Gus Dur Tokoh NU yang Pernah Jadi Presiden


Putri almarhum Gus Dur, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau Yeni Wahid (tengah), usai gladi bersih pembukaan Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, Jumat (31/7).
MerahPutih Nasional - Ormas islam terbesar di tanah air Nahdlatul Ulama (NU) akan menggelar Muktamar ke-33. Muktamar dilaksanakan di Jombang, Jawa Timur sejak 1-5 Agustus 2015.
Muktamar sendiri adalah forum permusyawaratan tertinggi di NU. Dalam muktamar akan dibahas isu-isu aktual dan strategis yang dihadapi oleh ormas yang lahir pada tahun 1926 tersebut. Muktamar mengambil tema Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia.
Sejak berdiri tahun 1926 hingga kini NU banyak memberikan kontribusi positif kepada banga Indonesia. Kontribusi tersebut bukan hanya dalam ranah agama dan sosial semata, melainkan NU juga berhasil mengantarkan kader terbaiknya duduk sebagai Presiden RI KH Abdurrahman Wahid.
Pada era Presiden Sukarno kader NU juga menempati banyak posisi penting dijajaran pemerintahan. Sebut saja KH Wahid Hasyim dan Saifuddin Zuhri yang duduk sebagai Menteri Agama.
Kemudian pada zaman Orde Baru, NU memperjuangkan aspirasi politiknya lewat Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Lewat partai politik berlambang Ka'bah itu NU ikut serta mewarnai dinamika dan kehidupan politik di tanah air. Kemudian pada era reformasi KH Abdurrahman Wahid yang juga pewaris darah biru pendiri NU KH Hasyim Asy'ari terpilih sebagai orang pertama di tanah air.
Namun demikian bukan perkara mudah bagi Gus Dur untuk bisa tampil dipucuk kekuasaan. Sebelum masuk ke dalam ranah politik, Gus Dur pernah menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidziyah NU pada tahun 1984-1999. Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum Tanfidziyah NU pada Muktamar k2 27 di Situbondo pada tahun 1984.
Dalam Muktamar Situbondo tersebut menghasilkan dua keputusan penting. Keputusan pertama NU menerima Pancasila sebagai satu-satunya AzaS. Keputusan kedua, NU menarik diri dari hiruk-pikuk dunia politik dan kembali kepada Khittah awalnya dengan menjadi ormas keagamaan sesuai dengan Khittah pada tahun 1926. Pada tahun itu juga NU secara resmi melepaskan diri dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Seiring dengan berjalannya waktu dan tumbangnya Orde Baru pada tahun 1998, sejumlah tokoh utama NU mendirikan partai politik bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sebelum mendirikan PKB Gus Dur dengan beberapa tokoh nasional terkemuka sebut saja Amien Rais, Megawati Soekarnoputri dan Sri Sultan Hamengkubowono X. Mereka sepakat dan mendukung reformasi dan menyudari era Orde Baru.
Dalam pemilu tahun 1999, PKB berhasil mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Tampilnya Gus Dur sebagai pucuk pimpinan di tanah air tidak lepas dari koalisi Poros Tengah yang dicetuskan Amien Rais.
Pada pemilu tahun 1999, PKB berhasil meraih 12% suara sedangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendulang 33% suara.Namun demikain fakta politik berkata lain, meski PKB meraih suara lebih sedikit ketimbang PDIP, namun Gus Dur dapat terpilih sebagai Presiden RI keempat.
Amien Rais bersama dengan partai-partai politik membentuk sebuah koalisi yang dikenal dengan sebutan Poros Tengah. Dengan kecerdikan akal, poros tengah memiliki suara dominan di MPR RI. Secara tegas pada tanggal 7 Oktober tahun 1999, Amien Rais secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai calon Presiden. Pada tanggal 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban BJ Habibie.
Dalam waktu singkat peta politik segera berubah. Partai Golkar yang dipimpin oleh Akbar Tanjung secara resmi mendukung Gus Dur sebagai Presiden. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara. (bhd)
BACA JUGA:
Di Muktamar Jombang, NU Akan Bahas soal Mudahnya MUI Berfatwa
Muktamar NU ke-33 Dihadiri Sekitar 3859 Utusan dan Tak Hanya Bahas Agama
Ketua PBNU KH. Said Agil: Islam Nusantara Bukan Mazhab Baru
Ketua Umum PBNU: Sekali Lagi, NU Bukan Partai Politik