Luhut Diminta Jangan Buat Pranata Baru Lewat Permenhub No 18

Ilustrasi ojek online. Foto: Net
Merahputih.com - Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid menilai dikeluarkannya permenhub Nomor 18 Tahun 2020 seharusnya sejalan dengan peraturan perundang-undangan horizontal-sektoral yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebagai "leading sector" dalam penanganan COVID-19 dan penerapan PSBB.
"Jadi, Menhub Ad Interim jangan membuat norma serta pranata baru yang sifatnya 'contra legem' sehingga ini sangat berimplikasi secara mendasar pada visi penyelesaian penanganan COVID-19 pada tingkat yang lebih teknis," ujar Fahri Bachmid dalam keterangan tertulis, Selasa (14/4).
Baca Juga
Anies Diminta Manfaatkan Ojol Distribusikan Bantuan ke Warga DKI Terdampak PSBB
"Ada kebingungan 'confusion' pada tingkat lapangan. Ini tidak boleh terjadi dalam situasi darurat pandemi seperti ini," sambungnya.
Implementasi Peraturan Menteri Perhubungan yang membolehkan ojek 'online' mengangkut penumpang selama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSSB) bisa membingungkan masyarakat.
"Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 itu 'overlapping' dan tidak mempunyai landasan dan pijakan konstitusional," ucap dia.

Padahal, Menkes juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 sebagai dasar pemberlakuan PSBB yang di dalamnya hanya memperbolehkan ojek "online" mengangkut barang, bukan penumpang.
Penerapan PSBB, kata Fahri, adalah berdasarkan pada UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan PP Nomor 21/2020, dan dengan kewenangan itu Menkes mengeluarkan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka percepatan penanganan COVID-19.
Dengan PP Nomor 21/2020, sebagaimana dikutip Antara, Menkes diberikan kewenangan untuk mengatur pelaksanaan PSBB dan memberikan pedoman pelaksanaannya, termasuk pengaturan soal pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum maupun pembatasan moda transportasi.
Baca Juga
"Dengan demikian, sepanjang spirit pengaturan terkait PSBB maka mutlak adanya setiap 'beleid' atau kebijakan hukum yang akan dilakukan oleh badan atau kementerian sektoral lainya wajib berpedoman pada ketentuan yang dibuat oleh Menteri Kesehatan, sehingga setiap 'regeling' atau peraturan yang dibuat harus sejalan dengan paradigma keadaan kedaruratan kesehatan, bukan yang lain," kata Fahri. (*)
Bagikan
Angga Yudha Pratama
Berita Terkait
Ilmuwan China Temukan Virus Corona Kelelawar Baru yang Sama dengan COVID-19, Disebut Dapat Menular ke Manusia Lewat

COVID-19 di Tiongkok Meninggi, 164 Orang Meninggal dalam Sebulan

Biaya Pasien COVID-19 Masih Ditanggung Pemerintah Meski PPKM Dicabut
