Sutra Laba-laba Vegan, Bahan Baru Pengganti Plastik


Sutra laba-laba bahan pengganti plastik (Foto: Unplash/Gareth Hubbard)
PLASTIK adalah bahan yang sangat berguna. Mereka telah memberikan kontribusi manfaat yang signifikan bagi masyarakat modern. Namun, jumlah plastik yang diproduksi selama beberapa dekade terakhir telah menyebabkan pencemaran lingkungan serius. Para peneliti dan aktivis lingkungan terus mencari cara untuk mengatasi masalah plastik kita saat ini.
Kemasan plastik bertanggung jawab atas 46 persen dari 340 juta ton sampah plastik yang dihasilkan secara global pada tahun 2018. Meskipun daur ulang plastik telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar plastik yang digunakan saat ini adalah plastik sekali pakai, tidak dapat didaur ulang, dan tidak dapat terurai secara hayati.
Baca juga:
Permintaan makanan akan berlipat ganda pada tahun 2050. Ini mungkin akan meningkatkan jumlah sampah dari makanan dan kemasan plastiknya, menempatkan negara-negara miskin di bawah tekanan besar untuk mengelola pembuangan sampah. Untuk mengatasi masalah kerusakan lingkungan, kita membutuhkan bahan yang lebih berkelanjutan yang dapat didaur ulang atau terurai. Ada lonjakan plastik nabati, tetapi banyak di antaranya hanya dapat dikomposkan menggunakan proses industri, bukan oleh orang-orang di rumah.
Sekarang para peneliti di University of Cambridge telah menemukan cara untuk membuat plastik dari protein nabati yang melimpah dan berkelanjutan. Terinspirasi oleh sutra laba-laba, sutra ini bekerja dengan cara yang mirip dengan plastik lainnya, tetapi dapat dibuat kompos di rumah.

Plastik sintetis dan non-biodegradable yang biasa digunakan untuk kemasan makanan adalah polythene terephthalate (PET), polystyrene (PS) dan crystalline polythene terephthalate (CPET). Ada beberapa proses untuk membuang PET, yaitu teknik daur ulang mekanis dan kimia, tetapi sebagian besar plastik di seluruh dunia masih dikirim ke tempat pembuangan sampah. PET membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai dan tidak dapat terurai secara hayati. Ini berarti dapat terus mencemari ekosistem selama bertahun-tahun.
Membuat plastik membutuhkan banyak energi. Kemudian, ketika plastik dibuang, mereka menyebabkan kerusakan lingkungan, termasuk pemanasan global, emisi gas rumah kaca dan kerusakan biota laut. Di sisi lain, ada beberapa plastik nabati yang dapat terurai secara hayati, seperti asam polilaktat (PLA), polibutilen suksinat (PBS), polikaprolakton) (PCL) dan polihidroksialkanota (PHA), yang lebih ramah lingkungan dibandingkan polimer tak terbarukan.
Baca juga:
Nuro Siapkan Jalur Uji Coba Kendaraan Pengantar Barang Tanpa Pengemudi
Polimer PLA diproduksi dari sumber daya terbarukan dan memiliki keunggulan dapat didaur ulang dan dibuat kompos. Ini membuat PLA menjadi bahan yang jauh lebih ramah lingkungan daripada PET, PS dan CPET. Namun, daya tahan dan stabilitas jangka panjangnya lebih rendah daripada rekan sintetisnya.
Penelitian baru telah menyelidiki potensi penggunaan polimer biodegradable dan terbarukan, seperti protein kedelai, untuk membuat bahan baru yang bisa menjadi alternatif plastik nabati lainnya. Para peneliti menciptakan plastik nabati dan menambahkan nanopartikel, yaitu partikel yang lebih kecil dari sepersejuta meter. Ini berarti mereka dapat mengontrol struktur bahan untuk membuat bahan ini menjadi fleksibel, dengan bahan yang terlihat seperti sutra laba-laba pada tingkat molekuler. Mereka menyebutnya "sutra laba-laba vegan".
Tim menggunakan berbagai teknik, termasuk pemindaian mikroskop elektron dan mikroskop elektron transmisi untuk mempelajari struktur sutra ini. Mereka menganalisis sifat-sifat penting, seperti sifat penghalang dan penyerapan air. Mereka menemukan nanopartikel yang membantu meningkatkan berbagai sifat kekuatan dan daya tahan serta stabilitas jangka panjang secara signifikan.
Dengan membuat plastik menggunakan proses manufaktur yang lebih ramah lingkungan, terbuat dari bahan yang berkelanjutan itu sendiri dan sejumlah besar energi dapat dihemat,diharapkan bisa mengatasi masalah yang selama ini terjadi. Bahan baru ini dapat membantu memecahkan beberapa masalah yang disebabkan oleh polusi plastik terhadap lingkungan dengan memperkenalkan bahan dari sumber terbarukan dengan sifat yang ditingkatkan yang cocok untuk banyak aplikasi teknik, termasuk pengemasan.
Studi ini dapat membantu meningkatkan produksi bahan kemasan yang berkelanjutan, menggunakan sumber daya alam dan mengurangi konsumsi energi, sekaligus mengurangi jumlah plastik yang dibuang ke TPA. (Tel)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Rilis Terbatas Oktober, Samsung Galaxy Z Trifold Jadi Ponsel Lipat Terunik Berkat G Dual-infold

Teaser Samsung Galaxy S25 FE Sudah Dirilis, Resmi Meluncur 4 September 2025

Apple Bakal Rombak Desain hingga 2027, iPhone 17 Jadi Seri Pertama yang Berevolusi

Bocoran Baru Samsung Galaxy S25 FE, Dipastikan Pakai Chipset Exynos 2400 dan Baterai 4.900mAh

Bocoran Terbaru Samsung Galaxy S26 Ultra: Bawa Kapasitas Baterai 5.000mAh dan Fast Charging 60W

iPhone 17 Resmi Meluncur 9 September 2025, Harganya Dibanderol Mulai Rp 13 Jutaan

Samsung Galaxy S26 Ultra Bakal Hadir dengan Desain Baru, Ciri Khas Mulai Menghilang

Meluncur Oktober 2025, OPPO Find X9 Pro Bakal Hadir dalam 3 Warna

Apple Kemungkinan Kembali Bawa Casing Bumper untuk iPhone 17 Air, Tahan Goresan hingga Benturan

Peluncuran Makin Dekat, Xiaomi 16 Jadi HP Flagship Pertama yang Pakai Snapdragon 8 Elite 2
