyikapi perbedaan.

Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional, Dr Firdaus Syam menilai masyarakat Jakarta sudah cukup matang dalam berdemokrasi. Saat masa kampanye, suasana terlihat memanas dan tensi politik meninggi.
Menurutnya, wajar saja kalau tensi politik meninggi saat Pilkada karena ajang kontestasi pemimpin daerah ini masing-masing pihak berebut pengaruh untuk meraih kemenangan.
“Itu artinya apa, artinya kedewasaan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta dalam menyikapi perbedaan pendapat ternyata sudah cukup matang dan sangat luar biasa mendapatkan apresiasi dari masyarakat internasional," kata Firdaus mengawali perbincangan dengan reporter merahputih.com Ponco Sulaksono di suatu sore di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (18/4) lalu.
Firdaus berpendapat warga DKI Jakarta sudah belajar dari pengalaman sebelumnya. Gelaran Pilkada DKI Jakarta pada 2012 silam juga berlangsung sengit dan memanas, tetapi tidak menimbukan konflik yang berkepanjangan. Kala itu pasangan Jokowi-Ahok mengalahkan Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli.
“Kita tahu bahwa Pilkada tahun 2012 itu tensinya juga sangat tinggi, tapi luar biasa sekali ternyata kita mampu mementaskan satu proses politik, satu proses demokrasi yang pada tahun 2012 dikhawatirkan akan terjadi konflik horizontal ternyata tidak," ujarnya.

Hal yang menjadi sorotan dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah munculnya isu-isu antikeberagaman, SARA, dan agama selama masa kampanye.
Menurut Firdaus, kehadiran media sosial menjadi media yang sangat massif untuk menyebarkan propaganda negatif terhadap salah satu calon gubernur. Pemanfaatkan media sosial untuk menyebarkan berita-berita fitnah dan hoax, menurut Firdaus, membangun suatu opini komunikasi politik telah keluar dari ambang batas perpolitikan yang sehat.
Dalam kesempatan itu, Firdaus memuji sikap tegas aparat keamanan dalam meredam berbagai aksi pengerahan massa, hingga tidak berakhir ricuh. Kapolri, Kapolda Metro Jaya, Panglima TNI dan Pangdam Jaya terus menjalin komunikasi intensif dengan tokoh-tokoh Islam untuk meredam aksi massa melebar. Patut diapresiasi pula sikap beberapa tokoh yang berusaha menahan diri untuk tidak reaktif terhadap situasi yang memanas.
"Jika itu tak bisa dikendalikan akan timbul cost yang tinggi bagi demokrasi Indonesia. Hal ini akan menjadi kemunduran bagi perkembangan demokrasi kita. Dan, untuk mengembalikannya ke posisi semula tidak mudah," tukasnya.
Baca juga berita lainnya mengenai Pilkada DKI Jakarta di sini: PBNU: Pilkada DKI Usai, Saatnya Kembali Bersatu