Raden Panji Margono, Memoar Luka Warga Lasem

Thomas KukuhThomas Kukuh - Kamis, 17 Agustus 2017
Raden Panji Margono, Memoar Luka Warga Lasem

Kimsin Pejuang Lasem Raden Panji Margono di Klenteng Gie Yong Bio Lasem, Rembang, Jawa Tengah. (Merahputih.com/Rizki Fitrianto)

Ukuran:
14
Audio:

WAFATNYA Raden Panji Margono dalam Perang Sabil (Perang Lasem) pada tahun 1750, tak urung menambah duka Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Selain pahlawan, bagi warga Lasem, khususnya peranakan Tionghoa, Raden Panji Margono merupakan ikon dari toleransi yang sangat memedulikan nasib Tionghoa perantau dari Batavia akibat Geger Pacinan pada tahun 1740.

Pengurus Kelenteng Gie Yong Bio Gandor Sugiharto Santoso mengatakan, kebaikan serta kegigihan Raden Panji Margono merupakan pemantik semangat warga Lasem untuk melawan penindasan yang dilakukan kolonial Belanda pada saat itu.

Bersama dua saudara angkatnya; Oei Ing Kiat dan Tan Kee Wie, nama ketiga pejuang tersebut begitu harum sehingga membuat pihak Kelenteng Gie Yong Bio membuat kimsin (patung) kehormatan di kelenteng tersebut.

Berdasarkan pengamatan MerahPutih.com di Kelenteng Gie Yong Bio, Lasem, Jawa Tengah, hingga kini kondisi kimsin Raden Panji Margono masih berdiri tegap. Kimsin tersebut memiliki ukuran tinggi 30 centimeter dengan lebar 20 centimeter berwarna hitam. Khusu

Kimsin tersebut mengenakan baju tradisional Jawa. Hingga saat klenteng tertua di Lasem ini masih ramai dikunjingi masyarakat untuk bersembahyang.

"Satu-satunya orang Jawa yang dibuatkan kimsin adalah Raden Panji Margono di rumah pinggir, Kelenteng Gie Yong Bio,” kata Gandor kepada merahputih.com di Lasem, Rembang, beberapa waktu lalu.

Adapun peletakan kimsin Raden Panji Margono berada di rumah pinggir, tidak seperti kimsin Oei Ing Kiat dan Tan Kee Wie yang berada di ruang tengah. Gandor menjelaskan bahwa hal tersebut agar tidak berbenturan dengan masyarakat Lasem yang beragama Islam.

Ketika sembahyang, kata Gandor, lazimnya orang-orang memakai ritual yang dinamakan sam shing dan shen ji. "Kalau sam shing terdiri dari satu ekor ayam, satu ekor ikan bandeng, dan satu ikat daging babi. Sedangkan shen ji pakai ritual ngo shing, di mana memakai satu ekor ayam, satu ekor bandeng, beberapa ekor kepiting, satu ekor bebek, dan satu ekor babi dengan kepala. Kalau ada kimsin Panembahan Senopati Raden Mas Panji Margono, kalau ada orang Islam yang melihat ada babi di sekitar kimsin beliau, takut jadi perkara," kata Gandor.

Karena itu, kata Gandor, untuk menghormati umat muslim dan Panji Margono, pihak kelenteng meletakkan kimsin Panji Margono di rumah samping kelenteng. "Kami buatkan satu tempat khusus," katanya.

Adapun pembuat kimsin Raden Panji Margono ialah Rastamaji Sabdo Jati, seorang yang juga merupakan dalang ternama Lasem.

"Pada tahun 2004, para tokoh atau sesepuh kelenteng bermeditasi untuk mencari, siapa yang bisa membuat kimsin Raden Panji Margono. Terus ada yang mendapat sasmita atau dawuh bahwa yang bisa membuat kimsin Raden Panji Margono itu adalah dalang Rastamaji. Mereka pada datang ke sini," kata Rastamaji.

Meski tanpa disertai gambar atau wajah dari Raden Panji Margono, namun Rastamaji pun berhasil menyelesaikan tugasnya itu hanya dalam kurun waktu 19 hari. (*)

#Laporan Khusus Hari Kemerdekaan
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Bagikan