Xpedisi Feminis Tetirah Cirebon, Jejak Pesantren Muslimah di Kota Wali

Wisnu CiptoWisnu Cipto - Rabu, 29 Agustus 2018
Xpedisi Feminis Tetirah Cirebon, Jejak Pesantren Muslimah di Kota Wali

Pemimpin Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Nyai Hj. Masriyah Amva berbagi ilmu dengan peserta Xpedisi Feminis Tetirah Cirebon. Foto: Dok Humas

Ukuran:
14
Audio:

BUDAYA muslim telah mengakar kuat di Kota Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat sejak abad ke-16. Namun, kota yang kerap disebut sebagai Kota Udang itu ternyata juga menjadi pelopor kebangkitan feminis Muslimah di Indonesia dengan menggelar Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang dihadiri lebih dari 700 peserta pada 25-27 April setahun silam. Kongres Ulama Perempuan pertama bukan saja di Indonesia, tetapi juga di dunia.

Tak heran, Xpedisi Feminis memilih Cirebon sebagai kota pertama dalam kegiatan menjelajahi nusantara dengan perspektif keadilan dan kesetaraan. Ekspedis yang dilaksanakan Sabtu (25/8) dan Minggu (26/8) lalu itu mengambil tema “Tetirah Cirebon: Menelusuri Feminisme dalam Islam”. Tercatat 23 perempuan dari berbagai latar belakang seperti aktivis LSM, pegawai swasta, jurnalis, pensiunan, dokter dan ibu rumah tangga ikut serta dalam kegiatan ini.

Kota Cirebon dipilih karena memiliki keunikan sebagai tempat masuk dan berasimilasinya agama Islam pertama kali sampai kini menjadi keyakinan mayoritas di Indonesia. Banyak objek wisata bernafaskan Islam, kebudayaan lokal yang berasimilasi dengan ajaran agama Islam serta tradisi pesantren yang kental, semakin mengukuhkan Cirebon sebagai daerah yang Islami namun tetap berbudaya.

feminis
Wakil Direktur 1 Fahmina Institute dan cendekiawan Nahdatul Ulama (NU) KH Marzuki Wahid berbicara tentang sejarah feminis nusantara. Foto: Dok Humas

Acara diawali dengan kunjungan ke Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) dan menggelar diskusi Feminisme dalam Islam bersama Mariana Amiruddin (Komisioner Komnas Perempuan), KH Marzuki Wahid (Wakil Direktur 1 Fahmina Institute dan cendekiawan Nahdatul Ulama), dan KH Faqihuddin Abdul Kodir (Wakil Direktur 2 Fahmina Institute sekaligus Penulis buku Sunnah Monogami dan 60 Hadits Hak Perempuan).

Dalam diskusi, Mariana Amirudin melihat masyarakat masih kerap salah mempersepsikan gerakan feminis merupakan milik kebudayaan barat. Aktivis perempuan Indonesia itu membuka mata gerakan feminisme nusantara merupakan bagian dari sejarah Indonesia.

“Ada teks-teks yang tersembunyi dalam lipatan sejarah yang mengubur cerita-cerita raja-raja dan pemimpin perempuan. Tokoh-tokoh seperti Tribhuwana Tunggadewi dari Majapahit, Ratu Kalinyamat dari Japara, dan Nyi Ratu Mas Gandasari dari Aceh perlu diteliti dengan teori-teori feminis atau bahkan membangun teori feminis yang baru,” tutur dia.

Menurut Mariana, sudah saatnya catatan baru tentang feminis Indonesia yang berangkat dari sejarah masa lalu dilahirkan. Dia juga menekankan feminisme hanyalah alat untuk mencapai tujuan akhir perbaikan nasib kaum perempuan menuju kehidupan yang lebih adil.

"Sesungguhnya teori feminis bukanlah semata ideologi, melainkan perangkat analisis yang dapat menemukan hal yang baru dalam narasi pengetahuan perempuan. Termasuk narasi para perempuan Nusantara yang melahirkan feminisme Indonesia," papar dia.

feminis
Para peserta Xpedisi Feminis Tetirah Cirebon. Foto: Dok Humas



Sementara itu, KH Marzuki Wahid meluruskan sesungguhnya Islam itu adil dan setara gender. Klaim ‘Nabi Muhammad sebagai feminis’ dibuktikannya dengan menilik sejarah jazirah Arab sebelum dan setelah Islam datang.

