Hakim MK Nilai Sistem Pemilu Terbuka Lebih Demokratis


Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (23/5). ANTARA/A Rauf Andar Adipati
MerahPutih.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi pasal dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur tentang sistem pemilihan umum (pemilu)
Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut, maka pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka.
Baca Juga
Hakim MK Suhartoyo menjelaskan, kelebihan sistem proporsional terbuka, antara lain meningkatkan kualitas kampanye dan program kerja para caleg untuk mendapatkan suara sebanyak mungkin sehingga bisa memperoleh kursi di lembaga perwakilan.
"Selain itu, memungkinkan pemilih menentukan calon secara langsung dan pemilih memiliki kebebasan memilih dari partai politik tertentu tanpa terikat nomor urut yang telah ditetapkan oleh partai tersebut," katanya di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (15/6).
Hal ini memberikan fleksibilitas pemilih untuk memilih calon yang mereka anggap paling kompeten atau sesuai dengan preferensi mereka. Tak hanya itu, kata Suhartoyo, sistem proporsional terbuka dinilai lebih demokratis.
Baca Juga
Pasalnya, dalam sistem ini, representasi politik didasarkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau calon sehingga memberikan kesempatan yang lebih adil bagi partai atau calon yang mendapatkan dukungan publik yang signifikan.
Sementara, kata Suhartoyo, kekurangan sistem proporsional terbuka adalah memberikan peluang terjadinya politik uang. Menurut dia, keberadaan modal politik yang besar ini dapat menjadi hambatan bagi kandidat dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah untuk berpartisipasi.
Disebutkan juga bahwa sistem proporsional terbuka juga dapat mereduksi peran partai politik karena terbuka kemungkinan adanya jarak antara anggota calon legislatif dengan partai politik.
Kelemahan lainnya adalah pendidikan politik oleh partai politik yang tidak optimal, di mana partai politik cenderung memiliki peran yang lebih rendah dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilih.
"Akibatnya partai politik menjadi kurang fokus dalam memberikan informasi dan pemahaman yang mendalam tentang isu isu politik kepada pemilih," ungkap Suhartoyo. (Knu)
Baca Juga
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Imunitas Jaksa Dibatasi oleh Putusan MK, Kejagung Janji Lebih Berintegritas

Putusan MK 'Paksa' Revisi UU ASN, DPR Tegaskan Perlunya Pembentukan Lembaga Independen Baru untuk Awasi Sistem Merit

Istana Pelajari Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Pembentukan Lembaga Pengawas ASN, Diklaim Sejalan Dengan Pemerintah

Komisi Kejaksaan Hormati Putusan MK soal Pembatasan Imunitas Jaksa

MK Batasi Imunitas Kejaksaan: Pemeriksaan Hingga OTT Jaksa Tidak Perlu Izin Jaksa Agung

Bengkel Kebakaran, TransJakarta Koridor 13 Mampang-Ciledug Cuma Sampai Halte JORR Petukangan

MK Wajibkan Pemerintah Bentuk Lembaga Independen Awasi ASN, Tenggat Waktunya 2 Tahun

PSSI Resmi Akhiri Kontrak Patrick Kluivert Usai Gagal Bawa Indonesia ke Piala Dunia 2026

Rumus Kenaikan UMP 2026 Ditargetkan Kelar November, Pemerintah Bakal Merujuk Putusan MK 168

Calon Praja IPDN Meninggal Setelah Pingsan Saat Ikut Apel Malam
