Ratu Atut Bantah Terlibat Korupsi Alkes Banten


Terdakwa kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di rumah sakit rujukan Pemprov Banten Ratu Atut Chosiyah (tengah) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah membantah merancang perbuatan korupsi dalam pengadaan alat kesehatan (Alkes) Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten dan memeras anak buahnya hingga Rp500 juta untuk biaya istighatsah, pengajian meminta pertolongan.
"Majelis hakim yang mulia, saya mohon maaf atas kekhilafan kesalahan saya sebagai penyelenggara negara. Namun kesalahan tersebut bukan kesalahan yang saya rancang. Semua yang sudah disampaikan termasuk saat melakukan kegiatan keagamaan sudah disampaikan di persidangan oleh para saksi itu dapat menjadi pertimbangan yang mulia," kata Ratu Atut di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/7).
Dalam perkara ini Atut dituntut selama 8 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan berdasarkan dakwaan pertama alternatif kedua dan dakwaan kedua alternatif pertama yaitu pasal 3 dan pasal 12 huruf e jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain pidana penjara, Atut juga dituntut membayar uang pengganti Rp3,895 miliar, namun uang itu sudah dikembalikan ke KPK saat tahap penyidikan.
"Saya mohon agar saya diputus dengan sangat keputusan berdasarkan kesalahan saya. Saya masih punya tanggung jawab pada putri saya, keluarga saya. Sekali lagi saya mohon putusan yang seadil-adilnya dan saya sudah harus menjalani hukuman selama 7 tahun, terima kasih," ungkap Ratu Atut sambil menangis tersedu.
Menurut pengacara Atut, TB Sukatma, kliennya juga sudah beritikad baik mengembalikan uang ke KPK.
"Terdakwa beritikad baik mengembalikan Rp3,8 miliar ke rekening KPK. Terdakwa adalah terpidana 7 tahun, terdakwa adalah seorang ibu dengan 3 orang anak dan pernah menjabat Plt Gubernur Banten berikut penghargaan," kata Sukatma. Menurut Sukatma, tidak ditemukan niat jahat (mens rea) dalam perbuatan Atut.
"Tidak ditemukan perbuatan yang dapat dicela, 'mens rea' pada terdakwa. Maka tidak pantas untuk dimintai pertanggingjawaban pidana. Jika ada perbuatan tercela karena mwnerima sesuatu maka pengembalian uang harus dianggap itikad baik dan dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan. Terdakwa sudah menderita lahir batin dan dipisahkan dengan keluarga sebagai penghuni tahanan. Kami mohon agar majelis hakim menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah," tambah Sukatma.
Dalam nota pembelaannya (pledoi), Atut tidak pernah melakukan komunikasi dan kesepakatan dalam proyek alkes dengan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang merupakan adik Atut. Selanjutnya, penasihat hukum Atut juga membantah soal adanya surat pernyataan loyalitas kepada Atut maupun kepada Wawan dalam mengerjakan proyek-proyek di Banten.
"Surat pernyataan loyalitas Djaja tidak bisa menjadi bagian rangkaian. Bahwa saksi Djaja Buddy Suhardja tidak pernah menyerahkan surat loyalitas kepada terdakwa dan terdakwa tidak pernah menerima surat loyalitas tertanggal 14 Februari 2006 yang ditandatangani Djaja tersebut. Bahkan terdakwa tidak pernah meihat wujud atau isi surat loyalitas tersebut. Terdakwa baru mengetahui adanya surat loyalitas tersebut ketika dalma proses penyidikan di KPK," ungkap Sukatma.
Ratu Atut, menurut Sukatma, juga tidak pernah menelepon Djaja terkait surat loyalitas dan meminta tanda tangan Djaja. Lebih lanjut mengenai penyelenggaraan istigasah untuk Atut, hal itu terjadi karena Atut sakit dan harus mendapat perawatan.
"Terdakwa tidak memerintahkan Sekda untuk menghubungi Djaja, Iing, Hudaya dan Sutadi untuk memberikan uang Rp450 juta kepada terdakwa. Terdakwa tidak berprasangka atas permintaan ustadz Haryono. Atas inisiatif ajudan, terdakwa hanya mengangguk saja, karena ada anggaran sendiri. Kalau mengetahui uangnya dari kepala dinas, sudah pasti terdakwa akan menolak," jelas Sukatma.
Ratu Atut mengarahkan Djaja agar setiap proses pengusulan anggaran maupun pelaksanaan proyek-proyek pekerjaan yang ada pada Dinas Kesehatan provinsi Banten dikoordinasikan dengan Wawan. Proyek pertama yang dikerjakan Wawan adalah pengadaan alkes RS Rujukan Pemprov Banten pada Dinas Kesehatan provinsi Banten pada APBD 2012 sehingga kerugian negara mencapai Rp79,79 miliar.
Sumber: ANTARA
Bagikan
Berita Terkait
Hotman Klaim Kasus Nadiem Mirip Tom Lembong, Kejagung: Itu Kan Pendapat Pengacara

Apartemen Nadiem Makarim Digeledah, Kejagung Temukan Barang Bukti Penting

Kakak-Adik Bos Sritex Jadi Tersangka Kasus Pencucian Uang, Negara Rugi Rp 1 Triliun!

Presiden Nepal Yakinkan Semua Pihak, Tuntutan Pengunjuk Rasa Akan Dipenuhi

KPK Menggali Keterangan Khalid Basalamah Terkait Perolehan Kuota Haji Khusus

Kejagung Akui Kepala Desa yang Terlibat Kasus Korupsi Meroket Hingga 100 Persen

Eks Wamenaker Noel Tampil Berpeci Setelah 20 Hari Ditahan KPK, Alasannya Biar Keren

Tersangka Anggota DPR Satori Tidak Ditahan Setelah Diperiksa KPK 7 Jam Lebih

Skandal Kasus Korupsi Chromebook, Kejari Periksa 8 Sekolah dan 10 Pejabat

Jadi Tersangka Korupsi Bansos, Rudy Tanoe Ajukan Praperadilan Lawan KPK
