Pride Month 2025 Sepi dari Ingar-Bingar Perusahaan Besar, Khawatir Trump Makin Keras terhadap LGBTQ
Pride Month sepi dari ingar-bingar perusahaan besar. (Foto: Unsplash/Daniel James)
MerahPutih.com - Pride Month, bulan untuk merayakan kontribusi kaum LGBTQ, dirayakan tiap Juni di AS. Dalam satu dekade terakhir, perayaan dan dukungan untuk Pride Month ini selalu meriah.
Bendera dan logo pelangi bertebaran di banyak toko dan gerai. Ada pula promo besar-besaran dari perusahaan raksasa. Namun tahun ini, nuansanya berbeda.
"Tak banyak lagi logo pelangi di kampanye perusahaan. Beberapa raksasa korporasi memilih mundur dari perayaan tahunan ini," tulis euronews.com (28/5).
USA Today mencatat kebih dari 500 rancangan undang-undang yang menargetkan komunitas LGBTQ+ telah diajukan hanya dalam tahun 2025 saja.
"Sekitar dua dari lima perusahaan mengurangi pengakuan terhadap Pride Month karena takut akan pembalasan dari pemerintahan Trump, sementara kejahatan bermotif kebencian terhadap komunitas LGBTQ+, terutama terhadap orang transgender, terus meningkat," tulis USA Today (2/6).
Mastercard, misalnya, tak lagi mensponsori NYC Pride, walau tetap ikut meramaikan. PepsiCo dan Nissan juga absen tahun ini. Citibank tak mensponsori, tapi tetap ikut pawai di lebih dari 30 lokasi global.
Baca juga:
Microsoft Rilis Xbox Pride Controller untuk Rayakan Pride Month 2022
Menurut Gravity Research, sekitar 40% perusahaan mengurangi kontribusi finansial mereka untuk Pride. Ini terjadi seiring tekanan dari pemerintahan Donald Trump yang gencar membatasi program diversity, equity & inclusion (DEI).
Di sisi lain, ketidakpastian ekonomi dan perang tarif membuat perusahaan makin berhitung.
Contohnya, kontraktor pertahanan Booz Allen Hamilton menutup departemen DEI mereka dan batal mendukung WorldPride 2025 di Washington DC.
Padahal, event itu diperkirakan akan mendatangkan lebih dari 2 juta pengunjung dan memutar uang hampir Rp 13 triliun (sekitar USD 800 juta).
Meski begitu, komunitas LGBTQ tetap optimistis.
“Ini mengkhawatirkan dalam jangka pendek, tapi saya yakin efeknya tidak akan bertahan lama,” kata Caleb Smith dari Center for American Progress kepada euronews.com.
“Beberapa perusahaan justru menambah dukungan mereka.”
Apalagi kekuatan belanja komunitas LGBTQ AS mencapai sekitar Rp 22 ribu triliun (USD 1,4 triliun) per tahun.
Wajar saja jika kapitalisme pelangi masih menggoda banyak jenama besar. Mulai dari Amazon hingga McDonald’s. (dru)
Baca juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
Trump Ultimatum Maduro Segera Tinggalkan Venezuela, AS Bersiap Lakukan Operasi Darat
Rush Hour 4 Resmi Digarap: Jackie Chan dan Chris Tucker Comeback
Presiden AS Trump Tetapkan Ikhwanul Muslimin Organisasi Teroris Global
Donald Trump Unggah Video AI Cristiano Ronaldo, Main Bola Bareng di Gedung Putih!
Heboh Cristiano Ronaldo Makan Malam Bareng Donald Trump, Ternyata Temani Mohammed bin Salman
Rancangan Donald Trump Perjanjian Damai Konflik Ukraina: AS Akui Krimea dan Donbas Sah Milik Rusia
Shut Down Pemerintahan masih Lanjut, Ribuan Penerbangan di AS Dibatalkan
Tak Mau Kalah dari Trump, Putin Suruh Anak Buahnya Siapkan Uji Coba Senjata Nuklir di Arktik
AS Akan Lakukan Uji Peluncuran Rudal Balistik Antarbenua Minuteman III
Program Bantuan Pangan Dihentikan, Setengah dari Negara Bagian AS Gugat Pemerintahan Donald Trump