Menapaki Jejak Peringatan Hari Film Nasional


Ilustrasi (Foto: Pusbangfilm.kemdikbud)
Dalam peringatan Hari Film Nasional yang jatuh pada Kamis, 30 Maret 2017, merahputih.com akan membahas secara singkat mengenai sejarah atau perkembangan industri perfilman di bumi Indonesia, dari sejak zaman Hindia-Belanda hingga berdirinya Republik Indonesia.
Perfilman Indonesia ini diawali dengan berdirinya bioskop pertama pada tahun 1900 di daerah Tanah Abang, Batavia dengan nama "Gambar Idoep". Bioskop ini menayangkan berbagai film bisu. Koran Bintang Betawi yaitu salah satu media masa yang sangat populer kala itu, pada 5 Desember 1900 memuat iklan bioskop ini.
Berkembang, pada tahun 1925 sebuah artikel di koran De Locomotif memberi usulan untuk membuat film. Pada tahun 1926 usulan itu diwujudukan. Dua orang Belanda yaitu L. Heuveldorp dan G.Kruger mendirikan perusahaan film Java Film Coy yang menjadi tonggak awal pembuatan film di Indonesia, yang kala itu Hindia Belanda. Java Film Coy berpusat di Bandung.
Pada tahun yang sama Java Film Coy mulai memproduksi film pertamanya berjudul "Loetoeng Kasarung". Film ini diangkat dari legenda Sunda.
Film Loetoeng Kasarung tercatat sebagai film pertama yang diproduksi di Indonesia dan ini dianggap sebagai sejarah awal perfilman Indonesia. Film Loetoeng Kasarung diputar perdana pada 31 Desember 1926.
Dalam perkembangan industri perfilman berikutnya banyak bermunculan studio film yang dinominasi oleh orang-orang Tiongkok. Salah satunya adalah dilakukan oleh Wong Brothers dari Tiongkok yaitu Nelson Wong, Joshua Wong, dan Othniel Wong, pada tahun 1928. Mereka mendirikan sebuah perusahaan film bernama Halimoen Film dan memproduksi film pertamanya "Lily Van Java".
Namun film tersebut kurang disukai oleh para penonton pada masa itu. Wong Brothers akhirnya mendirikan perusahaan film baru bernama Batavia Film. Selain Wong Brothers, ada pula Tan’s Film, Nansing Film dan perusahaan milik Tan Boen Swan. Nansing Film dan perusahaan Tan Boen Swan akhirnya berkolaborasi memproduksi film "Resia Borobudur" dan "Setangan Berloemoer Darah" pada tahun 1928.
Memasuki era film bicara, tercatat dua film sebagai film bicara Indonesia pertama, yakni film "Nyai Dasima" tahun 1931 oleh Tan’s Film serta "Zuster Theresia" di tahun yang sama, produksi Halimoen Film. Pada masa ini juga muncul The Teng Chun yang mendirikan perusahaan The Teng Chun ”Cino Motion Pict” serta memproduksi film "Boenga Roos dari Tjikembang" dan "Sam Pek Eng Tai" di tahun 1931.
Lalu di penghujung tahun 1932 beredar rumor kuat akan didirikannya perusahaan film asal Amerika. Hal ini menyulut kegelisahan para produser film kala itu. Karena mereka tak akan bisa menyaingi. Dari situlah, akhirnya Carli, Kruger dan Tan’s Film berhenti untuk memproduksi film. Dan studio yang masih bertahan hanya Cino Motion Picture.
Beberapa tahun setelahnya muncul seorang wartawan bernama Albert Balink yang mendirikan perusahaan Java Pasific Film, yang akhirnya bersama Wong Brothers memproduksi film berjudul "Pareh" di tahun 1935. Film ini dipuji pengamat namun tidak sukses komersil. Balink dan Wong akhirnya sama-sama bangkrut. Pada tahun 1937, Balink kembali bangkit dengan mendirikan studio film modern di daerah Polonia Batavia bernama ANIF (Algemeene Nederland Indie Film Syndicaat) dan memproduksi film berjudul "Terang Boelan/Het Eilan der Droomen" di tahun 1937.
