Sejarah Indianisasi Kepulauan Nusantara, Bukan Sekadar Bollywood


Orang-orang Arya Masuk ke India pada tahun 1500 SM lalu berjumpa dengan orang-orang Austronesia dari Nusantara pada sekitar abad ke-1 SM. (Foto: Hutchinson's History of the Nations)
MerahPutih.com - Halo, Guys! Belakangan ini kita sering baca di media sosial sebutan baru buat ganti India: Prindavan.
Sebutan itu sebenarnya semacam ejekan buat India. Istilah lain yang lebih sopan dan resmi sebenarnya ada, yaitu Bharat.
So, kita enggak perlu ikut-ikutan menyebut India jadi Prindavan. Seperti kita juga enggak mau kalau dipanggil Indon sama orang Malaysia. Ya kan?
Selain karena meremehkan bangsa lain, India juga kawan lama bangsa kita dan ikut memengaruhi sejarah kebudayaan Indonesia. Hubungan bangsa Indonesia dan India terjalin jauh sebelum kita merdeka, sebelum film-film Bollywood tayang di bioskop kita.
Bahkan hubungan bangsa Indonesia dan India terbentuk sebelum masa Masehi, meskipun kala itu belum terlihat begitu jelas bentuknya karena keterbatasan peninggalan kuno tertulis di India dan Indonesia.
Nah, dengan apa mereka datang ke Nusantara, siapa penyebar pengaruh India, seberapa dalam pengaruh India meresap ke warga lokal (warlok) dan bagaimana respons warga lokal warlok terhadap kedatangan orang India, bakal jadi bahasan artikel ini.
Jadi, mari kita telusuri bagaimana budaya India bisa sampai ke Nusantara dan bagaimana pengaruhnya masih terasa hingga kini.
Baca juga:
Sejarah Anak-Anak Muda Indonesia Cari Jodoh, Belajar Aspek Diakronis Jadi Lebih Asyik
Apa itu Indianisasi?
Jejak hubungan bangsa Indonesia dengan India mulai sedikit terang ketika masuk masa Masehi.
Peradaban India berpengaruh pada sekelompok elite di Nusantara. George Coedes, sejarawan Prancis, menyebutnya sebagai Indianisasi.
"Indianisasi itu pada pokoknya harus dipahami sebagai tersebarnya suatu kebudayaan yang terorganisir," kata George Coedes dalam buku Asia Tenggara Masa Hindu Buddha.

"Yang berlandaskan konsep India tentang kerajaan, yang ciri-ciri khasnya adalah agama Hindu atau agama Buddha, mitologi Purana, kepatuhan pada Dharmasastra, dan yang tata cara pengungkapannya adalah Bahasa Sanskerta."
Oya, mitologi Purana adalah bagian dari kesusastraan Hindu yang memuat mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman dulu. Penulisannya diperkirakan dimulai pada 500 SM.
Sedangkan Dharmasastra itu semacam 'buku panduan hidup' dari India kuno yang berkaitan dengan hukum, kewajiban seseorang, dan agama Hindu. Penulisannya belum diketahui secara pasti, tapi penafsirannya dimulai pada awal abad Masehi.
Jadi, secara sederhana, Indianisasi berarti proses memberi pengaruh bahasa, seni, hingga kepercayaan di Nusantara. Semua mendapat sentuhan unik dari India. Seru, kan?
Baca juga:
Jejak Awal Indianisasi
Meski secara konsep Indianisasi telah jelas, kapan mulanya Indianisasi di Kepulauan Nusantara bisa dikatakan belum cukup jelas.
Indianisasi pun cukup rumit dan panjang. Enggak sesimpel menjelaskan orang India datang ke Nusantara terus langsung menyebarkan kebudayaannya di sini.
Sebab sebelum kedatangan orang India, Nusantara sudah punya peradaban sendiri.
"Orang-orang India telah berhadapan, bukannya dengan orang primitif yang tidak beradab, tetapi dengan masyarakat-masyarakat yang terorganisir dan berperadaban (terutama peradaban Dongson)," kata Coedes.
Peradaban Dongson berkembang di Vietnam Utara sekira 2.500 tahun lalu. Kemudian menyebar ke Nusantara pada tahun 1000 SM-1 SM dengan ciri-ciri pengolahan kerajinan perunggu.
Pengolah peradaban Dongson di Nusantara dikenal sebagai orang Austronesia, nenek moyang bangsa Indonesia.
Penutur bahasa Austronesia inilah yang kali pertama bersua dengan orang-orang dari India karena perdagangan logam mulia, perhiasan, dan kayu cendana.
Sejarawan J.C. van Leur dan O.W. Wolters berpendapat bahwa hubungan dagang antara India dan Indonesia lebih dahulu berkembang sebelum dengan China.

