Mata Pecahariannya Terganggu, Ratusan Sopir Angkot Aksi 'Stop Kiri'


Aksi mogok operasi angkot di depan kanto gubernur Jatim. (MP/Budi Lentera)
MerahPutih.com - Sekurangnya 100 sopir truk di Sampit Ibu kota Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menggelar aksi 'stop kiri' atau berhenti dan memarkir truk mereka di pinggir jalan.
Aksi tersebut mereka lakukan bentuk protes terhadap kebijakan Gubernur Kalteng Sugianto Sabran terhadap usaha galian C di daerah setempat.
"Kami tidak demo. Ini aksi spontan sebagai cara menyampaikan aspirasi dan kegelisahan terkait masalah galian C. Kami berharap pemkab peduli dan segera memberi solusi," ucap Kaswandi, juru bicara aksi sopir truk di Sampit, seperti dilansir Antara, Senin (4/12).
Dalam aksi tersebut, tidak kurang 100 truk diparkir di sisi Jalan Jenderal Sudirman sekitar Bundaran Balanga. Tanpa melakukan orasi, para sopir hanya duduk-duduk di pinggir jalan sambil bergurau dengan sesama sopir.
Melihat aksi dadakan tersebut, polisi lalu lintas pun langsung turun mengatur agar lalu lintas tidak terganggu.
Bundaran Balanga merupakan jalur padat kendaraan karena berada di jalur Trans Kalimantan Poros Selatan yang menghubungkan Kotawaringin Timur dengan tiga kabupaten lain hingga tembus ke batas Kalimantan Barat.
Menurut Kaswandi, penertiban galian C atas perintah Gubernur H Sugianto Sabran, menimbulkan dampak besar bagi masyarakat yang mata pencahariannya terkait dengan sektor ini. Tidak terkecuali para sopir truk yang penghasilannya tergantung aktivitas pengangkutan.
Janji pemerintah daerah mempermudah perizinan galian C, mereka nilai belum sepenuhnya direalisasikan. Akibatnya, penjualan tanah uruk dan pasir dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Itu dilakukan agar pekerja seperti sopir dan tenaga lainnya bisa tetap mendapatkan penghasilan, meski kini pendapatan jauh menurun.
Biasanya sopir bisa mengangkut tujuh hingga delapan rit per hari dengan upah Rp 75.000 hingga Rp 80.000 per rit atau sekali angkut. Setelah marak penertiban galian C, sopir truk di Sampit umumnya hanya bisa mendapat kesempatan mengangkut dua atau tiga rit per hari.
Harga tanah uruk yang sebelumnya berkisar Rp 150.000 hingga Rp 175.000 per rit, kini naik menjadi Rp 250.000 per rit. Begitu pula harga pasir cor mengalami kenaikan signifikan. Kondisi ini membuat permintaan menurun, sementara upah sopir tidak ada kenaikan.
"Kami hanya minta solusi. Realisasikan kemudahan izin galian C. Pemerintah juga harus menetapkan harga supaya pihak ekskavator (pengusaha) tidak menaikkan harga semaunya. Kami juga tidak ingin masyarakat terbebani," kata Kaswandi.
Para sopir berharap bisa beraktivitas secara legal sehingga tidak merasa waswas saat bekerja. Kondisi saat ini sangat tidak menguntungkan bagi para sopir, padahal mereka harus menafkahi keluarga.
Para sopir berencana kembali mengadukan keluhan itu kepada DPRD Kotawaringin Timur. Mereka berharap para legislator bisa membantu memperjuangkan masalah ini. (*)
Bagikan
Berita Terkait
25,18 Persen Penduduk Jabodetabek Didorong Pakai Angkutan Massal

Pengamat Imbau Masyarakat Pilih Capres yang Fokus Isu Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

360 Ribu Orang Diprediksi Bakal Datangi Bogor saat Libur Lebaran
