Ini Delapan Kelompok yang Diduga Otak Kerusuhan 22 Mei


Kericuhan massa Aksi 22 Mei di jalan MH. Thamrin di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), Jakarta, Kamis, (22/5/2019). Foto: Merahputih.com / Rizki Fitrianto
MerahPutih.com - Polri menyebut ada 8 kelompok yang terlibat di balik kerusuhan 21-22 Mei. Mereka disebut bukan bagian dari kelompok Kivlan Zen, maupun kelompok teroris yang juga merencanakan aksi di waktu yang sama.
Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi Ario Seto menjelaskan kebanyakan dari kelompok itu merupakan ormas.

"Kelompok yang sampai dengan hari ini kita berhasil ungkap itu yang pertama adalah oknum, oknum saya katakan dari kelompok Islam yang berasal dari beberapa daerah adalah dari Serang, Tangerang, Cianjur, Banten, jakarta , Banyumas, Majalengka, Tasikmalaya Lampung dan Aceh," ujar Suyudi kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta Selatan (5/7)
BACA JUGA: Moeldoko Tegaskan Otak di Balik Kerusuhan 22 Mei Segera Terungkap
Kemudian ada kelompok oknum ormas, organisasi kemasyarakatan ini GRS, FK dan GR.
"Kemudian ada juga oknum relawan," imbuh Suyudi
Dalam slide yang ditayangkan saat konferensi pers, ada juga kelompok dari oknum partai politik. Kelompok itu berasal dari partai GR, PN, dan PS.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan delapan kelompok itu diduga melakukan aksi secara terencana.
"Ada delapan kelompok yang bermain. Alat-alat apa yang disiapkan, berapa jumlah uang yang diberikan kepada kelompok-kelompok tersebut untuk melakukan penyerangan kepada aparat, semua terus didalami" ujar Dedi
Dalam proses pembuktian, lanjut Dedi, pihaknya menggunakan scientific crime investigation. Salah satunya, face recognition (identifikasi wajah).

"Ini cukup rumit. Dengan proses yang cukup panjang dengan identifikasi wajah itu telah ada 704 visual yang diperiksa, dari 60 CCTV, 470 video amatir, 93 foto, dan 62 dari media massa," ungkap Dedi.
BACA JUGA: Pensiunan Jenderal Pendukung Prabowo Dalangi Kerusuhan 21-22 Mei, BPN: Hoaks!
Proses secara ilmiah itu menurut Dedi, memerlukan waktu dan penelitian serta tidak bisa terburu-buru.
"Itu harus mencocokkan satu-satu. Dari situ, penyidik melakukan proses investigasi. Ketika menemukan dua alat bukti, kita langsung menetapkan tersangka," jelasnya. (Knu)