Mengungkap Pembaringan Terakhir Dua Tokoh Indonesia di Pemakaman Orang Eropa


Salah satu dari barisan nisan yang ada di Museum Taman Prasasti Jakarta. (Merahputih.com/Noer Ardiansjah)
RAUNGAN deru mesin menggema begitu bising sehingga membuat gaduh suasana. Suara puluhan klakson yang saling sahut-bersahutan, pun tak urung menambah sedikit pening kepala di tengah benderang sinar matahari Jakarta kala itu.
Namun, tak jauh dari keriuhan tampak terbujur kaku deretan nisan yang terselip pula beberapa bangunan makam tua Belanda dengan posisi lebar dan agak tinggi. Berada persis di samping Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, situs tersebut bernama Museum Taman Prasasti.
Kendati tanah makam hanya untuk orang-orang nonpribumi, namun ada dua makam yang terletak di tengah area atas nama orang Indonesia, mereka itu ialah Miss Riboet dan Soe Hok Gie.
Nama Miss Riboet sendiri, diambil dari sebuah grup sandiwara Miss Riboet Orion. Adapun nama asli wanita pribumi tersebut adalah Tan Kim Nio yang lahir di Sungai Liput, Aceh. Dengan keahlian yang ia punya, olah vokal dan olah peran, membuat namanya membumbung tinggi bersama grup sandiwaranya.
Baca Juga: Museum Taman Prasasti, Wisata Pemakaman Khas Eropa
Selain memiliki suara yang merdu, dia juga terkenal akan parasnya yang sangat menawan. Tak heran acapkali tampil, Miss Riboet dapat memikat hati para petinggi Pemerintahan Hindia Belanda.
"Selain jago nyanyi, jago pedang, Nyonya Riboet juga cantik. Dia punya ikatan batin dengan petinggi Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) dan Pemerintahan Hindia Belanda," ucap Eko Wahyudi, pengurus Museum Taman Prasasti kepada Merahputih.com di Jalan Tanah Abang I No. 1, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Dampak kedekatan itu, kata Yudi, menyebabkan makam wanita pribumi asal Aceh ditempatkan di antara makam para petinggi Belanda dan bangsawan nonpribumi.
"Ada usulan dari orang Belanda untuk menguburkan dirinya di Kebon Jahe Kober (sebutan makam dari masyarakat sekitar)," katanya.
Seperti yang terukir di papan nisan, Bu Riboet lahir pada tanggal 24 Desember 1900 dan wafat 19 April 1965.
Makam Soe Hok Gie

Orang pribumi selanjutnya ialah Soe Hok Gie. Bagi para pencinta alam, ketika mendengar nama Soe Hok Gie, pasti akan terbayang dengan Lembah Mandalawangi Gunung Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat.
Terkenal sebagai aktivis yang begitu konsisten mengkritisi rezim Sukarno dan Orde Baru, membuat Soe Hok Gie mendapat tempat khusus di tanah tersebut.
"Memang benar. Sebelumnya, dia (Soe Hok Gie) dimakamkan di Menteng Pulo. Kemudian dipindahkan ke sini. Yang memotori itu, Yayasan Palang Hitam," kata Yudi.
Adapun jalan cerita pemakaman itu, Yudi menjelaskan bahwa Kebon Jahe Kober sudah ada sejak tahun 1795. Dengan luas awal 5,5 hektare dan sekarang tersisa 1,3 hektare.
Pada tanggal 9 Juli 1977, makam tersebut resmi menjadi Museum Taman Prasasti. Bertepatan dengan itu, pengangkatan seluruh jenazah dilakukan untuk pemugaran.
"Keluarga mendiang tidak terima. Kemudian jenazah Soe Hok Gie dikremasi. Setelah itu, abu jenazahnya ditebar di Lembah Mandalawangi, Gunung Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat," katanya.
Meski demikian, para pengunjung Museum Taman Prasasti dapat melihat dengan jelas nisan Soe Hok Gie dan juga Miss Riboet. (*)