Negara Alami Defisit di Awal Tahun, Sinyal Keras Indonesia Hadapi Tekanan Berat
Konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Kamis (13/3/2025). Menteri Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per 28 Februari 2025 mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/nz
MerahPutih.com - Untuk pertama kalinya sejak 2021, APBN mencatatkan defisit sebesar Rp 31,2 triliun atau 0,13 persen terhadap PDB hanya dalam dua bulan pertama tahun ini. Padahal, tahun lalu pada periode yang sama, APBN masih mencatatkan surplus sebesar Rp 26,04 triliun.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan, defisit di awal tahun menandai perlunya langkah untuk reformasi fiskal.
Selain defisit, tantangan kinerja fiskal di awal tahun ini juga diikuti dengan pendapatan negara dan penerimaan pajak yang menurun.
Data APBN edisi Februari 2025 mencatatkan pendapatan negara sebesar Rp 316,9 triliun atau 10,5 persen dari target APBN tahun ini. Jika dibandingkan periode yang sama pada 2024, angka ini turun drastis sebesar 20,85 persen, dari sebelumnya Rp 400,4 triliun.
Baca juga:
Penerimaan Pajak 2024 di Bawah Target, Kabinet Prabowo Terancam Defisit APBN
"Penurunan ini merupakan sinyal keras bahwa fondasi fiskal Indonesia sedang menghadapi tekanan berat, bahkan sebelum memasuki kuartal kedua tahun anggaran,” kata Achmad.
Ia memaparkan, hal sama dengan penerimaan pajak yang tercatat Rp 187,8 triliun atau 8,6 persen dari target, turun drastis 30,19 persen dari capaian Februari 2024 yang sebesar Rp 269,02 triliun.
Implementasi sistem administrasi perpajakan baru, Coretax, yang diluncurkan sejak 1 Januari 2025, menjadi salah satu faktor penghambat dalam proses pemungutan pajak.
"Coretax yang diharapkan menjadi tulang punggung modernisasi perpajakan justru menghadirkan tantangan baru. Banyak wajib pajak kesulitan melaporkan dan membayar pajak, yang berdampak pada anjloknya penerimaan pajak," jelasnya.
Sebaliknya, belanja negara hingga Februari 2025 tetap berada di level tinggi, yakni sebesar Rp348,1 triliun atau 9,6 persen dari target. Meski secara nominal sedikit lebih rendah dibandingkan belanja pada Februari 2024 yang mencapai Rp 374,32 triliun.
"Besarnya kebutuhan belanja yang tidak bisa ditunda, termasuk belanja sosial, subsidi, hingga program lainnya membuat tekanan fiskal kian berat," kata ujarnya dikutip Antara. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Purbaya Lebih Percaya Perbaikan Coretax ke Peretas Indonesia, Miliki Kecakapan Memadai
Bank Mandiri Minta Tambahan Dana SAL ke Menkeu Purbaya
Terima 28.390 Aduan, Menkeu Purbaya Bakal Datangi Orangnya
Menkeu Purabaya Terima Ribuan Laporan Ulah Anak Buahnya, Ada yang Ngadu ‘Ditagih’ Bayar Pajak Pukul 05.00
Menkeu Purbaya Cek TKP, Pastikan Anak Buahnya tak Nongkrong di Starbucks saat Jam Kerja
Menkeu Purbaya Janji di Akhir Tahun Tak Ada Gaya Preman Kejar Pendapatan Perpanjakan
Menkeu Purbaya Siapkan Rp 20 Triliun Buat Putihkan Tunggakan BPJS Kesehatan, Syaratnya Perbaiki Tata Kelola
Duit Pemda Rp 14,6 Triliun Nganggur di Bank, ini Penyebabnya
Pajak Digital Sudah Capai Rp 10,21 Triliun Hingga September 2025, Bakal Semakin Dioptimalkan
Menkeu Bakal Terapkan Denda Bagi Importir Pakaian dan Tas Bekas