Mereka menduga hubungan itu dimulai sebelum ada catatan sejarah di Indonesia.
"Hubungan itu pada mulanya sangat jarang. Kemudian hubungan tersebut semakin meningkat karena faktor-faktor yang mendorong bertambah ramainya hubungan dagang tersebut," urai Ayatrohaedi dkk. dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid II.
Beberapa faktor pendorongnya adalah pengetahuan tentang angin musim yang bertiup dari India ke Nusantara dan sebaliknya. Bagi orang India, Nusantara dianggap sebagai wilayah Timur Jauh.
Pengetahuan ini sangat penting karena perdagangan kala itu bergantung pada jalur laut dan kapalnya masih mengandalkan tenaga angin.
Selain itu, ada pula perkembangan pengetahuan perkapalan di India. Mereka tahu caranya membuat layar panjang demi memaksimalkan angin.
Kitab-kitab kuno seperti Jataka dan Ramayana yang berasal dari India memuat beberapa sebutan buat wilayah Nusantara kala itu.
Sumatera disebut sebagai Suvarnabhumi yang berarti negeri emas dalam Jataka. Sementara Ramayana menyebutnya sebagai Suwarnadwipa atau pulau emas. Kitab itu juga punya sebutan lainnya, yaitu Yawadwipa atau pulau jelai.
Namun, kitab-kitab itu dianggap punya beberapa kekurangan sebagai sumber sejarah. Sebabnya karena ada beragam versi.
Kitab lain seperti Mahaniddesa dianggap lebih tepercaya dan mudah dipahami jika ingin mengetahui keterangan geografis wilayah Nusantara pada abad ke-3 M.
Melalui kitab ini, muncul sebuah kesimpulan: orang India telah mengenal baik Nusantara kala itu.
Baca juga:
Manusia sebagai Subjek, Objek, dan Saksi Sejarah, Mengungkap Kisah di Balik Perubahan Zaman
Siapa Penyebar Kebudayaan India di Nusantara?
Orang India yang berhubungan dengan orang Indonesia pada awal-awal abad Masehi kemungkinan besar adalah bangsa Arya. Mereka berasal dari stepa Ukraina sekarang dan masuk ke India pada tahun 1500 SM.
Kedatangan bangsa Arya ikut meruntuhkan peradaban Sungai Indus yang dibuat oleh bangsa Dravida selama tahun 2800-1500 SM. Wilayahnya meliputi India Barat dan Pakistan sekarang.
Menurut Robert Dick-Read dalam buku Para Penjelajah Bahari, pendatang baru dari Indo-Eropa ini membawa bahasa Sanskerta.
"Dan selama berabad-abad menciptakan harta karun berupa literatur yang dibangun Filsafat Veda dan--setelah itu--Hinduisme, Budhisme, dan agama-agama besar India lainnya," cerita Dick-Read.

Bangsa Arya juga menerapkan sistem kasta dalam kehidupan sehari-hari.
Kasta tertinggi adalah brahmana atau golongan pendeta. Kasta kedua berasal dari kelompok prajurit dan aristokrat atau disebut juga ksatria. Kasta ketiga terdiri dari golongan pedagang atau waisya. Kasta keempat adalah budak dan buruh tani atau sudra.
Dari pengkastaan ini lah muncul teori (hipotesis) siapa penyebar pengaruh India di Nusantara. Sejarawan F.D.K. Bosch merangkumnya dalam empat teori, seperti tersua dalam bukunya Masalah Penyebaran Kebudayaan Hindu di Kepulauan Indonesia.
Teori pertama menyebutkan penyebar kebudayaan India berasal dari kelompok ksatria. Mereka datang ke Nusantara, menaklukkan daerah dan warga lokalnya, lalu menanamkan kebudayaannya. Penggagas Teori Ksatria adalah C.C. Berg.
Teori kedua lebih percaya pada peran para pedagang. Mereka datang secara damai, menetap buat menunggu pergantian angin, lalu menikah dengan warga lokal.
Karena pedagang termasuk kasta waisya, maka teori ini disebut Teori Waisya. Penggas Teori Waisya adalah N.J. Krom.
Krom menolak dugaan kolonisasi atau invasi orang India ke Nusantara. Sebab, unsur budaya asli Austronesia masih bertahan meski warga lokal telah berinteraksi dengan orang India.
"Hal tersebut tidak mungkin dapat terjadi jika bangsa Indonesia hidup di bawah tekanan seperti yang digambarkan oleh hipotes Ksatria," begitu menurut Krom.
Kedua teori tersebut dibantah lagi oleh Teori Brahmana. Sesuai namanya, teori ini menekankan peran golongan pendeta atau agamawan.
Menurut J.C. van Leur sebagai pengaggas Teori Brahmana, pengaruh kebudayaan India di Nusantara menyentuh golongan elite dan membawa perubahan pada bidang tata negara serta agama.
"Peran tersebut hanya bisa dimainkan para pendeta Brahmana dan orang suci lainnya," catat M.C. Ricklefs dkk dalam buku Sejarah Asia Tenggara dari Masa Prasejarah sampai Kontemporer.
Hanya golongan Brahmana yang punya kedudukan setara dengan kelompok elite Nusantara yang terdiri dari para pemuka suku. Setelah brahmana datang dan memberikan pengaruhnya, para pemuka suku itu menjadi raja dan maharaja.
Baca juga:
Mengapa Indonesia Disebut Bangsa Pelaut? Ternyata Jawabannya Ada dalam Sejarah
Respons dan Peran Warga Lokal Nusantara
Meski tampak kuat, Teori Brahmana juga punya kelemahan. Orang India ketika itu bukanlah pelaut ulung.
"Mayoritas ilmuwan abad ke-19... Merasa sangat yakin bahwa bangsa India bukanlah bangsa pelaut," terang G.R. Tibbets dalam "Pre-Islamic Arabia and South-East Asia" yang termuat di jurnal The Royal Asiatic Society tahun 1956.
Pendapat ini berkebalikan dengan pendapat Coedes yang mengatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan pelayaran India mendorong persebaran kebudayaan India di Nusantara.
Karena itulah, sebuah hipotesa baru muncul dan menekankan peran pada warga lokal atau penduduk Nusantara. Teori ini disebut teori Arus Balik dan diperkenalkan oleh F.D.K. Bosch.

