Sukarno Larang Ngak Ngik Ngok, Benyamin S “Ngidupin” Gambang Kromong


Benyamin S bersama sekondannya, Bing Slamet saat merekam lagu. (Foto: perpusnas)
Tembang manis Blue Moon karangan Richard Rogers dan Lorenz Hart mengalun indah di ruang Wisma Nusantara, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Sebagian tetamu komat-kamit mengucap lirik lagu nan kondang dilantunkan Frank Sinatra, sementara sebagian lain hanya mengangguk-anggukan kepala dan menarikan jari.
Paraban sang penyanyi memang tak semirip Frank Sinatra, tapi penonton sangat terhibur dengan penampilan Melody Boys. Grup band beranggotakan Benyamin Suaeb sebagai vokalis, Rahmat Kartolo, Saidi, Rachman A, Pepen Effendi, Imam Kartolo, Zainin, Suparlan, Timbul, dan Yoyok Jauhari tersebut, bahkan sering ‘ngamen’ di tempat bergengsi lainnya, semisal Hotel Des Indes dan Yacht Club Sindang Laut.
“Titik awal karir seni profesional Ben (Benyamin S) bermula dari band kecil bernama Melody Boys,” tulis Ludhy Cahyana pada Muke Kampung Rezeki Kota.
Baca juga: Mengenang Benyamin S, Muke Kampung Rejeki Kota
Melody Boys acap membawakan tembang-tembang populer Barat, seperti Blue Moon, When I Fall In Love besutan Nat King Cole, hingga Unchained Melody gubahan Righteous Brothers. Mereka beroleh honor sekira Rp 5 sekali tampil.
Di saat sedang laris-manis dapat panggilan manggung sana-sini, kondisi politik nasional pada sekira tahun 1960 tak mendukung. Pemerintah Orde Lama melarang setiap masyarakat untuk memperdengarkan, memainkan, hingga mengoleksi lagu-lagu Barat.
Presiden Sukarno pada pidato peringatan hari kemerdekaan RI, 17 Agustus 1959, mengeaskan agar para pemuda dan pemudi Indonesia meninggalkan musik Barat karena merupakan anak kandung Imperialisme Barat. “Mengapa di kalangan engaku masih banyak yang rock n roll, rock n roll-an, dansa dansa ala cha cha musik yang ngak ngik ngek...,” kata Bung Karno.
Bagi para musisi nan bandel memainkan musik ngak ngik ngok akan menerima hadiah teguran lisan, tertulis, hingga mendekam di bui. Larangan itu bukan permainan kata belaka. Grup musik Koes Bersaudara sudah merasakan dinginnya lantai penjara Glodok.
Baca juga: Orang-orang di Balik Nama Besar Benyamin S
Pemerintah kemudian menggalakan kebudayaan daerah sebagai garda terdepan kebudayaan nasional untuk menahan serbuan arus budaya Barat. Benyamin bersama Melody Boys pun terkena imbas. “Pada saat menyanyi lagu Blue Moon di Yacht Club, Benyamin didatangi wartawan Warta Bhakti, dan dilarang menyanyikan lagu-lagu Barat,” tulis Majalah Tempo, 1 Januari 1977.
Sepulang pentas, mereka, termasuk Benyamin kebingungan. Bila melawan arus, nasib serupa Koes Bersaudara kan menimpa, tapi pun bila harus pindah haluan harus berubah seperti apa? Sementara tempo, grup Melody Boy berubah nama menjadi Melodi Ria.
Ngidupin Gambang Kromong
Bang Ben, sapaan karib Benyamin, mengamati kesuksesan lagu-lagu Minang di pasaran. Dia putar otak agar dapur tetap mengepul. Selidik punya selidik, Bang Ben nemuin satu kesenian tradisional Betawi bernama Gambang Kromong.
Muda-mudi Betawi kala itu boro-boro mau mainin, denger aja ogah-ogahan. “Dengan adanya kemajuan teknologi dan industri, Gambang Kromong yang dulunya digemari perlahan-lahan mulai ditinggalkan penggemarnya karena dinilai membosankan dengan penampilan monoton,” tulis Malona Sri Repelita pada “Gambang Kromong Selendang Betawi Jakarta Utara: Suatu Studi Kasus Mengenai Musik dan Transformasi Sosial Budaya”.
Baca juga: Benyamin Kecil, Bocah Nakal yang Banyak Akal
Susunan alat musik Gambang Kromong terdiri dari satu gambang, satu kromong, kendang, krecek, dan gong, kemudian ditambah unsur musik Tionghoa melalui alat musik sukong, tehyan, dan kongahyan.
Bang Ben lantas masuk grup Gambang Kromong Naga Mustika. Dia lantas bereksplorasi. Sedari kecil, Ben sangat jail, enggak bisa diem, tapi kreatif. Anak-anak di Kemayoran tahu betul polah lucu Ben kalo lagi nyanyi apalagi ngelawak. Unsur-unsur jail, nyeleneh, kocak, tapi enak didenger kemudian diterapkan Ben ketika memasuki dunia Gambang Kromong.
Dia kemudian melakukan inovasi tanpa merusak keaslian musik Gambang Kromong. Unsur khas bunyi gendang tetap dipertahankan sebagai nyawa permainan. Sementara unsur musik kontemporer seperti gitar, bass, biola, dan lainnnya juga digunakan untuk menambah semarak.
Tak kalah penting, Bang Ben pun menampilkan lirik-lirik kocak keseharian nan membuat kaum muda Betawi merasa begitu dekat dan gue banget. Inspirasinya menulis lirik bisa datang begitu saja dan di mana saja. “Seperti lagu Lampu Merah lahir di perempatan jalan, dan Si Jampang tercetus saat dia melihatnya anaknya sedang bermain gambar tempel,” tulis laporan Majalah Tempo, 18 Februari 1978.
Baca juga: 5 Film Meledak Benyamin S, bukan Melulu Komedi
Pada tahun 1968, Benyamin berhasil menelurkan album perdana bertajuk Si Jampang. Lagu khas Gambang Kromong dan sentuhan ‘kenakalan’ aransemen dan lirik Bang Ben begitu sukses merebut hati muda-mudi Betawi.
Berkat sentuhan nakal Benyamin, anak muda Betawi jaman old hingga jaman now bisa ‘kesetanan’ musik Gambang Kromong. (*)