Manfaatkan Dedaunan,, Pengusaha Tekstil Bali Mengembangkan Pewarna Alami
Pengusaha tekstil Bali kembangkan pewarna alami. (Foto: Instagram_pagimotley)
KESADARAN kembali ke alam juga merambah dunia fesyen. Tak hanya dalam hal membuat pakaian dari bahan berkelanjutan dan ramah lingkungan, tapi juga hingga teknik pewarnaan. Bahan pewarna alami kini mulai dilirik banyak perajin kain. Seperti halnya Andika Putra, pengusaha tekstil asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng, Bali. Ia berhasil mengembangkan pewarna kain dengan menggunakan bahan alami dari berbagai jenis dedaunan.
"Selain sangat ramah lingkungan, bahan baku sangat mudah didapat dan mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi," ujar Andika.
BACA JUGA:
Bermodal Set Drum Alakadarnya, Deden Noy Tarik Perhatian Mike Portnoy
Dilansir Antara, Rabu (17/3), untuk mendapatkan bahan baku pewarna, ia memanfaatkan pohon mangga, kelapa, dan ketapang yang banyak tumbuh di sekitar tempat usahanya. Bebagai daun yang banyak terdapat di desa tempat usahanya diolah Andika menjadi bahan pewarna alami.
Andika memilih untuk mengolah dan memanfaatkan pewarna alami dari tanaman karena memiliki banyak keuntungan. Bahannya mudah didapat, pengolahan bahan pewarna berbahan dasar alami ramah lingkungan, dan mempunyai nilai ekonomi yang baik.
"Produk-produk tekstil dengan pewarna alami ini juga lebih diminati di Eropa, Amerika, Jepang dan Korea," ujar Andika yang merupakan pemilik usaha tekstil bernama Pagimotley itu.
Andika menceritakan, proses pengolahan bahan pewarna berbahandasar alami ini tergolong cukup mudah. "Daun-daun mangga yang telah dicacah, lalu direbus untuk dijadikan pewarna alami untuk tekstil," katanya.
Setelah direbus, daun mangga ini akan menghasilkan carian pewarna berwarna kuning. Bahan alami lainnya yang dapat digunakan untuk bahan pewarna kain ialah serabut kelapa. Serabut kelapa dapat menghasilkan pewarna cokelat. Lalu daun ketapang yang menghasilkan pewarna hitam, kayu secang untuk warna merah, dan untuk warga biru menggunakan pohon strobilanthes atau akrab dikenal dengan nama kecibeling.
Dalam proses pembuatanya, menurut Andika, butuh waktu hingga satu minggu untuk menyelesaikan proses pewarnaan pada tekstil yang menggunakan bahan alami. "Proses pencelupan dilakukan berkali-kali hingga warna yang dihasilkan oleh tanaman dapat melekat pada serat tekstil," ujarnya.
Produk tekstil yang menggunakan pewarna alami dibanderol dengan harga Rp450 ribu hingga Rp2 juta untuk satu produk. Bahkan untuk produk premium harganya satu produknya bisa mencapai Rp10 juta.
Andika juga menerima konsumen yang ingin celana atau baju mereka sendiri dicelup dengan menggunakan pewarna alami di tempat usahanya. Jasa celup menggunakan pewarna berbahan dasar alami dibanderol mulai dari Rp75 ribu hingga Rp200 ribu. (kna)
Bagikan
Berita Terkait
Thrifting makin Digandrungi, Industri Tekstil dalam Negeri Ketar-Ketir
Tumbler Viral, Lebih daripada Gaya Hidup Sehat tapi Fashion Statement
Panduan Thrifting Jakarta, Rekomendasi Seru dari Blok M Square hingga Pasar Santa
Menenun Cerita Lintas Budaya: Kolaborasi Artistik Raja Rani dan Linying
JF3 Fashion Festival Bawa Industri Mode Indonesia ke Kancah Global, akan Tampil di Busan Fashion Week 2025
Dari Sneakers Langka hingga Vinyl Kolektibel, Cek 3 Zona Paling Hits di USS 2025
USS 2025 Resmi Dibuka: Lebih Megah, Lebih 'Kalcer', dan Penuh Kolaborasi Epik
USS 2025 Kembali Digelar di JICC, Lebih dari 300 Brand Bakal Ikut Berpartisipasi!
Ekspresi Duka Laut dalam Koleksi ‘Larung’ dari Sejauh Mata Memandang di Jakarta Fashion Week 2026
Jakarta Fashion Week 2026: Merayakan Warisan Gaya dan Regenerasi Desainer Tanah Air