Kolaborasi Kuliner dan Fesyen Ciptakan Kreativitas Apik


Perpaduan fesyen dan kuliner yang menarik. (Pexels/Jill Burrow)
KOLABORASI tak terduga antara dunia makanan dan fesyen menciptakan perpaduan yang menarik antara kreativitas dan inovasi. Meskipun secara historis, fesyen kelas atas membuat kolaborasi dengan makanan sering dianggap sebagai pantangan.
Beberapa tahun terakhir ini masyarakat melihat kolaborasi dari dua bidang yang terlihat berbeda. Perpaduan menarik ini memunculkan sejumlah koleksi yang terinspirasi dari makanan yang mendominasi fashion runways, dimana menampilkan seni yang melampaui sekedar fesyen saja.
Baca Juga:
Perusahaan Rintisan Prancis Ciptakan Jaket dari Puntung Rokok
Fesyen mengubah pula dunia kuliner. Contohnya Karl Lagerfeld yang menggelar peragaan busana supermarket bermerek Chanel dan Jeremy Scott, dengan jenakanya memasukkan merek makanan budaya pop ke dalam Moschino-nya.
Bahkan hubungan pribadi dengan makanan telah menemukan tempatnya di runway, seperti label Denim Tears terinspirasi dari makanan masa kecil. Dunia fesyen menawarkan kreasi unik seperti Pasta Puffer rancangan Rachel Antonoff yang dipuji sebagai mantel It oleh The New York Times.
Tidak hanya itu saja, dilansir dari laman CTV News, ternyata ada beberapa fesyen terkenal di luar runway seperti Prada, Gucci, dan Ralph Lauren telah membuka kafe dan restoran yang diperuntukan kepada para pecinta merek-merek favorit itu. Perancang busana terkenal, Philip Lim dan Peter Som termasuk di antara mereka yang menerbitkan buku masakan sekaligus beberapa naskah tentang kuliner di majalah.
Maka, makanan dan fesyen saat ini sudah berevolusi dan hidup berdampingan dalam kehidupan kita. Ini karena memiliki kesamaan dalam hal keahlian, kesenian, dan dedikasi terhadap kualitas.
Seperti yang dikatakan oleh Daniel Humm, pemilik Eleven Madison Park yang dikutip laman CNN Style bahwa, ada banyak kesamaan antara desainer dan koki. Ini adalah tentang kualitas bahan, menguasai keahlian, dan beradaptasi dengan musim yang selalu berubah.
Hubungan historis antara makanan dan mode bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan Christian Dior pernah menerbitkan buku yang merayakan kekayaan kuliner di Prancis. Termasuk memamerkan berbagai bahan yang digunakan dalam fesyen dan berhubungan dengan kuliner.
Hubungan ini lebih memfokuskan pada warisan budaya dari kedua industri itu yang terus mendorong kesuksesan ekonomi, yang dicontohkan oleh konglomerat mewah seperti LVMH.
Pun hubungan dengan perusahaan peralatan dapur kelas atas, seperti Smeg, yang berkolaborasi dengan Dolce & Gabbana. Kolaborasi itu menunjukan perpaduan antara keahlian dan estetika Italia. Produk lemari es yang dilukis dengan tangan berpola ubin Majolica yang semarak dan ditambah motif buah jeruk.
Baca Juga:

Perpaduan antara kuliner dan fesyen bukannya tanpa tantangan. Dolce & Gabbana berusaha untuk memasukkan budaya Tiongkok ke dalam mereknya. Sayangnya malah mendapatkan reaksi keras dan berdampak pada posisi mereka di Tiongkok.
Kolaborasi antara merek makanan dan fesyen, jika dilakukan dengan baik, akan memperluas identitas merek dan pelanggan. Bahkan mampu memenuhi keinginan akan keistimewaan dalam budaya yang menghargai peluncuran produk dalam edisi terbatas. Contoh lagi dari Puma yang bekerja sama dengan Haribo dan White Castle. Kolaborasi itu menghasilkan sneakers lucu dan layak diunggah di Instagram. Kemudian menjadi daya tarik bagi audiens yang beragam.
Tren ini memiliki akar sejarah, seperti yang terlihat pada kolaborasi McDonald's dengan perancang busana Stan Herman pada tahun 1970-an. Kemudian kemitraan dengan perancang Brandon Blackwood bersama McDonald's pada tahun 2021 yang menjadi dorongan hidangan burger khusus dari rapper Saweetie.
Kolaborasi kemudian berkembang pesat ketika saling berhubungan dengan identitas dan nilai merek. Malahan mendobrak batasan dan menawarkan perspektif baru. Desainer Telfar Clemens dalam merancang seragam White Castle terpengaruh oleh etos kerjanya melampaui batas-batas tradisional. Debut seragam itu dilengkapi dengan koleksi kapsul yang mengurangi batas antara budaya tinggi dan rendah.
Daya tarik kolaborasi ini terletak pada kemampuan mereka untuk memasarkan diri mereka sendiri. Produk dengan merek bersama menarik minat media tradisional sekaligus memicu imajinasi para public figure dan seniman. Tak mustahil kemudian menghasilkan penghargaan, tiruan, dan perpaduan jenius yang dibagikan di seluruh platform media sosial.
Pada akhirnya, perpaduan antara kuliner dan fesyen adalah tentang menciptakan identitas melalui gabungan seni dan gaya. mampu mengaitkan berbagai tema mulai dari identitas budaya hingga masalah lingkungan, keadilan tenaga kerja, dan politik.
Kedua industri ini, akan sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satu cara untuk dapat mengekspresikan personal dan sekaligus menciptakan perpaduan yang lezat dan menarik secara visual antara selera secara harfiah dan kiasan. (nda)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Giorgio Armani Meninggal Dunia, Selebritas Kenang sang Ikon Fesyen sebagai Legenda

Desainer Legendaris Italia Giorgio Armani Meninggal Dunia

Chloe Malle Resmi Diumumkan sebagai Pengganti Anna Wintour Pimpin Vogue

Jeritan UMKM di District Blok M, Harga Sewa Naik Langsung Bikin Tenant Cabut

Moscow Fashion Week Perkuat Relasi dengan Indonesia

Sepatu Nyaman Jadi Tren, Bisa Dipakai di Segala Acara

ASICS Gel Cumulus 16 Dukung Gerak Aktif dalam Balutan Gaya, Dilengkapi Teknologi Terkini untuk Kenyamanan Pengguna

The Best Jeans For Every Body: Koleksi Denim Terbaru UNIQLO Hadir Lebih Lengkap

Tampil di BRICS+ Fashion Summit in Moscow, Indonesia Soroti Industri Manufaktur Berkelanjutan

Menemukan Ketenangan dan Cita Rasa Bali di Element by Westin Ubud, Momen Sederhana Jadi Istimewa