Orang-orang Austronesia dikenal sebagai pelaut kawakan. Mereka juga diyakini telah berlayar sampai ke wilayah India Selatan sejak sebelum abad Masehi.
"Bukan mustahil bila mereka menjadi pihak 'aktif' yang membawa pulang kebudayaan India ke tanah airnya," ungkap Ricklefs dkk.
Kalau pada masa sekarang, ini bisa diibaratkan dengan orang-orang Indonesia yang bepergian ke luar negeri, terpikat dengan apa yang dilihat di luar, lalu kembali ke Tanah Air dengan membawa hal-hal baru dari luar negeri.
Coba saja pikirkan bagaimana fenomena bahasa campur-campur antara Inggris dan Indonesia seperti yang dipakai anak Jaksel atau gandrung budaya J-Pop (Japanese Pop Culture).
Namun, seberapa dalam pengaruh kebudayaan India yang ditanamkan oleh mereka pada masyarakat, belum dipastikan secara jelas.
Meski begitu, Ricklefs dkk. menilai pengaruh kebudayaan India paling kuat di Nusantara terdapat di Jawa dan Bali.
Di Jawa, pengaruh kebudayaan India terlihat dari penggunaan nama-nama Sanskerta pada raja-raja Mataram abad ke-8. Buat mengganti nama ke bahasa suci Sanskerta dan masuk ke agama Hindu, raja-raja itu mesti menjalani upacara vratyastoma.
Yang menarik, praktek agama India oleh raja-raja Jawa enggak langsung sama persis dengan praktek agama asli agama tersebut dari India.
Para ahli sejarah menyebutnya sebagai praktek percampuran (sinkretisme) Hindu-Budha yang melahirkan kepercayaan Siwa-Budha.
Pengaruh kebudayaan India di Jawa juga tampak dari candi yang mengadopsi panduan pembangunan dari kitab Silpasastra (semacam pedoman pembangunan arca dan bangunan).
Meski terdapat pengaruh kebudayaan India di Jawa dan Bali dari segi bahasa, tata negara, agama, dan seni bangunan, pengaruh tersebut ternyata dipandang hanya berputar di kelompok elite.
Sedangkan rakyat jelata enggak terlalu tersentuh kebudayaan India.
"Para ahli yang telah meneliti masyarakat Indonesia kuno semua berpendapat bahwa unsur budaya Indonesia-lama masih nampak dominan sekali dalam semua lapisan masyarakat," sebut Ayatrohaedi dkk.
Karena itulah, sejarawan J.C. van Leur menganggap kebudayaan India di sebagian besar masyarakat Nusantara ibarat pelapis tipis di atas kebudayaan lokal.
Nah, begitulah sejarah hubungan orang Indonesia dengan India. Setelah persentuhan budaya ini, beberapa kerajaan berdiri di sejumlah wilayah Nusantara. Kita sambung lagi nanti, ya! (dru)
Baca juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
22 Oktober Memperingati Hari Apa? Ini Makna Hari Santri Nasional dan Peringatan Dunia Lainnya

20 Oktober Memperingati Hari Apa? Ini Daftar Lengkap dan Maknanya

19 Oktober Memperingati Hari Apa? Dari Tragedi Bintaro hingga Hari Kemanusiaan!

18 Oktober Memperingati Hari Apa? Banyak Orang yang Nggak Tahu!

17 Oktober Memperingati Hari Apa? Ini Catatan Penting yang Perlu Diketahui

15 Oktober Memperingati Hari Apa? Duh, Deretan Momen Ini Penting Banget!

Ukir Sejarah, Tanjung Verde Lolos ke Piala Dunia 2026 untuk Pertama Kalinya

14 Oktober Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Fakta dan Perayaan Dunia yang Jarang Diketahui!

12 Oktober Memperingati Hari Apa? Ini Daftar Peringatan dan Fakta Menarik yang Jarang Diketahui

11 Oktober Memperingati Hari Apa? Ini Deretan Peringatan Menarik di Dunia dan Fakta Sejarahnya
