Maskapai Indonesia Butuh Loyalitas Wisatawan Muda


Maskapai Indonesia butuh wisatawan muda (Foto Pexels/Pixabay)
MASKAPAI lokal harus mengubah pendekatan dan merevolusi program loyalty pelanggan. Agar dapat menarik generasi wisatawan yang lebih muda. Pendekatan inilah yang diajukan oleh perusahaan penyedia teknologi pariwisata, Amadeus.
Menurut riset terbaru dari Amadeus, tercatat bahwa lebih dari sepertiga populasi di Indonesia berusia di bawah 20 tahun. Artinya, 35% masyarakat Indonesia sebentar lagi akan memasuki usia produktif. Lalu mereka akan memiliki pendapatan tetap yang dapat digunakan untuk berlibur.
Baca juga:
"Saat ini fokus utama masyarakat adalah harga tiket penerbangan domestik. Namun, maskapai Indonesia juga tidak boleh melupakan investasi jangka panjang berupa program customer loyalty,” tutur Cyril Tetaz, Executive Vice President Airlines Asia Pacific Amadeus sebagaimana tertulis di berita pers yang diterima Merahputih.com.
Untuk membantu mengembangkan pendekatan ini. Amadeus mengusulkan tiga rekomendasi bagi maskapai Indonesia untuk memperoleh loyalitas dari wisatawan generasi muda:
1. Menggunakan Data untuk Pelayanan yang Lebih Personal

Di era seperti sekarang. Pendekatan standar one-size-fits-all sudah tidak cocok dengan segmen pasar anak muda. Sebaliknya, maskapai lokal harus menawarkan layanan yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan pelanggan agar mereka setia dengan brand tersebut.
"Kita harus memahami pola pengeluaran dan perjalanan pelanggan, terutama para anggota program loyalty. Untuk itu, kita harus menggunakan data-data ini untuk mengantisipasi kebutuhan mereka," kata Tetaz.
Menurut Tetz salah satunya adalah wisatawan bisnis. Mereka sangat mementingkan jadwal dan ketepatan waktu terbang. "Mereka rela membayar lebih mahal jika bisa menghadiri meeting dengan tepat waktu," tambahnya.
2. Mengantisipasi Kebutuhan Pelanggan

Untuk meningkatkan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Tetaz menyarankan maskapai penerbangan lokal untuk memberikan pelayanan lebih di setiap tahap perjalanan. Misalnya saat hari keberangkatan. Petugas maskapai akan berinteraksi langsung dengan pelanggan.
Mereka bisa mendapatkan komentar atau masukan langsung dari apa yang diinginkan oleh pelanggan. Selain itu, maskapai juga bisa memberikan informasi penting yang berguna, misalnya prediksi ramalan cuaca. "Dengan begitu, para pelanggan bisa mengantisipasi kemungkinan terburuk,” kata Tetaz.
Baca juga:
Maskapai yang Dilarang Terbang di Langit Eropa, 55 dari Indonesia
Selain itu, Amadeus juga menyarankan penggunaan data kontekstual untuk memberikan kejutan bagi pelanggan. Dengan demikian, maskapai dapat membangun interaksi dengan pelanggan. Misalnya mereka bisa menawarkan hadiah khusus di hari ulang tahun pelanggan.
Maskapai lalu bisa juga mengirimkan rekomendasi tempat wisata baru yang cocok, atau meng-upgrade kelas kursi dari pelanggan setia. "Untuk mewujudkan ini, teknologi baru dan kemitraan strategis dapat membantu pelanggan untuk mendapatkan pengalaman wisata terbaik,” kata Tetaz.
3. Tingkatkan Frekuensi Interaksi di Luar Kanal Wisata

Dibandingkan negara-negara lain di Asia Pasifik. Jumlah anggota frequent flyer di Indonesia cenderung rendah. Oleh karena itu, akan lebih baik bagi maskapai penerbangan Indonesia untuk memperkuat interaksi dengan pelanggan di luar kanal wisata.
"Maskapai penerbangan Indonesia perlu bekerja sama dengan perusahaan yang lebih sering berinteraksi dengan pelanggan, misalnya SPBU. Virgin Australia telah sukses menjalankan kemitraan ini dengan BP di Australia. Sehingga interaksi mereka pun bisa bertambah,” kata Tetaz.
Amadeus juga berharap maskapai Indonesia bisa menawarkan reward poin berupa pengalaman atau experience. Dengan begitu, mereka bisa memaksimalkan spending power generasi Z yang diprediksi mencapai USD 143 milyar. (ikh)
Baca juga:
Sejumlah Maskapai Penerbangan Dunia Akui Pasang Kamera di Belakang Kursi Penumpang