Headline

LIPI: Intoleransi dan Radikalisme Lahir Dari Narasi di Media Sosial

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Jumat, 16 November 2018
LIPI: Intoleransi dan Radikalisme Lahir Dari Narasi di Media Sosial

Ilustrasi (pixabay)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

Merahputih.com - Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sri Yanuarti menyebutkan media sosial berdampak besar dalam menyemai bibit intoleransi dan radikalisme.

"Intoleransi dan radikalisme lahir dari narasi di media sosial," katanya saat diskusi peluncuran hasil riset intoleransi dan radikalisme di Indonesia oleh Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan LIPI, di Semarang, Jateng, Kamis (15/11).

Menurut Sri, Kementerian Komunikasi dan Informatika berperan besar menerjemahkan secara lebih baik penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk penggunaan regulasi terhadap medsos.

Dalam merekam persemaian benih radikalisme dan intoleransi, survei LIPI melakukan penelitian di sembilan provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, DIY, dan Aceh.

Ia menyebutkan keseluruhan responden yang terlibat dalam survei sebanyak 1.800 orang yang terbagi 200 responden di masing-masing provinsi dengan metode kuantitatif selama tiga bulan, mulai Juli-September 2018.

Dari survei yang dilakukan, LIPI menemukan 62,6 persen masyarakat di sembilan provinsi tidak setuju klaim sesat terhadap pemeluk agama lain, 6,9 persen sangat tidak setuju klaim sesat, dan 23,7 persen setuju, dan 6,9 persen sangat setuju.

Dilansir Antara, 43,6 persen responden tidak setuju penerapan perda syariah di daerahnya, sebesar 6,9 persen sangat tidak setuju perda syariah, sementara yang setuju 42,5 persen, dan yang sangat setuju sebesar 7 persen.

"Survei ini memiliki 'margin error' sebesar 2,4 persen. Catatan kami, perbedaan yang sangat tipis ini mencerminkan sebagian masyarakat sudah menghilangkan pikiran bahwa Indonesia dibangun atas dasar keberagaman," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Tim Antiradikalisme Universitas Diponegoro Semarang Muhammad Adnan mengatakan penelitian tersebut perlu ditindaklanjut dengan meneliti penyebab kemunculan faktor-faktor tersebut.

"Jadi, lebih ke substansinya. Seakan-akan intoleransi muncul karena orang tidak ingin kalau yang menjadi pemimpin bukan yang seagama. Perlu dicari kenapa? Apa hanya ikut-ikutan, diindoktrinasi, belajar sendiri dari medsos, atau terpengaruh orang lain," katanya. (*)

#Kasus Intoleransi #Berita Hoax #Media Sosial #LIPI
Bagikan

Berita Terkait

Indonesia
Imbas Konten Pornografi, X Harus Bayar Denda Rp 80 Juta ke Pemerintah
X telah membayar denda Rp 80 juta ke pemerintah. Hal itu imbas dari konten pornografi yang tersebar di platform tersebut.
Soffi Amira - Minggu, 14 Desember 2025
Imbas Konten Pornografi, X Harus Bayar Denda Rp 80 Juta ke Pemerintah
Indonesia
Polda Jabar Bakal Selidiki YouTuber Resbob Terkait Dugaan Ujaran Kebencian
Kasus ini mencuat setelah dalam salah satu siaran di YouTube, Resbob melontarkan ucapan bernada penghinaan terhadap pendukung Persib dan masyarakat Sunda. Tayangan tersebut kemudian viral dan memicu kemarahan publik.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 12 Desember 2025
Polda Jabar Bakal Selidiki YouTuber Resbob Terkait Dugaan Ujaran Kebencian
Indonesia
[HOAKS ATAU FAKTA]: Dedi Mulyadi Disambut Ribuan Orang saat Kunjungi Korban Banjir Aceh dan Padang
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, disambut ribuan orang saat mengunjungi korban banjir di Aceh dan Padang.
Soffi Amira - Kamis, 11 Desember 2025
[HOAKS ATAU FAKTA]: Dedi Mulyadi Disambut Ribuan Orang saat Kunjungi Korban Banjir Aceh dan Padang
Indonesia
DPR Usul Buzzer Bisa Langsung Diusut Tanpa Aduan, Revisi UU ITE Kembali Diungkapkan
Agar dilakukan revisi terhadap Undang-Undang ITE, agar konten dari buzzer yang berpotensi memicu kerusuhan dapat ditindak tanpa harus melalui delik aduan.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 08 Desember 2025
DPR Usul Buzzer Bisa Langsung Diusut Tanpa Aduan, Revisi UU ITE Kembali Diungkapkan
Indonesia
Indonesia Resmi Atur Anak di Ruang Digital, Sanksi Bagi Platform Tengah Dirumuskan
PP Tunas juga tidak hanya mengatur media sosial, tetapi juga mengatur seluruh penyelenggara sistem elektronik (PSE) mengingat semua platform digital juga memiliki fitur komunikasi dengan orang tidak dikenal.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 08 Desember 2025
Indonesia Resmi Atur Anak di Ruang Digital, Sanksi Bagi Platform Tengah Dirumuskan
Indonesia
Menkomdigi Tegaskan Batas Usia Pengguna Medsos Wajib Dipatuhi, PSE Siap Kena Sanksi
Meutya Hafid menegaskan batas usia anak untuk akun media sosial dalam PP Tunas. PSE wajib mematuhi aturan atau menerima sanksi dari pemerintah.
Ananda Dimas Prasetya - Senin, 08 Desember 2025
Menkomdigi Tegaskan Batas Usia Pengguna Medsos Wajib Dipatuhi, PSE Siap Kena Sanksi
Dunia
Larangan Medsos di Australia, Meta Mulai Keluarkan Anak-Anak dari Instagram dan Facebook
Diperkirakan, 150 ribu pengguna Facebook dan 350 ribu akun Instagram akan terdampak.
Dwi Astarini - Kamis, 04 Desember 2025
 Larangan Medsos di Australia, Meta Mulai Keluarkan Anak-Anak dari Instagram dan Facebook
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA]: KTP Warga Aceh Disebut 'Kebal Pinjol' berkat Kebijakan Pemprov
KTP warga Aceh disebut kebal pinjol atas kebijakan Pemprov Aceh. Lalu, apakah informasi tersebut benar?
Soffi Amira - Jumat, 28 November 2025
[HOAKS atau FAKTA]: KTP Warga Aceh Disebut 'Kebal Pinjol' berkat Kebijakan Pemprov
Indonesia
[HOAKS atau FAKTA]: Indonesia Tenggelamkan 31 Kapal Asal China di Natuna, Masuk secara Ilegal
Indonesia dikabarkan menenggelamkan 31 kapal asal China. Kapal itu masuk ke perairan Indonesia secara ilegal.
Soffi Amira - Rabu, 26 November 2025
[HOAKS atau FAKTA]: Indonesia Tenggelamkan 31 Kapal Asal China di Natuna, Masuk secara Ilegal
Indonesia
Penyebab KRL Tanah Abang-Serpong Alami Gangguan Hari ini, Dipicu Hoax soal Rel yang Patah
KRL relasi Tanah Abang-Serpong sempat mengalami gangguan pada Selasa (25/11) pagi. Hal itu dipicu adanya hoax soal rel kereta yang patah.
Soffi Amira - Selasa, 25 November 2025
Penyebab KRL Tanah Abang-Serpong Alami Gangguan Hari ini, Dipicu Hoax soal Rel yang Patah
Bagikan