Pesan Berharga Mbah Moen Menyikapi Perbedaan


Mbah Moen Tutup Usia. (MP/Kreatif)
KEPERGIAN Mbah Moen, Ulama Besar NU bernama lengkap Maimoen Zubair, menyulut duka terdalam bagi banyak pihak. Beliau tak hanya dipandang sebagai Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, namun tokoh besar nasional. Mulai dari kalangan santri hingga tokoh lintas agama.
"Atas nama gereja-gereja di Indonesia, saya sampaikan turut berduka cita atas berpulangnya Kiai karismastik KH Maimoen Zubair saat beliau hendak melaksanakan shalat tahajud ketika menunaikan ibadah haji di Mekkah," kata Gomar Gultom, Sekretaris Umum PGI dikutip antaranews.com.
Baca Juga: INTI Ucapkan Turut Duka Cita Meninggalnya Mbah Moen
Di media sosial, bahkan banyak warganet mengungkapkan rasa sedih sekaligus mengenang petuah-petuah lelaki kelahiran Karang Mangu Sarang hari Kamis Legi bulan Sya'ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928 tersebut.
Berikut merahputih.com himpun petuah-petuah mendiang Mbah Moen:
MENYIKAPI PERBEDAAN

Perbedaan kini menjadi barang tabu untuk diungkapkan publik di ruang umum. Pilkada dan Pilpres lalu bahkan makin menajamkan perbedaan di tengah kemajemukan. Banyak orang menganggap liyan orang di luar agamanya, komunitasnya, bahkan sukunya.
Di tengah panasnya isu perbedaan Mbah Moen berpesan, seperti dikutip Majalah Nahdlatul Ulama AULA edisi November 2016, pada nu.or.id "Dalam perbedaan ada titik-titik kebersamaan. Agama mengajarkan perbedaan tetapi ada titik persamaan; seluruh agama mengajarkan kebaikan". Beliau menekankan kebaikan di atas segala perbedaan.
Baca juga: Menteri Agama: Mbah Moen Dimakamkan di Mekkah
Bagi umat Islam, menurutnya, perbedaan merupakan hal lumrah. "Perbedaan tak perlu dibesar-besarkan sehingga kita bisa hidup rukun. Yang penting kita umat Islam itu habluminallah harus dikuatkan dan habluminannas harus dijaga dengan baik".
Maka, obat paling ampuh untuk mengikis perbedaan. lanjut beliau, dengan memperkokoh kerukunan. "Indonesia satu-satunya negara mayoritas Islam paling bisa dilihat kerukunannya. Kalau tidak dijaga kerukunannya, itu suatu kehancuran besar".
KEBENARAN HAKIKI

Di media sosial, terutama di saat masa kampanye Pilkada dan Pilpres, banyak warganet berdebat keras bahkan tak jarang dipenuhi rasa saling membenci. Kedua pihak berseteru demi membela dukungannya bahkan hampir setiap saat. Seakan keduanya mengadu pintar.
Di tengah kondisi tersebut, Mbah Moen berpendapat, ”Ora kabeh wong pinter kuwi bener (Tidak semua orang pintar itu benar). Ora kabeh wong bener kuwi pinter (Tidak semua orang benar itu pintar). Akeh wong pinter ning ora bener (Banyak orang pintar tapi tidak benar). Lan akeh wong bener senajan ora pinter (dan banyak orang benar meskipun tidak pintar)".
Dengan begitu, menjadi orang pintar, menurutnya, bukan berarti paling benar dan tak seharusnya menghakimi. “Nanging tinimbang dadi wong pinter ning ora bener, Luwih becik dadi wong bener senajan ora pinter (Daripada jadi orang pintar tapi tidak benar, lebih baik jadi orang benar meskipun tidak pintar)".
Orang pintar memang sering merasa lebih unggul dibanding lainnya. Namun, Mba Moen berpesan “Ono sing luwih prayoga yoiku dadi wong pinter sing tansah tumindak bener (Ada yang lebih bijak, jadi orang pintar yang senantiasa berbuat benar).
Maka, seturut Mba Moen, tidak gampang berkomunikasi dengan orang merasa pintar. “Minterno wong bener kuwi luwih gampang tinimbang mbenerake wong pinter (Memintarkan orang benar itu lebih mudah daripada membenarkan orang pintar). Mbenerake wong pinter kuwi mbutuhke beninge ati, lan jembare dhodho (Membenarkan (membuat benar) orang pintar itu membutuhkan beningnya hati, dan lapangnya dada). (*)
Baca juga: Sebelum Meninggal, Mbah Moen Sempat Bertemu Jokowi dan Megawati