Penyebaran Virus Korona Paling Rentan Terjadi Melalui Satwa


Sejumlah warga memakai masker saat berjalan menuju stasiun bawah tanah kereta subway di Kota Beijing, China, Selasa (21/1/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Jason Lee/wsj.
MerahPutih.com - Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Rahmadi menjelaskan satwa liar yang secara alami dapat menyeberang lintas negara maupun dibawa dan dimanfaatkan oleh manusia untuk tujuan tertentu perlu menjadi fokus mitigasi antisipasi zoonosis.
Zoonosis adalah penyakit yang dapat ditularkan dari satwa liar ke manusia. Pernyataan LIPI tersebut terkait dengan penularan virus korona yang berasal dari Tiongkok dan telah menyebar ke beberapa negara.
Baca Juga:
Virus Korona Jangkiti 800 Orang di Tiongkok, 25 Meninggal Dunia
“Hewan yang dominan berpotensi membawa penyakit adalah tikus, kelelawar, celurut, karnivora dan kelompok primata seperti monyet,” ujar Cahyo dalam keterangannya yang dikutip di Jakarta, Jumat (24/1).
Peneliti bidang mikrobiologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Sugiyono Saputra menjelaskan, virus korona memiliki laju mutasi yang sangat cepat dibandingkan dengan jenis virus yang lain seperti double stranded DNA (dsDNA) sehingga kemunculan kejadian luar biasa dapat berlangsung cepat dan tidak terduga.
Penyebaran secara global pun dapat terjadi dengan mudah dikarenakan mobilitas manusia yang tinggi.
“Penelitian menunjukkan ketiga jenis coronavirus yang bersifat mematikan terhadap manusia tersebut berasal dari kelelawar yang berperan sebagai perantara alaminya,” paparnya.
Menurut Sugiyono, walaupun memungkinkan, tetapi interaksi langsung antara kelelawar dengan manusia sangatlah jarang.
“Tetapi virus tersebut dapat pula menginfeksi hewan lainnya sebagai perantara, dan hewan perantara tersebutlah yang lebih sering berinteraksi langsung dengan manusia,” ujar Sugiyono.

Pada kasus SARS, hewan perantaranya adalah mamalia kecil seperti kelelawar, musang, dan rakun. Pada kasus MERS, hewan perantaranya adalah unta.
"Sedangkan pada kasus terbaru, material genetik dari 2019-nCoV merupakan rekombinasi dari material genetik virus yang berasal dari kelelawar dan ular,” kata Sugiyono.
Menurut Sugiyono, hipotesis tersebut diangkat berdasarkan data terbaru yang dipublikasikan pada Journal of Medical Virology, hipotesis tersebut menjelaskan bahwa kode-kode protein atau material genetik 2019-nCoV memiliki kesamaan dengan material genetik yang berasal dari ular.
Data tersebut diketahui setelah membandingkannya dengan lebih dari 200 jenis virus korona dari berbagai hewan.
“Rekombinasi yang dimaksud adalah gabungan antara bagian selubung virus dari coronavirus asal kelelawar yang dikenal dapat menginfeksi manusia dan dari material genetik coronavirus yang berasal dari ular,” jelas Sugiyono.
Baca Juga:
Kendalikan Virus Korona, Tiongkok Alokasikan Hampir Rp2 Triliun
Spesies ular tersebut, lanjutnya, adalah Bungarus multicinctus atau the many-banded krait dan Naja atra atau the Chinese cobra.
Dia menerangkan, selubung virus atau viral spike merupakan bagian yang akan menempel atau menginfeksi sel inangnya jika memiliki reseptor yang sesuai.
“Mutasi bagian inilah yang menyebabkan coronavirus dari ular tersebut dapat menginvasi sel-sel pada saluran pernapasan manusia”, ungkapnya.
Dia menjelaskan, masih diperlukan penelitian menyeluruh untuk menyimpulkan asal virus 2019-nCoV, yang merupakan bagian dari sub-kelompok kecil betacoronavirus, melalui identifikasi di tempat kerja dan laboratorium lebih lanjut.
“Kendati demikian, para ilmuwan menduga bahwa mamalia adalah kandidat yang paling mungkin, seperti yang telah tervalidasi pada kasus SARS dan MERS sebelumnya,” jelasnya.
Taufiq P Nugraha, peneliti satwa liar dari Pusat Penelitian Biologi LIPI menambahkan, para ilmuwan menduga kemunculan penyakit zoonosis baru (new emerging infectious diseases) seperti kasus 2019-nCoV merupakan hasil tingginya frekuensi interaksi antara satwa liar dengan manusia.
“Jika berkaca pada kasus ebola di Afrika, deforestasi untuk pertanian dapat berperan dalam ekspansi kelelawar di luar habitatnya dan ekspansi manusia ke dalam habitat kelelawar, sehingga keduanya dapat saling berinteraksi bebas dan berisiko tinggi dalam penyebaran penyakit baru,” paparnya.
Dalam kasus 2019-nCoV, Taufiq menyebutkan kemungkinan orang yang berinteraksi langsung di pasar hewan di Wuhan, Tiongkok adalah yang pertama terkena penyakit infeksi tersebut.
“Interaksi langsung tersebut dapat melalui makanan maupun dalam proses pengolahan hewannya, baik hewan perantara maupun yang merupakan perantara alaminya,” tuturnya. (Knu)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Ilmuwan China Temukan Virus Corona Kelelawar Baru yang Sama dengan COVID-19, Disebut Dapat Menular ke Manusia Lewat

COVID-19 di Tiongkok Meninggi, 164 Orang Meninggal dalam Sebulan
