Mengenal Sosok Pramoedya Ananta Toer dalam Pameran 'Namaku Pram: Catatan dan Arsip'


Beberapa seniman yang hadir saat konferensi pers Pameran 'Namaku Pram: Catatan dan Arsip' (MP/Ikhsan Digdo)
INDONESIA memiliki sederetan nama sastrawan. Salah satunya yang paling berbakat dan diakui dunia ialah Pramoedya Ananta Toer. Banyak karya tulisan seperti novel, essay, hingga cerpen dihasilkan pria kelahiran Blora Jawa Tengah 6 Februari 1925 itu.
Tak sedikit karyanya yang diakui dunia dan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa asing. Hal ini menunjukkan karya Pramoedya bukanlah karya sembarangan.
Guna mengenang mendiang pria yang akrab disapa Pram itu, Titimangsa Foundation yang bekerjasama dengan Dia.Lo.Gue dan didukung oleh Bakti Budaya Foundation menggelar pameran bertajuk Namaku Pram: Catatan dan Arsip.
Tidah hanya karya tulisan Pram yang telah dipublikasikan saja yang akan dipamerkan di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang nanti. Segelintir arsip kehidupan pribadi juga akan menjadi pameran yang tidak pernah akan diduga oleh penggemarnya selama ini.
"Saya kenal dia sebagai penulis. Tapi kalau kalian datang (ke pameran) ternyata ada sisi Pram yang selama ini tidak dikenal. Salah satunya pencatat," tutur Engel Tanzil, pemilik Dia.Lo.Gue pada temu pers di Galeri Indonesia Kaya. Grad Indonesia, Jakarta Pusat, Selasa (17/4).
Dua Tempat
Pameran tersebut resmi dibuka di hari yang sama dari 17 April sampai 20 Mei 2018. Selain di Dia.Lo.Gue ada pula pameran mini di Galeri Indonesia Kaya. Pameran ini dibuka untuk umum dan gratis.
Bagi pengunjung yang ingin melihat seluruh karya dan arsip kehidupan pribadi Pram bisa datang langsung ke Dia.Lo.Gue yang dibuka Senin-Kamis pada pukul 09.30 Wib-18.00 Wib. Sedangkan hari Jumat-Minggu pameran dibuka pukul 09.00-21.00 Wib.

Sementara untuk pameran mini yang dihelat di GIK hanya akan menampilkan secuplik riwayat karya tulisan Pram yang telah dipublikasikan. Untuk di GIK sendiri pameran dibuka setiap hari sejak pukul 10.00-22.00 Wib.
Karena Bunga Penutup Abadi
'Namaku Pram: Catatan dan Arsip' tercetus setelah pertunjukkan 'Bunga Penutup Abad' di tahun 2016 dan 2017 menuai kesuksesan. Naskah pementasan itu diperkrasai oleh Titimangsa Foundation dan didukung Bakti Budaya Djarum Foundation itu merupakan adaptasi dari novel 'Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa' karya Pramoedya Ananta Toer.
"Saat saya sedang berproses dalam pementasan 'Bunga Penutup Abad' dua tahun yang lalu saya mempunyai nazar bahwa apabila pementasan ini sukses saya ingin membuat sebuah pameran yang berfokus pada Pram," ungkap Happy Salma yang juga menjadi penggawang Titimangsa Foundation.
Agenda Wajib
Sosok penulis buku 'Anak Semua Bangsa' merupakan sosok yang inspiratif. Karyanya perlu diketahui seluruh lapisan masyarakat terutama anak muda. Pram memang dikenal sebagai penulis maupun dokumentator. Namun ada hal lain yang perlu diketahui. Menurut Happy Salma kesempatan itu tidak boleh dilewatkan agar menjadi pembelajaran bagi siapapun.
"Sayang sekali jika kita melupakan sosok yang besar. Bukan sebagai penulis atau dokumentator tapi sebagai manusia. Saya harap banyak yang berbondong-bondong ke pameran," tambah Happy.

Senada dengan Happy Salma, Dani Wicaksono selaku arsitek dari Studio Dasar sebagai salah satu pendukung acara, pameran ini akan memerkan beberapa kisah lain Pram sebagai penulis. Meskipun tidak secara keseluruhan riwayat hidup Pram ada dalam pameran itu, Dani yakin pameran tersebut harus dijadikan agenda wajib bagi siapapun.
"Sedikit tentang kehidupan pribadi, sedikit tenyang pencatat, sedikit pak pram yang melankolis. Kita cuma bisa kasih lihat yang sedikit banget," imbuhnya.
Kolaborasi Lintas Bidang Seni
Pameran inspiratif dan berkualitas seperti 'Namaku Pram: Catatan dan Arsip' tentunya memerlukan kerjasama sebuah tim. Maka dari itu diperlukan tim yang memiliki dedikasi dan terutama mencintai seni. Tanpa direncanakan sebelumnya, pameran ini akhirnya memiliki sebuah tim yang terbangun dengan sendirinya secara berlanjut.
"Jadi secara organik tuh organisasi muncul. Dengan seiring waktu menegerucut jadi timnya tidak banyak tapi solid," kata Happy.
Selain itu sederet pelaku bidang seni juga terlibat dalam pameran itu. Seperti misalnya Studio Dasar, LeBoye, Table Six, Riop, Visual Journal dan Serrum. Serta tentunya tidak lupa dukungan penuh yang diberikan oleh keluarga besar Pramoedya Ananta Toer.
"Pameran ini merupakan kolaborasi dari berbagai lintas bidang seni seperti desain grafis, arsitektur, teater, dan video art," kata Engel Tanzil. (Ikh)
Bagikan
Berita Terkait
Antara Alam dan Modernitas: Konsep Unik VIP Lounge Art Jakarta 2025

JICAF 2025: Pameran Ilustrasi Terbesar di Indonesia Hadirkan Pengalaman Seni 'New Heights'

Dari Bali hingga Korea, Art Jakarta 2025 Hadirkan Arus Baru Seni Kontemporer

Melihat Pementasan Teater Bertajuk Bunga Penutup Abad Alih Wahana dari Tetralogi Buru di Jakarta

Mengintip Sesi Latihan Jelang Pementasan Teater Bertajuk Bunga Penutup Abad

Ruang Seni Portabel Pertama Hadir di Sudirman, Buka dengan Pameran ‘Dentuman Alam’
ArtMoments Jakarta 2025 Tampilkan 600 Seniman dan 57 Galeri, Angkat Tema 'Restoration'

Menyembuhkan Luka Batin lewat Kuas dan Warna: Pelarian Artscape Hadirkan Ruang Aman untuk Gen Z Hadapi Stres

ARTSUBS 2025 Hadirkan Ragam Material dan Teknologi dalam Ruang Seni yang Lentur

Emte Rilis ‘Life As I Know It’, Rayakan Kesendirian lewat Pameran Tunggal
