Thung Tiang Mie, Sosok Tionghoa Muslim Pendiri Kelenteng di Ciampea Bogor

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Jumat, 09 Februari 2018
Thung Tiang Mie, Sosok Tionghoa Muslim Pendiri Kelenteng di Ciampea Bogor

Hok Tek Bio Ciampea, Bogor. (MerahPutih.com/Rizki Fitrianto)

Ukuran:
14
Audio:

BERAWAL dari peristiwa Geger Pacinan, dalam bahasa Belanda Chinezenmoord (pembunuhan orang Tionghoa), yang terjadi pada Oktober 1740. Pemimpin Kongsi Dagang Hindia Timur Belanda (VOC) kala itu, Gubernur Jenderal Adriaan Valckenier memberlakukan sebuah pogrom terhadap keturunan Tionghoa di Batavia (Jakarta).

Pembantaian besar-besaran itu, menurut Daradjadi Gondodiprodjo dalam buku, Geger Pacinan—Perang Tionghoa-Jawa Melawan VOC 1740-1743, setidaknya 10.000 orang Tionghoa tewas. Namun, sebagian kecil yang selamat melarikan diri ke berbagai daerah, salah satunya Buitenzorg (Bogor) guna bertahan hidup.

Ada sama dimakan, tak ada sama ditahan. Begitu juga yang dirasakan oleh keturunan Tionghoa ketika diterima dengan baik oleh penduduk lokal, masyarakat Sunda. Setelah mengalami pembauran yang cukup lama, mereka pun kembali merasakan kehidupan normal bersama penduduk lokal.

Bahkan, dikarenakan keromantisan yang terjalin dengan baik itu, keturunan Tionghoa pun mulai mendirikan kelenteng di wilayah tersebut, seperti Hok Tek Bio Ciampea, Bogor.

Hok Tek Bio Ciampea, Bogor. (MerahPutih.com/Rizki Fitrianto)

Pengurus Hok Tek Bio, Tan Ta Yang menjelaskan, didasari semangat kebersamaan antara masyarakat lokal dan peranakan, salah seorang tokoh Tionghoa pada masa itu, Thung Tiang Mie akhirnya memutuskan untuk membangun sebuah kelenteng.

"Bagi kami, komunitas Tionghoa di Ciampea meyakini, orang yang pertama kali menginisiasi atau founder dari kelenteng ini adalah Kong Co Thung Tiang Mie, sekitar tahun 1800-an. Beliau kebetulan seorang tokoh muslim yang bernama Tubagus Abdullah bin Moestopa," kata Tan kepada Merahputih.com di Hok Tek Bio, Ciampea, Bogor, Kamis (8/2).

Meski seorang muslim, kata Tan, Thung tetap menjaga kulturnya sebagai keturunan Tionghoa. "Sehingga tetap memedulikan identitas sebagai peranakan," katanya.

Lebih lanjut, Tan menjelaskan bahwa selain sebagai identitas, landasan dasar Thung Tiang Mie mendirikan kelenteng adalah untuk lembaga sosial masyarakat. Menurutnya, kelenteng adalah komunal senter bagi seluruh manusia.

"Karena pada prinsipnya, Su Khai Cu Lai Ai Ing Te A, semua manusia itu adalah saudara dan saudari kita. Bagi kami ada pemahaman Yin dan Yang, Bumi adalah ibuku dan langit adalah ayahku. Kita hidup dari sumber yang sama, yaitu dari Bumi ini. Dari tanah dan air yang sama, dari ibu yang sama. Maka itu, kita adalah bersaudara," katanya.

Meski demikian, ia pun tak bisa pungkiri bahwasannya politik adu domba yang diterapkan oleh kolonial Belanda, devide et empera, sempat membuat perpecahan antara keturunan Tionghoa dan masyarakat lokal. "Kita menjadi saling mencurigai dan menghakimi karena politik adu domba Belanda," katanya.

Namun kini, ia mengaku bersyukur. Sebab, romantisme yang terjalin justru semakin kuat, terlebih di Ciampea, Bogor. Benih-benih kebencian atau konflik primordialisme tidak terjadi di wilayahnya.

Ia pun berharap, Ciampea bisa menjadi prototipe untuk daerah-daerah lain di Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan serta toleransi.

