Fokus Utama Revisi UU TNI Harusnya Reformasi Peradilan Militer
Ilustrasi (MP/Didik Setiawan)
MerahPutih.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menolak pengesahan revisi Undang-Undang TNI oleh DPR RI. Hal itu lantaran UU TNI memperluas kewenangan militer dalam jabatan sipil dan berpotensi mengancam prinsip supremasi sipil dalam demokrasi.
“Disahkannya RUU TNI ini merupakan tanda kemunduran demokrasi,” ungkap Ketua Umum AJI, Nany Afrida dalam keterangannya, Rabu (26/3).
Menurut AJI, yang seharusnya direvisi dalam UU TNI adalah mekanisme peradilan bagi anggota militer yang melakukan tindak pidana umum.
Data kekerasan tahun 2024 mencatat, TNI menduduki posisi kedua pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Sementara hingga Maret 2025, institusi TNI sudah melakukan kekerasan pada jurnalis sebanyak satu kali.
Baca juga:
RUU TNI Terus Ditentang, Kapuspen Nyatakan Siap Hadir Dalam Berbagai Forum Diskusi
Saat ini, anggota TNI yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil, termasuk jurnalis, hanya diadili di peradilan militer dengan hukuman yang ringan dan jauh dari efek jera. Seharusnya, anggota TNI yang melanggar hukum pidana diadili di pengadilan sipil, bukan militer.
“Jika mereka melakukan tindak pidana umum, seperti kekerasan terhadap jurnalis, maka (seharusnya) pengadilan yang berwenang adalah pengadilan sipil,” kata Nany.
Ia menjelaskan, hukuman yang dijatuhkan di pengadilan sipil bisa mencapai tahunan, menciptakan efek jera yang lebih kuat dan memastikan keadilan bagi korban. Berbeda dengan pengadilan militer, yang hukumannya lebih rendah.
AJI Beranggapan, revisi UU TNI harusnya difokuskan pada reformasi peradilan militer, memastikan transparansi dan akuntabilitas hukum bagi prajurit yang melanggar hukum, serta mengembalikan TNI pada tugas utamanya sebagai penjaga pertahanan negara, bukan alat politik atau kekuasaan.
"Kehadiran UU TNI ini makin menunjukkan watak rezim pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang sangat militeristik," tegasnya.
Lebih lanjut Nany menambahkan, Presiden Prabowo, yang selama ini dianggap punya masa lalu buruk tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), menunjukkan keinginannya untuk memperkuat posisi kekuasaan dengan cara melibatkan militer dalam ranah sipil.
AJI juga menyoroti proses pengesahan RUU TNI yang mengabaikan aspirasi dan partisipasi publik.
"Sejumlah aksi di berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Manado, Purwokerto, Bandung dan lainnya membuktikan bahwa rakyat tidak menghendaki pengesahan RUU TNI," pungkasnya. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Diteror Karena Aksinya Memberantas Korupsi, Rumah Menkeu Purabaya Kini Dijaga Provost TNI
Danpaspampres era Jokowi, Marsda Wahyu Hidayat Wafat
TNI Diterjunkan ke Ujung Kulon Kumpulkan Sperma dan Ovum Badak Jawa
Setara F-16 Fighting Falcon, Begini Spesifikasi Jet Chengdu J-10 yang Dibeli Pakai APBN Rp 148 T
Ratusan Pewira Tinggi dan Menengah Dimutasi Panglima TNI, Ada Sesmilpres Kemensetneg dan Kadispenad
DPR Ingatkan Pentingnya AI dan Cyber Defense untuk Fungsi Pertahanan Modern di Tubuh TNI
Komisi I DPR Siap Kawal OMSP TNI di UU Baru, Tolak Dwifungsi dan Fokus Tugas Siber
TNI Diperbantukan Kawal MBG, DPR Ungkap Pentingnya Kolaborasi Alat Negara dalam Mendeteksi Masalah dan Antisipasi Keracunan
Imbas Insiden 2 Prajurit Gugur, TNI Evaluasi Keseluruhan HUT ke-80
DPR Tanggapi Corak Loreng Baru TNI: Cocok untuk Kamuflase dan Misi Internasional