Jiwa Militer Latief Hendraningrat, Sang Pengerek Bendera Pusaka dan Penjaga Kemerdekaan Indonesia


Latief Hendraningrat. (Repro Merahputih.com/Cover buku Abdul Latief Hendraningrat-Sang Pengibar Bendera Pusaka 17 Agustus 1945)
TAHUN 1943 merupakan momen menggetarkan dan menakutkan bagi Jepang. Kekhawatiran terus membayangi pasukan Negeri Matahari Terbit itu atas serangan yang dilancarkan tentara Sekutu di Indonesia. Organisasi militer seperti Heiho (Pasukan Pembantu) dinilai Jepang belum cukup memadai.
Karena itu, mereka memutuskan membentuk pasukan untuk mempertahankan Indonesia yang kemudian disebut Pembela Tanah Air (Peta) pada 3 Oktober 1943.
Berdasarkan buku Sejarah Indonesia terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, struktur organisasi kemiliteran Peta tidak secara resmi diletakkan dalam struktur organisasi tentara Jepang, hal ini memang berbeda dengan Heiho.
Peta dimaksudkan sebagai pasukan gerilya yang membantu melawan apabila sewaktu-waktu terjadi serangan dari pihak musuh. Singkatnya, Peta bertugas membela dan mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan Sekutu.
Menurut Purbo S Suwondo dalam buku Peta; Tentara Sukarela Pembela Tanah Air mengatakan, pada saat itu banyak pemuda Indonesia yang menyambut dengan antusias. Tak terkecuali bagi Latief Hendraningrat, lelaki yang sebelumnya bergiat di Seinen Kunrenshoo (Pusat Latihan Pemuda).
Dikarenakan memiliki dasar kemiliteran, karier lelaki kelahiran 15 Februari 1911, Batavia itu pun berjalan lancar. Bahkan hingga Peta dibubarkan (18 Agustus 1945, versi lain 19 Agustus 1945) jabatan militernya di Peta adalah cudanco (komandan kompi, satu tingkat di bawah daidanco atau komandan batalyon).
Peran Latief dan Detik-detik Kemerdekaan
Pukul 05.00 WIB, Jumat, 17 Agustus 1945, meski dalam sedang berpuasa Ramadan para pemimpin dan pemuda keluar dari rumah Laksamana Muda Maeda Tadashi dengan perasaan bahagia serta bangga.
Pada waktu itu, baik generasi tua maupun muda telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan sebelum salat Jumat, persisnya pukul 10.00 WIB di rumah Sukarno, Jalan Pegangsaan Timur No 56.
Diselimuti rasa bahagia tak berperi, para pemuda langsung melakukan kegiatan-kegiatan untuk penyelenggaraan pembacaan naskah Proklamasi nanti siang. Mereka juga mengirim kurir untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa saat Proklamasi telah tiba.
Semua alat komunikasi digunakan untuk penyambutan Proklamasi. Pamflet, pengeras suara, dan mobil-mobil dikerahkan ke segenap penjuru kota. Pada pagi hari itu juga, Jalan Pegangsaan Timur No 56 pun dipadati oleh tokoh-tokoh penting dan sejumlah massa.
Tokoh-tokoh yang sudah hadir, antara lain Mr AA Maramis, dr Buntaran Martoatmojo, Mr Latuharhary, Suwiryo, Abikusno Cokrosuyoso, Otto Iskandardinata, Ki Hajar Dewantoro, Sam Ratulangie, Sartono, Sayuti Melik, Pandu Kartawiguna, M Tabrani, dr Muwardi, Ny SK Trimurti, dan AG Pringgodigdo.
Untuk menjaga keamanan upacara pembacaan Proklamasi, dr Muwardi meminta Latief Hendraningrat beserta beberapa anak buahnya ketika masih di Peta untuk berjaga-jaga di sekitar rumah dan sekitar jalan kereta api yang membujur di belakang rumah Sukarno (Merdeka, 17 Agustus 1972).
Wali Kota Jakarta, Suwiryo memerintahkan kepada Wilopo untuk menyiapkan peralatan yang diperlukan seperti mikrofon. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S Suhud untuk menyiapkan tiang bendera.
Menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku Api Sejarah, menjelaskan bahwa upacara kemerdekaan itu dilakukan dengan sangat sederhana, bendera pusaka dikibarkan di sebatang bambu lantaran situasi sedang darurat.
Sementara itu, S Suhud mendapatkan bendera Merah Putih dari Fatmawati. Bendera dijahit Fatmawati sendiri dan ukurannya sangat besar (tidak standar). Bendera Merah Putih yang dijahit Fatmawati dikenal dengan bendera pusaka. Namun, sejak tahun 1969 bendera pusaka tersebut tidak lagi dikibarkan dan diganti dengan bendera duplikat.
Adapun acara yang direncanakan pada upacara bersejarah itu adalah; pertama pembacaan teks Proklamasi; kedua, pengibaran bendera Merah Putih; dan ketiga, sambutan wali kota Suwiryo dan dr Muwardi dari keamanan.
Berdasarkan buku Sejarah Nasional Indonesia, Volume 6 gubahan Nugroho Notosusanto dan Mawarti Djoened Poesponegoro menyebutkan, Latief Hendraningrat mengawal dua proklamator yang diikuti oleh Fatmawati ke titik lokasi pembacaan teks Proklamasi.
Setelah teks Proklamasi berhasil dibacakan, pengibaran bendera Merah Putih dilakukan. Beban berat itu pun diserahkan kepada Latief Hendraningrat dan S Suhud. Bersamaan dengan naiknya bendera Merah Putih, para hadirin secara spontan menyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa ada yang memimpin.
Hingga momen bersejarah itu berakhir, suasana masih dalam keadaan relatif lancar. Misi pengamanan detik-detik Proklamasi, berhasil dijalankan oleh Latief Hendraningrat. Bahkan pengerekan bendera Merah Putih pun dipercayakan Latief dan sahabat karibnya, S Suhud. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Hadiri Parade Militer di Lapangan Tiananmen China, Presiden Prabowo Duduk di Samping Presiden Putin

Prabowo Berangkat ke China Lihat Parade Militer, Setelah Selesai Langsung Balik ke Indonesia

Presiden Xi Jinping Undang Presiden Prabowo Saksikan Parade Militer Peringati 80 Tahun Kemenangan Melawan Agresi Jepang
Jangan Enak-enakan Kerja di Ruangan, Prabowo: Pimpinan TNI Harus Ikut Turun ke Tempat Paling Berbahaya

Indonesia Terapkan 'Pertahanan Semesta', Prabowo Minta Rakyat Jaga Tanahnya agar Tidak Dikuasai Asing

[HOAKS atau FAKTA]: BIN Umumkan Terjadi Darurat Militer karena Ada Upaya Oposisi Mengudeta Prabowo
![[HOAKS atau FAKTA]: BIN Umumkan Terjadi Darurat Militer karena Ada Upaya Oposisi Mengudeta Prabowo](https://img.merahputih.com/media/a6/e7/fa/a6e7fac4f077240da7246c24344ddaad_182x135.png)
Setelah Jenderal Amerika Serikat, Prabowo Didatangi Petinggi Militer China dan Langsung Dijanjikan Penguatan Teknologi Milter

14 Warga Sipil dan Seorang Tentara Thailand Tewas Akibat Serangan Roket Kamboja

Film 'Believe: Takdir, Mimpi, Keberanian' Bikin Nyesek, Kisah Perjuangan dan Pengorbanan Seorang Prajurit

Hariff Defense dan PT Dahana Resmikan Sinergi untuk Kemandirian Teknologi Pertahanan
