Menimbang Kebaikan Versus Keburukan Kolekan Saat Ngilmu di Negeri Aing


Kenali kolekan positif dan kolekan negatif saat ngilmu di Negeri Aing (Foto: pixabay/bob_dmyt)
JARUM jam menunjuk angka 13.30 WIB. Bel berdentang kencang tanda pulang sekolah. Para siswa langsung merapihkan buku, alat tulis, memasukan tas, lalu bergegas meninggalkan kelas.
Namun, bagi beberapa siswa, setelah melintasi gerbang sekolah tujuan selanjutnya bukan rumah. Mereka memilih nongkrong dulu di dekat sekolah.
Baca Juga:
Ragam Tipe Anak Ekskul Ketika Ngilmu di Negeri Aing Masih Tatap Muka
Biasanya, warung kopi atau pedagang kecil jadi tempat nongkrong favorit di dekat sekolah. Ketika sedang asyik nongkrong dan berbagi canda tawa, tiba-tiba ada seseorang teman menghampiri.
"Woy kolekan Rp5.000 rata nih, ada alumni 'pentolan' dateng," ujar Mr.A kepada teman-teman sedang nongkrong, dengan sedikit unsur pemaksaan.

Para siswa di tongkrongan mau enggak mau harus memberikan uang kolekan tersebut, karena jika tidak, keselamatannya akan terancam, dan dijauhi karena dianggap enggak punya solidaritas.
Meskipun kolekan hampir mirip dengan patungan, tapi berbeda konteks lantaran adanya unsur pemaksaan. Biasanya, saat ada kolekan untuk pentolan, alumni atau senior, banyak siswa mungkin sebenarnya menggerutu tidak ikhlas, namun harus memberi uang demi keamanan diri.
Bila ada beberapa siswa di tongkrongan tidak mau memberi 'kolekan' saat ditagih utusan 'pentolan', biasanya sang 'pentolan' datang menghampiri seraya memberikan ancaman.
Dalam menagih kolekan, sang pentolan berdalih jaminan keamanan dan akan dibela bila terjadi sesuatu kepada si pemberi alias anak-anak tongkrongan.
Uang hasil kolekan tersebut, biasanya digunakan para pentolan untuk membeli rokok, 'nokip', biaya operasional tawuran, dan hal negatif lainnya.
Bila hanya diminta kolekan uang senilai Rp2.000 dalam intensitas sangat jarang, mungkin enggak menjadi masalah besar. Namun, biasa bikin jengkel ketika 'pentolan' meminta barang-barang secara paksa, dari mulai hoodie, ponsel, jam tangan, dan sebagainya.
Baca Juga:
Pekerjaan Rumah Kerap Menjadi 'Pekerjaan Sekolah' Saat Ngilmu di Negeri Aing
Tindakan seperti itu merupakan sebuah hal negatif tak patut dicontoh dan bisa menjadi kebiasaan buruk bagi generasi penerus. Selain akan memicu 'ajang balas dendam' saat para junior sudah menjadi senior nanti, tentu saja aksi tersebut tidak dibenarkan secara hukum.
Kolekan dengan unsur pemaksaan cendrung melakukan pemerasan, bisa dijerat hukuman pidana. Hal itu tertuang pada Pasal 368 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal tersebut berbunyi "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,".