Menurut Marzuki. sebelum Islam datang, tradisi tribalisme membuat laki-laki mendominasi ruang publik dan menyisakan ruang domestik bagi perempuan. Kondisi perempuan pada masa itu kerap dikubur hidup-hidup, dikawinkan sebelum menstruasi, diperdagangkan, diwariskan, dan simbol kehinaan.

Namun, kata Marzuki, kaum perempuan justru dimanusiakan dan dipandang setara dengan kaum laki-laki sebagai hamba Allah dan khalifah setelah Islam diturunkan.

Marzuki percaya perlu ada penafsiran ulang bagi teks Alquran dengan selalu berpegangan pada cita-cita sosialnya: keadilan, kebebasan, kesetaraan, persaudaraan, kebijaksanaan dan kemashalahatan umat.

“Ajaran Islam menyebutkan, perempuan adalah manusia. Nilai manusia tidak ditentukan oleh jenis kelamin, tapi oleh ketakwaan (Al-Hujarat, 49/13),” tutur dia.

Selama ekspedisi ini, KH Abdul Muiz Ghazali, dosen dan peneliti di ISIF sempat mengajak peserta berdiskusi tentang 'Seksualitas Dalam Islam'. Peserta diajak berpikir lebih kritis tentang seks menurut pandangan Islam. Berulang kali KH Abdul menekankan organ seks manusia paling utama adalah otak.

“Ketulusan melayani memberikan kenikmatan, itulah doa sesungguhnya,” kata KH Abdul Muiz, seraya menganjurkan peserta untuk membaca kitab Fathul Izar yang menerangkan perihal nikah dan hubungan seks.

feminis
Pemimpin Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Nyai Hj. Masriyah Amva (kanan). Foto: Dok Humas

Tak hanya terlibat diskusi, para peserta juga diajak mengunjungi Pesantren Kebon Jambu al-Islamy yang dipimpin Nyai Hj. Masriyah Amva pada hari kedua. Pesantren ini merupakan tempat penyelengaraan Kongres Ulama Perempuan Indonesia yang pertama pada 2017 silam.

Satu-satu pesantren yang dipimpin perempuan di Indonesia ini memiliki murid sekitar 1400-an santri dan santriwati. Tak heran, Pesantren Kebon Jambu al-Islamy dikenal sebagai pelopor pesantren feminis di Indonesia. Bahkan, setahun belakangan di pesantren ini juga terdapat Ma’had Aly, yaitu pendidikan setara S1 berbasis pesantren di bawah lindungan Kementerian Agama yang fokus pada kesetaraan gender.

“Perempuan Islam wajib, fardhu ain, menjadi feminis. Perempuan yang bergantung pada Allah. Tidak ada satu ulama besar pun yang akan menentang karena ini ajaran yang dianjurkan oleh Nabi Adam sampai Rasul. Khususnya perempuan yang senang bergantung pada laki-laki. Budaya itu harus dihilangkan,” kata Masriyah Amva berpesan kepada para peserta Xpedisi Feminis. (*)

#Feminisme
Bagikan
Ditulis Oleh

Wisnu Cipto

Berita Terkait

Indonesia
International Women's Day 2025, Seruan Global untuk Aksi dan Kesetaraan
Hari Perempuan Internasional dirayakan dengan demonstrasi global menyerukan kesetaraan dan hak-hak perempuan.
Hendaru Tri Hanggoro - Sabtu, 08 Maret 2025
International Women's Day 2025, Seruan Global untuk Aksi dan Kesetaraan
ShowBiz
Memahami Arti Feminisme dan Kesetaraan Gender lewat 5 Film Berikut Ini
Sejumlah film besar membawa isu feminisme dalam tokoh dan ceritanya.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 27 September 2024
Memahami Arti Feminisme dan Kesetaraan Gender lewat 5 Film Berikut Ini
Fun
Women's March Jakarta Suarakan Hak-Hak Perempuan dan Kaum Marjinal
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 17 Mei 2023
Women's March Jakarta Suarakan Hak-Hak Perempuan dan Kaum Marjinal
Bagikan