PBNU: Pembubaran HTI Tak Pengaruhi Dakwah Islam


Ribuan massa dari HTI saat menggelar aksi demonstrasi . (MP/Fadhli)
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai anggapan yang menyatakan bahwa upaya pemerintah yang akan mengusulkan pembubaran organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan bentuk larangan terhadap dakwah Islam, adalah tidak benar.
"Ini salah besar. Pemerintah tidak melarang dakwah Islam. Pemerintah tidak melawan agama Islam tapi melarang gerakan politik HTI," kata Rais Syuriah PBNU, Kiai Ahmad Ishomuddin, dalam diskusi bertajuk Khilafah Dalam Pandangan Islam, di Gedung PBNU di Jakarta, Jumat (12/5).
Menurut dia, salah satu kesalahan yang dilakukan HTI adalah mereka sering mengatasnamakan Islam untuk menarik simpati seluruh umat Islam demi memuluskan tujuan mereka menegakkan Khilafah Islamiyah.
"Mereka ingin membuat sistem negara dipimpin oleh khilafah dari Sabang sampai Maroko. Bukan Merauke ya, tapi Maroko," katanya.
Menurut dia, Hizbut Tahrir sendiri merupakan organisasi lintas negara di bidang politik yang awalnya berdiri di Palestina. Organisasi ini berdiri atas kekecewaan terhadap Israel yang terus menjajah Palestina.
Menurut gerakan Islam ini, yang dapat memulihkan Palestina adalah dengan kembali ke khilafah dan syariat Islam.
"Hizbut Tahrir kemudian berkembang hingga 43 negara," katanya.
Kendati demikian, pihaknya mencatat ada sekitar 23 negara yang melarang Hizbut Tahrir beraktivitas dan sebagian besar di antaranya merupakan negara-negara Arab. Terbaru, pemerintah Indonesia mengeluarkan keputusan untuk mengusulkan pembubaran organisasi yang menolak sistem demokrasi tersebut melalui pengadilan.
Sementara Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kiai Said Aqil Siradj menegaskan pihaknya mendukung upaya pemerintah dalam membubarkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena memiliki pandangan yang bertentangan dengan Pancasila.
"Kami bersama 12 organisasi keagamaan lainnya pendapatnya sama, menolak kehadiran HTI di Indonesia. Organisasi yang merongrong Pancasila, tidak menghormati kebhinnekaan, tidak menghormati UUD 45, harus dibubarkan," kata Said Aqil.
Menurut Said, semua pihak patut menjunjung tinggi bentuk negara Indonesia yang berupa negara kesatuan dengan Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional.
Ia menjelaskan bahwa sesungguhnya agama Islam tidak mengatur secara khusus mengenai masalah perpolitikan dan sistem pemerintahan. Sistem pemerintahan, menurut dia, diputuskan dengan cara ijtihad yaitu upaya untuk memutuskan perkara yang tidak dibahas dalam Alquran dan Hadits dengan menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
"Sistem perpolitikan menurut ahlussunnah waljamaah itu melalui ijtihadiyah. Tidak harus bersistem kerajaan, khilafah atau republik. Yang penting harus berkeadilan, hukum ditegakkan, sejahtera. Itu saja," katanya.
Sumber: ANTARA
Bagikan
Berita Terkait
KPK Telusuri Aliran Dana Kasus Korupsi Kuota Haji, Termasuk ke PBNU

Tokoh Palestina Kecam PBNU Undang Pendukung Israel, Sikapnya tak Bisa Dibenarkan

PBNU Instruksikan Jaga Stabilitas Nasional, Tidak Terprovokasi Isu Memecah Belah

PBNU Bangun 1.000 Titik SPPG, 10 Dapur Diklaim Siap Beroperasi

Konferensi Pesantren Ditutup, Hasilkan Empat Rekomendasi Utama

Reaksi PBNU saat Tahu Pengurusnya Jadi Komisaris Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat hingga Dituding Terima Uang

Kenang Paus Fransiskus, Ketum PBNU: Kasih Sayang kepada Umat Manusia Tanpa Memandang Etnis dan Agama adalah Teladan Paripurna

Ketua PBNU Ingatkan Umat Tak Beri Ruang untuk Pemecah Belah dan Penyebar Kebencian

PBNU Desak Indonesia Ikuti Jejak Australia dan India Batasi Anak Main Medsos

SMA di Cianjur Gelar Tes Kehamilan, PBNU: Itu Sesuatu yang Sangat Privat