Pada tahun 1939 banyak bermunculan studio-studio baru seperti, Oriental Film, Mayestic Film, Populer Film, Union Film, dan Standard Film. Banyak sekali film-film populer yang muncul antara lain "Alang-alang" (1939) dan "Rentjong Atjeh" (1940). Pada masa ini pula kaum pribumi mulai diberi kesempatan untuk menjadi sutradara yang perannya hanya sebagai pelatih akting dan dialog. Justru yang paling berkuasa pada masa itu adalah penata kamera yang didominasi oleh orang-orang Tiongkok.
Pada era ini pula muncul kritik dari kalangan intelek yang meminta untuk memproduksi film yang lebih berkualitas, dan akhirnya dijawab melalui film berjudul "Djantoeng Hati" dan "Asmara Moerni" di tahun 1941. Para pemain dari kedua film ini didominasi kaum terpelajar. Namun karena dirasa terlalu berat, para produsen film akhirnya kembali ke tren awal melalui film-film ringan seperti "Serigala Item" (1941) dan "Tengkorak Hidup" (1941).
Pada akhir tahun 1941, Jepang menguasai Indonesia. Semua studio film ditutup dan dijadikan media propaganda perang oleh Jepang. Jepang mendirikan studio film yang bernama Nippon Eiga Sha. Studio ini banyak memproduksi film dokumenter untuk propaganda perang. Sementara film cerita yang diproduksi antara lain "Berdjoang" (1943) yang disutradarai oleh seorang pribumi, Rd. Arifin namun didampingi oleh sutradara Jepang, Bunjin Kurata.
Pasca kemerdekaan RI pada tahun 1945, studio film milik Jepang yang sudah menjadi kementerian RI direbut oleh Belanda dan berganti nama Multi Film. Film-film yang diproduksi antara lain "Djauh Dimata" (1948) dan "Gadis Desa" (1948) yang diarahkan oleh Andjar Asmara. Di era ini juga muncul nama Usmar Ismail yang kelak akan menjadi pelopor gerakan film nasional.
Pada tahun 1950 dibentuklah Perfini (Perusahaan Film Nasional). Perfini merupakan perusahaan film pertama milik pribumi. Beberapa bulan kemudian dibentuk pula Persani (Perseroan Artis Indonesia). Film pertama produksi Perfini adalah "Long March Of Siliwangi atau Darah dan Doa" di tahun 1950 yang disutradarai oleh Usmar Ismail.
Pada tahun inilah menjadi tonggak awal perkembangan film di Indonesia yang benar-benar diproduksi oleh orang Indonesia sendiri. Hari pertama syuting atau pengambilan gambar dalam film "Long March Of Siliwangi atau Darah dan Doa", adalah pada 30 Maret 1959.
Kemudian, pada 11 Oktober 1962 dalam konferensi kerja Dewan Film Nasional dengan organisasi perfilman menetapkan hari syuting pertama film tersebut yaitu 30 Maret 1950 sebagai Peringatan Hari Film Nasional yang diperingati hingga saat ini.
Untuk mengikuti artikel lainnya, baca juga: Ini Saran Lola Amaria untuk Meningkatkan Potensi Wisata Indonesia
Bagikan
Berita Terkait
Sarat akan Pesan Satir, Sutradara Garin Nugroho Hadirkan Film Komedi 'Dilanjutkan Salah Disudahi Perih'

Disney Rencanakan Rilis Film 'Bluey', Tayang Seluruh Bioskop Dunia pada 6 Agutus 2027

Dibintangi Sydney Sweeney, Intip 4 Fakta soal Film Biografi Petinju Perempuan 'Christy'

Film Street Fighter Tayang 2026: Lebih Brutal dari Versi Game?

Wuthering Heights 2026: Margot Robbie dan Jacob Elordi Hadirkan Cinta Tragis di Layar Lebar

Mark Kerr: Kisah Kelam Sang Juara UFC di Film The Smashing Machine

Disney Siapkan Film Animasi Baru 'Hexed', Siap Tayang November 2026

Suzy, Yoo Jung Hoo, hingga Kim Dan akan Bintangi Adaptasi Live-Action 'Men of the Harem'

Dari Komedi hingga Thriller, Film dan Serial Seru akan Hadir di Netflix selama September 2025

Wajib Ditonton! 4 Film yang Jadi Cerminan Aparat Penegak Hukum dan Politik di Indonesia