Berbicara soal kolekan, salah satu korban kolekan di masa SMA dulu, Rafi (23), membeberkan sedikit pengalamannya. Ia menjelaskan pernah merasakan kena 'kolek' beberapa kali saat nongkrong di dekat sekolah.
"Waktu itu sih namanya kolekan udah biasa, apalagi kalo ada alumni datang. Gayanya tengil banget. Alasannya buat ngejamu alumni gitu dah," jelasnya.
Namun Rafi tak menampik dalam dirinya merasa sedikit jengkel bila sering diminta kolekan. Ia sempat melakukan perlawanan dan memberikan pelajaran pada peminta kolekan.
"Kalo sekali dua kali sih oke lah. Tapi gue sama anak-anak lain kesal juga lama-lama. Apalagi kalau pas lagi pegang duit ngepas. Akhirnya gue sama anak-anak berani buat ngelawan, dan ngeributin tuh orang," paparnya.
Tapi dalam aksi perlawannya, Rafi dan kawan-kawan tak sendirian, melainkan mencari bantuan dari para senior-senior dikenal baik olehnya. Hingga akhirnya para 'jagoan' tukang 'ngolekin' kapok.
"Waktu itu gue dan temen-temen posisinya masih jadi junior, karena itu gue bilang ke senior-senior sepaham, dan mereka akhirnya mau bantu. Tipsnya gitu juga sih biar enggak kena kolek. Lu dekatin senior-senior cukup berpengaruh di sekolah, biar lu aman bro," jelas Rafi.

Namun, kolekan jangan digeneralisasi punya stigma negatif. Kolekan tidak melulu dalam artian negatif, lantaran ada 'kolekan' positif saat Ngilmu di Negeri Aing. Ketika teman sekelas mengadakan kolekan untuk menjenguk teman sakit tentu bisa jadi hal positif.
Biasanya ketua kelas berkeliling dari meja satu menuju meja lain untuk meminta kolekan uang seikhlasnya. Nantinya, uang tersebut akan dipergunakan membeli buah atau makanan untuk diberikan kepada teman sedang sakit.
Kolekan positif lainnya, ketika waktu istirahat, teman sekelas menghimpu uang untuk membeli rujak dalam jumlah banyak, dengan tujuan dimakan bersama-sama, untuk mempererat tali persahabatan.

Sementara itu, dari sisi kekiniannya, kolekan tak hanya dengan cara konvensional, melainkan lewat sebuah website. Seperti halnya kitabisa.com.
Website tersebut merupakan wadah untuk berdonasi dan menggalang dana secara online. Setiap orang bisa memberikan bantuannya melalui platform tersebut. Biasanya penggalangan dana untuk korban bencana alam, atau untuk kegiatan kemanusiaan, atau gerakan sosial lainnya.
Keamanan pengumpulan data di kitabisa.com pun cukup terjamin lantaran telah memiliki izin PUB (Pengumpulan Uang dan Barang) dari Kementerian Sosial untuk kategori umum dan kategori bencana alam. Tak heran bila banyak orang percaya memberikan kolekan 'positif' lewat paltform tersebut.
Kolekan positif tersebut mengingatkan pada tradisi gotong royong di Negeri Aing. Seperti dikutip dari Kemendikbud.go.id, Gotong Royong merupakan bentuk kerjasama kelompok untuk mencapai hasil positif tanpa memikirkan dan mengutamakan keuntungan bagi salah satu individu atau kelompok saja, melainkan untuk kebahagian bersama.
Budaya gotong royong memiliki nilai moral baik dalam kehidupan masyarakat. (Ryn)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Jokowi Ditunjuk Jadi Dewan Penasihat Bloomberg New Economy, ini Tugas Utamanya

Ramalan zodiak hari ini, 24 September 2025: Keuangan dan Percintaan Stabil?

APBN 2026 Disahkan, Program MBG Jadi Salah Satu Fokus Utama dengan Rp 335 Triliun

Profil Anggito Abimanyu, Wakil Menteri Keuangan yang Ditunjuk Jadi Ketua DK LPS

DPR Sahkan APBN 2026 Senilai Rp 3.842 Triliun, Berikut Rinciannya

JITEX 2025 Bukukan Transaksi Rp 14,3 Triliun, Jakarta Tampilkan Daya Saing Ekonomi Global

Tax Amnesty Jilid III Mencuat, ini nih Kriteria Bisa Dapat Pengampunan

Menkeu Purbaya Ungkap Defisit APBN Capai Rp 321,6 Triliun per Agustus 2025

Ramalan Zodiak Hari Ini, 22 September 2025: Percintaan dan Keuangan, Wajib Pantau!

Ramalan Zodiak Hari Ini 20 September 2025: Asmara dan Keuangan di Ujung Tanduk?
