Filosofi Burung dan Pemberdayaan Perempuan dalam ‘Kukila Khatulistiwa’


Seniman dan edukator batik Dave Tjoa menunjukkan kain batik tiga negeri khas Lasem.(foto: Merahputih.com/Dwi Astarini)
MERAHPUTIH.COM - "BATIK ini punya kisah perempuan," kata seniman dan edukator batik Dave Tjoa saat berbicara pada talkshow Merdeka Berkarya yang digelar di Antara Heritage Center, Jumat (6/9) sore.
Berdiri di tengah ruangan, Dave menyampirkan selendang batik tiga negeri buatan Lasem di lengannya. Kain batik berwarna biru itu belum rampung dikerjakan. Belum dicelup warna sogan. "Kain batik ini bukan untuk fesyen. Kain panjang ini dipakai para perempuan di sana untuk bekerja. Ibu-ibu pergi ke ladang atau pasar, bawa bakul, ya pakai kain ini," imbuhnya.
Rupanya kisah di balik selembar kain batik ‘setengah jadi’ itulah yang membuat Dave menyukai kain yang ia pakai sore itu. Bagi Dave, batik dan perempuan amatlah lekat. "Emansipasi perempuan dalam batik ini amat besar. Batik itu dibuat perempuan. Kalaupun ada pekerja pria, itu untuk bagian pekerjaan kasar," jelasnya dalam temu wicara yang digelar serangkaian Pameran Batik Kukila Khatulistiwa.
Tak dimungkiri memang produksi batik tulis dengan canting umumnya dikerjakan perempuan pembatik. Kaum hawa lah yang duduk memegang canting, berkarya menghasilkan lembar-lembar cantik batik. Kesabaran, ketekunan, kehalusan, dan kreativitas perempuan, menurut Dave, menjadi kekuatan dalam pengerjaan batik. Dari tangan lihai perempuan pembatik inilah lahir berbagai motif seperti bunga, tanaman, hingga fauna seperti burung.
Baca juga:
“Motif batik ini muncul dari inspirasi apa yang mereka lihat sehari-hari. Ada yang lihat bunga, ya dibuat bunga. Kemudian ada pula yang terinspirasi keindahan burung, muncul motif burung," katanya.
Motif batik dan warnanya, kata Dave, bisa menunjukkan karakteristik daerah pembuatan batik. Daerah pesisir, misalnya, warnanya lebih cerah, mencolok, dengan motif bunga dan tanaman. "Untuk daerah yang jauh dari pesisir, warnanya lebih gelap, seperti sogan. Motifnya pun berbeda. Seperti Solo yang punya banyak motif burung,” katanya.

Motif burung, kata Dave, punya filosofi yang membuatnya menarik. Burung ialah makhluk yang bebas. Dengan sayap, burung merdeka menjelajah ke mana saja. Beberapa burung juga memiliki keindahan, semisal burung merak. “Motif burung ini membawa filosofi kebebasan, kemerdekaan, seperti layaknya burung Garuda yang jadi lambang negara kita,” jelas Dave saat berbincang bersama Merahputih.com, Jumat (6/9).
Dalam Pameran Batik Kukila Khatulistiwa, Dave menampilkan 17 koleksi kain batik miliknya yang berasal dari 1950-an hingga 1970-an. Kain-kain itu nemapilkan motif burung nan indah dalam warna-warna sogan khas Solo. Pameran Kukila Khatulistiwa digelar di Antara Heritage Center, Jakarta, dari 31 Agustus sampai 10 September.
“Kain-kain batik ini dikerjakan para perempuan hebat yang terlatih membatik. Batik ini empowering women. Kita menghargai karya para perempuan lewat selembar kain batik ini,” tutupnya.(dwi)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Giorgio Armani Meninggal Dunia, Selebritas Kenang sang Ikon Fesyen sebagai Legenda

Desainer Legendaris Italia Giorgio Armani Meninggal Dunia

Chloe Malle Resmi Diumumkan sebagai Pengganti Anna Wintour Pimpin Vogue

Moscow Fashion Week Perkuat Relasi dengan Indonesia

Sepatu Nyaman Jadi Tren, Bisa Dipakai di Segala Acara

ASICS Gel Cumulus 16 Dukung Gerak Aktif dalam Balutan Gaya, Dilengkapi Teknologi Terkini untuk Kenyamanan Pengguna

The Best Jeans For Every Body: Koleksi Denim Terbaru UNIQLO Hadir Lebih Lengkap

Tampil di BRICS+ Fashion Summit in Moscow, Indonesia Soroti Industri Manufaktur Berkelanjutan

Adidas Indonesia Rayakan Keberagaman Lewat FW25 Island Series Indonesia Graphic Tees, Bawa Semangat ‘Satu Nusa Satu Bangsa’

Plaza Indonesia Fashion Week 2025: Surat Cinta untuk Mode Lokal
