Transisi Energi Butuh Transformasi Ekonomi dan Masyarakat


Transisi energi membutuhkan transformasi ekonomi dan masyarakat. (Foto: Unsplash/Chris LeBoutillier)
SAAT dunia pulih dari pandemi COVID-19, kita juga harus menghadapi ketegangan geo-ekonomi yang mendorong kita ke dalam gangguan mental rantai pasokan, yang berdampak pada ketidakamanan engeri. Pencapaian target Indonesia terkait ketahanan energi dan proses transisi adalah upaya kolektif yang membutuhkan semua tangan menyumbangkan ide.
Setelah dibuka secara resmi pada Selasa (27/9), Global Future Fellows (GFF) oleh Pijar Foundation dilanjutkan dengan serangkaian diskusi dinamis dengan tokoh-tokoh terkemuka di bidang energi. Di hari kedua, program yang dipimpin oleh Direktur Global Future Fellows, Cazadira F Tamzil, mengeksplorasi ketidakpastian yang ditimbulkan ketegangan eko-ekonomi global saat ini dan perlunya solusi teknologi inovasi demi masa depan energi Indonesia.
"Masih ada kesenjangan dalam hal kemampuan dan teknologi internal yang saat ini ada di Indonesia," ungkapnya.
Baca juga:
Tambal Subsidi Energi, Pemerintah Harus Terapkan Lagi Pajak Ekspor Batu Bara

Menurut Bakara, ada lima perubahan utama yang diperlukan untuk mencapai netralitas karbon pada 2060, mulai dari engeri terbarukan skala besar di daerah terpencil hingga penangkapan dan penyimpanan karbon.
"Semua upaya ini membutuhkan metode penetapan harga baru, pembiayaan, penyebaran teknologi, dan dukungan kebijakan," sebut Bakara.
Transisi energi membutuhkan transformasi ekonomi dan masyarakat, yang hanya dapat terjadi melalui kemitraan multi-pemangku kepentingan. Pesan ini jelas tercermin dalam program GFF 2022 dengan narasumber dari akademisi, organisasi masyarakat sipil, kamar dagang, asosiasi pemerintah, dan suara filantropi.
Acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang semuanya menekankan kemitraan sebagai kendaraan perubahan, baik di tingkat global maupun lokal.
Baca juga:

Untuk mencapai transisi energi yang berkelanjutan dan merata bagi negara sebesar Indonesia, BUMN dan sektor lainnya membutuhkan kolaborasi yang bermakna tidak hanya dengan global, tetapi juga mitra lokal, terutama dalam hal berbagi sumber daya. Mereka menegaskan kembali tata kelola kolaboratif sebagai cara untuk mempromosikan aksesibilitas dan inklusi energi di seluruh nusantara.
Organisasi pada umumnya, di seluruh sektor publik, swasta dan masyarakat, bergerak ke proyek commissioning dan scaling untuk mendukung tujuan pemerintah Indonesia dalam menyeimbangkan ambisi ekonomi dan iklim.
Sebagai informasi, hari pertama GFF turut dihadiri oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Pahala Mansury, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal, Kementerian Investasi, Kementerian Investasi Republik Indonesia Indra Darmawan. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Huawei Pura 80 Ultra Punya Kamera Telefoto Ganda, Bisa Zoom Jarak Jauh Tanpa Buram!

Desainnya Bocor, Samsung Galaxy S26 Pro Disebut Mirip Seri Z Fold

iPhone 17 Pro dan Pro Max Pakai Rangka Aluminum, Kenapa Tinggalkan Titanium?

Samsung Sedang Kembangkan HP Lipat Baru, Bakal Saingi iPhone Fold

Sense Lite, Inovasi Baru JBL dengan Teknologi OpenSound dan Adaptive Bass Boost

Chip A19 dan A19 Pro Milik iPhone 17 Muncul di Geekbench, Begini Hasil Pengujiannya

Xiaomi 16 Pro Bisa Jadi Ancaman Buat Samsung Galaxy S26 Pro, Apa Alasannya?

OPPO Find X9 dan X9 Pro Bakal Hadir dengan Baterai Jumbo, Meluncur 28 Oktober 2025

Spesifikasi Lengkap iPhone 17: Hadir dengan Layar Lebih Besar dan Kamera Super Canggih

iPhone 17 Air Resmi Rilis dengan Bodi Tertipis, ini Spesifikasi dan Harganya
