Paquita Widjaja Padukan Seni Tato Dayak dan Fesyen dalam Bawi Lamus
Untuk pertama kali, Paquita Widjaja menggarap naskah pertunjukan. (foto: Instagram @asalzara)
SIANG itu di sebuah kafe kawasan Kemang, Jakarta Selatan, aktris Paquita Widjaja hadir untuk berkisah tentang proyek terbarunya, pertunjukan Bawi Lamus. Mengenakan kaus hitam dipadu celana senada, dengan selembar kain melilit di pinggang, bintang Bulan Tertusuk Ilalang itu terlihat segar. Sebentuk tato etnik yang menghiasi lengannya menarik perhatian.
Karena merasa penasaran, Merahputih.com pun bertanya kepadanya perihal rajahan itu. "Ini sih sudah mulai luntur kok," ujarnya, beberapa waktu lalu. Ia lalu bercerita bahwa desain tato serupa akan dirajahkan ke para penari di pertunjukan Bawi Lamus. Desain tato khas Dayak Ngaju itu dibuat seniman tato Durga Sipatiti. "Jadi ini yang orang harus tahu, ada banyak seniman hebat yang juga terlibat dalam pertunjukan ini. Salah satunya seniman tato nomor satu Indonesia, Durga Sipatiti ini," jelasnya.
Keterlibatan Durga dalam Bawi Lamus dilakukan lewat desain tato khas suku Dayak Ngaju yang ia rancang khusus. "Durga yang mendesain. Nanti rekanannya yang mengerjakan di sini," jelasnya. Ya, seluruh penari dalam Bawi Lamus akan ditato menggunakan henna dengan motif khas Dayaj Ngaju. Selain Durga, seniman lain yang juga ikut terlibat ialah Biyan dan Rinaldy Yundari, yang akan membuatkan head piece untuk Shopia Latjuba sebagai Bawi Lamus.
Bagi Paquita, keterlibatan banyak seniman besar dalam mengerjakan pertunjukan Bawi Lamus merupakan kesempatan untuk belajar. Hal itu lantaran ini merupakan pertama kali ia mengerjakan sebuah naskah pertunjukan. "Jadi aku biasanya lebih mengerjakan film atau teater. Baru pertama kali membuat naskah pertunjukan," ujarnya.
Pembuatan pertunjukan Bawi Lamus memang berawal dari inisiatif Agustin Teras Narang yang merupakan mantan Gubernur Kalimantan yang juga merupakan putra suku Dayak Ngaju. Beliau mengungkapkan keinginan untuk membuat cerita yang menampilkan budaya serta kesenian daerahnya. Setahun setelah rencana itu diungkapkan, pertunjukan Bawi Lamus mulai digarap. "Memang awalnya saya diminta menulis naskah dan mengembangkannya. Untungnya, ada teamwork yang membantu saya. Jadi saya belajar banyak saat mengerjakan pertunjukan ini," imbuhnya.
Uniknya, selain pertama kali menggarap naskah pertunjukan, Paquita mengaku ini juga kali pertama ia mengaplikasikan ilmu fesyen yang ia miliki dalam garapannya. Iya, lulusan Parsons School of Design, New York, tak hanya menuliskan naskah, tapi juga merancang kostum untuk keseluruhan pertunjukan Bawi Lamus. "Iya, ini pertama kali saya menggunakan ilmu fesyen saya setelah sekian lama," ujarnya diikuti tawa kecil.