Quiet Quitting di Dunia Kerja, Kamu Pernah Mengalaminya?


Quiet quitting adalah untuk menggambarkan kebiasaan seseorang yang bekerja sesuai porsinya. (Foto: Unsplash/Marten Bjork)
"KERJA tuh santai saja, enggak usah berlebihan." Sering kan kamu mendengar kata-kata ini saat di dunia kerja? Kebiasaan kerja seperlunya memunculkan istilah baru dalam dunia psikologi yang disebut quiet quitting.
Mengutip laman Alodokter, quiet quitting adalah istilah untuk menggambarkan kebiasaan seseorang yang bekerja sesuai porsinya. Mereka yang melakukan quiet quitting tidak segan menolak pekerjaan di luar job description serta tidak ingin bekerja di luar jam kerja, meskipun hanya membuka dan membalas pesan atau e-mail.
Terkadang, orang-orang yang menerapkan quiet quitting juga enggan bekerja dengan performa yang maksimal dan tidak ada keinginan untuk mengejar karier.
Ada banyak alasan mengapa seseorang melakukan quiet quitting. Antara lain kegagalan dan kekecewaan di tempat kerja, rekan kerja yang toxic, kelelahan karena beban kerja yang banyak, takut dilimpahkan pekerjaan tambahan, bosan melakukan pekerjaan yang itu-itu saja, merasa kurang punya waktu luang, hingga berpikir bahwa bekerja hanya akan membuat perusahaan kaya.
Baca juga:
Pentingnya Membangun dan Menjaga Lingkungan Kerja yang Positif

Tujuan utama orang melakukan quiet quitting adalah mewujudkan work-life balance. Mereka sebisa mungkin tidak terlibat terlalu jauh dalam pekerjaan agar tidak stres dan mengalami burnout. Sikap ini memang akhirnya bisa membuat mereka terhindar dari kecemasan bahkan depresi.
Selain itu, orang yang 'gila kerja' atau workaholic memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan kesehatan. Ini karena saat sibuk bekerja, seseorang cenderung mengabaikan pola hidup sehat, hingga akhirnya berisiko mengalami diabetes, penyakit jantung, hingga penyakit kronis lainnya.
Baca juga:

Nah, dengan menerapkan quiet quitting, risiko terjadinya masalah kesehatan mental maupun fisik akibat sibuk bekerja bisa dicegah. Tidak hanya sampai disitu, quiet quitting juga bisa membuat seseorang memiliki banyak waktu untuk dirinya sendiri dan orang-orang terdekat. Jadi, kualitas hidup juga bisa menjadi lebih baik dan sehat.
Di sisi lain, quiet quitting tidak luput dari kekurangan. Ketika bekerja seadanya, kita cenderung menyepelekan usaha yang kita lakukan. Alhasil, kita tidak bisa menghargai diri sendiri dan kepuasan terhadap bekerja pun akan menurun.
Lebih sedikit usaha juga diketahui dapat membuat orang merasa bosan dan menganggap hal yang dikerjakannya hanya sia-sia. Bila perasaan ini diabaikan, lama-kelamaan dapat berkembang menjadu penyakit mental seperti depresi.
Untuk mencapai work-life balance yang baik, kamu bisa menerapkan beberapa tips berikut ini. Yang pertama, buat batasan yang jelas untuk waktu bekerja, beristirahat, dan bersosialisasi termasuk dengan keluarga.
Lalu, kelola stres dengan cara yang positif. Misalnya dengan melakukan hobi atau aktivitas yang menyenangkan.
Terakhir, terapkan pola hidup sehat seperti mengonsumsi makanan bergizi seimbang, tidur yang cukup, dan rutin berolahraga. (and)
Baca juga:
Bagikan
Andreas Pranatalta
Berita Terkait
Buka Program Difabel Empowering, PAM Jaya Beri Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ramalan Zodiak, 22 Oktober 2025: Keuangan Menipis, Asmara Kandas?

Ramalan Zodiak, 20 Oktober 2025: Karier Terangkat, Asmara Terguncang?

Ramalan Zodiak 19 Oktober 2025: Karier Melesat atau Asmara Kandas?

BBM Masih Langka, Pegawai SPBU Swasta Bertahan dengan Jualan Makanan dan Minuman

Pendaftaran Program Magang Pemerintah dengan Gaji Rp3,3 Juta Mulai Dibuka

Ramalan Zodiak 9 Oktober 2025: Catatan Penting Soal Keuangan dan Asmara

Pemerintah Jamin Program Magang Nasional Kemnaker 2025 Murni Dilakukan Perusahaan

Ramalan Zodiak 5 Oktober 2025: Karier, Cinta, dan Keberuntungan

Ramalan Zodiak 3 Oktober 2025: Cek Peruntungan Karier dan Keuangan Anda