"Atas dasar semangat Thung Tiang Mie yang beragama Islam, mestinya dapat menjadi contoh bagi kita merekatkan persatuan dan kesatuan. Leluhur kita memberikan contoh, bagaimana merajut esensi toleransi dalam kehidupan bersama," katanya. (*)

#Geger Pacinan #Tionghoa #Kelenteng Hok Tek Bio #Sejarah Bogor #Sejarah Indonesia
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Indonesia
Fraksi Golkar Minta Rencana Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Ditinjau Kembali
"Jangan sampai sejarah ditulis oleh pemenang itu terjadi."
Wisnu Cipto - Selasa, 17 Juni 2025
Fraksi Golkar Minta Rencana Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Ditinjau Kembali
Tradisi
Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya
Gelar Pahlawan Nasional bukan cuma soal jasa, tapi juga politik dan kontroversi. Dari proses penetapan hingga perdebatan soal Soeharto—simak sejarah panjang dan panasnya di sini!
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 11 Juni 2025
Mengapa Indonesia Punya Banyak Pahlawan Nasional? Sejarah Pemberian Gelar Pahlawan dan Kontroversi Panasnya
Indonesia
Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Diklaim Sudah Disetujui, Bakal Habiskan Anggaran Rp 9 Miliar
Pembaruan buku sejarah Indonesia dilaksanakan mulai Januari 2025 dan ditargetkan rampung Agustus 2025.
Alwan Ridha Ramdani - Minggu, 01 Juni 2025
Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Diklaim Sudah Disetujui, Bakal Habiskan Anggaran Rp 9 Miliar
Indonesia
Tulis Sejarah Ulang Indonesia, Menbud Fadli Zon Libatkan 113 Penulis
Proyek penulisan ulang buku sejarah Indonesia
Wisnu Cipto - Senin, 26 Mei 2025
Tulis Sejarah Ulang Indonesia, Menbud Fadli Zon Libatkan 113 Penulis
Indonesia
AKSI Kritik Proyek Penulisan Ulang 'Sejarah Resmi', Disebut sebagai 'Kebijakan Otoriter untuk Legitimasi Kekuasaan'
Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia menolak proyek 'sejarah resmi' oleh Kementerian Kebudayaan yang dinilai mengaburkan fakta sejarah dan menjadi alat legitimasi politik.
Hendaru Tri Hanggoro - Senin, 19 Mei 2025
AKSI Kritik Proyek Penulisan Ulang 'Sejarah Resmi', Disebut sebagai 'Kebijakan Otoriter untuk Legitimasi Kekuasaan'
Tradisi
Kenapa Kita Halalbihalal sepanjang Bulan Syawal? Ini Asal-Usul dan Sejarahnya yang Jarang Diketahui
Cari tahu sejarah lengkap tradisi halalbihalal di Indonesia! Dari gagasan elite politik hingga budaya silaturahmi yang mengakar, semua terangkum dalam penelusuran sejarah yang menarik dan informatif.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 17 April 2025
Kenapa Kita Halalbihalal sepanjang Bulan Syawal? Ini Asal-Usul dan Sejarahnya yang Jarang Diketahui
Tradisi
Sultanah Nahrasiyah, Jejak Perempuan Pemimpin dari Samudra Pasai
Jelajahi kisah inspiratif Sultanah Nahrasiyah, ratu perempuan pelopor dari Samudra Pasai
Hendaru Tri Hanggoro - Jumat, 14 Maret 2025
Sultanah Nahrasiyah, Jejak Perempuan Pemimpin dari Samudra Pasai
Tradisi
Petualangan Waktu ke Samudra Pasai, Melihat Kehidupan Masyarakat Pesisir di Kerajaan Besar Bercorak Islam di Sumatera
Temukan kisah inspiratif Samudra Pasai, kerajaan yang berhasil menyatukan budaya dan agama di tengah persaingan ketat. Pelajari strategi sukses mereka dan bagaimana kita bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 12 Maret 2025
Petualangan Waktu ke Samudra Pasai, Melihat Kehidupan Masyarakat Pesisir di Kerajaan Besar Bercorak Islam di Sumatera
Berita Foto
Umat Buddha Gelar Buka Puasa Bersama untuk Umat Muslim saat Ramadan 1446 H di Vihara Dharma Bakti
Umat membagikan makanan untuk buka puasa bagi umat muslim di Vihara Dharma Bakti, Petak Sembilan, Jakarta Barat, Senin (10/3/2025).
Didik Setiawan - Senin, 10 Maret 2025
Umat Buddha Gelar Buka Puasa Bersama untuk Umat Muslim saat Ramadan 1446 H di Vihara Dharma Bakti
Tradisi
Sejarah Libur Panjang Ramadan Anak Sekolah Masa Kolonial, Kisah-Kisah Seru Mengisi Waktu Libur
Mengapa libur sekolah saat Ramadan bisa panjang? Telusuri sejarahnya dari masa kolonial Belanda hingga tradisi serunya.
Hendaru Tri Hanggoro - Rabu, 05 Maret 2025
Sejarah Libur Panjang Ramadan Anak Sekolah Masa Kolonial, Kisah-Kisah Seru Mengisi Waktu Libur
Bagikan