Cukai Rokok Tak Naik 2026: Antara Kepentingan Ekonomi dan Ancaman Kesehatan Publik
Ilustrasi rokok. Foto Freepik
MerahPutih.com - Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2026 menuai kritik dari berbagai elemen masyarakat.
Organisasi masyarakat sipil seperti Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), hingga kelompok perempuan terdampak rokok secara simbolis mengirimkan karangan bunga ke kantor Kementerian Keuangan sebagai bentuk protes.
Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan, menanggapi santai aksi tersebut. “Biarin, bunganya wangi kok bagus, nggak apa-apa. Jadi begini, setiap kebijakan kan ada pro dan kontra. Ada yang suka, ada yang nggak suka,” katanya menanggapi aksi pengiriman karangan bunga ke kantornya sebagai bentuk kritik, Selasa (30/9/2025).
Baca juga:
Dikritik Organisasi Masyarakat Sipil Karena Tidak Naikkan Cukai Rokok, Menkeu Santai
Namun, di balik pernyataan santai itu, ada perdebatan besar yang belum selesai: apa sebenarnya prioritas negara, ekonomi atau kesehatan masyarakat?
Cukai Rokok
Data Kenaikan dan Keputusan Tahun 2026
Selama 15 tahun terakhir, cukai rokok di Indonesia umumnya naik setiap tahun dengan rata-rata kenaikan 10-12%. Namun, ada tiga tahun ketika cukai tidak mengalami kenaikan, yaitu 2014, 2019, dan 2025, seperti dikutip dari data Kementerian Keuangan.
| Tahun | Kenaikan Cukai (%) |
|---|---|
| 2012 | 11,2 |
| 2013 | 8,5 |
| 2014 | - |
| 2015 | 8,72 |
| 2016 | 11,19 |
| 2017 | 10,54 |
| 2018 | 10,04 |
| 2019 | - |
| 2020 | 23 |
| 2021 | 12,5 |
| 2022 | 12 |
| 2023 | 1 |
| 2024 | 1 |
| 2025 | - |
| 2026 | - (Belum naik) |
Pada 2026, pemerintah memutuskan tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dengan alasan menjaga kelangsungan industri dan mencegah peredaran rokok ilegal.
Baca juga:
Gubernur Pramono Jamin Raperda Kawasan Tanpa Rokok Tak Akan Matikan Bisnis UMKM
Argumen Pemerintah: Industri Tak Boleh Mati

Menurut Purbaya, keputusan ini adalah bagian dari strategi untuk menjaga keberlangsungan industri rokok dan melindungi lapangan kerja.
“Kan sudah hitung alasannya kenapa. Karena saya nggak mau industri kita mati. Terus, kita biarkan yang ilegal hidup,” kata Purbaya
Ia juga menyebut bahwa aspek kesehatan bukan satu-satunya faktor dalam merumuskan kebijakan fiskal seperti cukai.
“Kalau dia (kebijakan kesehatan) bisa menciptakan lapangan kerja sebanyak yang terjadi gara-gara industri yang mati, boleh kita ubah kebijakannya langsung,” tegasnya lagi.
Baca juga:
Rokok Ilegal Kuasai Pasar, Siap Siap Warung dan E-Commerce Kena Razia
Kritik dari Masyarakat Sipil: Rokok Merusak Generasi
Di sisi lain, aktivis dan masyarakat sipil menilai keputusan ini sangat mengecewakan dan berbahaya. Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra, menekankan bahwa kebijakan cukai seharusnya melindungi publik, bukan industri.
“Setiap tahun, Indonesia kehilangan ratusan juta tahun hidup sehat (QALYs) karena rokok,” ucap Manik dalam keterangannya.
Bahkan, BPJS Kesehatan menghabiskan Rp15,6 triliun pada 2019 untuk membiayai pengobatan penyakit akibat rokok. Tak hanya itu, keluarga miskin di Indonesia menghabiskan 12% pendapatan bulanannya untuk membeli rokok, bukan makanan bergizi atau pendidikan anak.
Manik juga menyinggung rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO): “Cukai rokok seharusnya membuat harga rokok minimal 70% lebih mahal agar efektif melindungi publik,” tegasnya.
Rokok Ilegal Bukan Alasan yang Kuat
Salah satu alasan kuat pemerintah tidak menaikkan cukai adalah kekhawatiran akan maraknya rokok ilegal. Namun, aktivis seperti Daniel Beltsazar Jacob, Advocacy Lead IYCTC, menilai argumen tersebut terlalu menyederhanakan masalah.
“Bukti global menunjukkan bahwa rokok ilegal jauh lebih dipengaruhi kelemahan penegakan hukum, rantai suplai gelap, dan kolusi pemain nakal, bukan sekadar tarif cukai yang tinggi,” ucap Daniel.
Solusi yang ditawarkan adalah penguatan penegakan hukum dan pengawasan oleh Bea Cukai.
“Solusinya adalah perkuat Bea Cukai dalam track and tracing, dan alokasi strategis DBHCHT untuk operasi penertiban dan penegakan hukum di daerah,” tegas Daniel.
Baca juga:
Fakta Menarik Tentang Cukai Rokok di Indonesia
-
Hanya 3 kali dalam 15 tahun cukai tidak naik: 2014, 2019, dan 2025.
-
BPJS menghabiskan Rp15,6 triliun untuk pengobatan penyakit akibat rokok (2019).
-
Keluarga miskin habiskan 12% penghasilan untuk rokok.
-
WHO rekomendasikan harga rokok 70% lebih mahal untuk mengurangi konsumsi.
-
Cukai rokok menyumbang hingga 10% dari total penerimaan cukai nasional.
Bagikan
ImanK
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA]: Prabowo Perintahkan Semua Kantor Desa Diaudit, Menkeu Purbaya Didemo Para Kades
[HOAKS atau FAKTA] : Menkeu Purbaya Kasih Pinjaman Cepat Rp 500 Juta, Segera Cair Tanpa Jaminan
Menteri Purbaya Kirim Pesan di Hari Ibu, enggak Usah Takut Ekonomi akan Membaik Terus
[HOAKS atau FAKTA]: Menkeu Purbaya Kesal Rapat DPR Bahas Bencana Alam Sudah Habiskan Anggaran Rp 20 Miliar
[HOAKS atau FAKTA] : Menkeu Purbaya Minta Pemda Pakai Uang Sendiri untuk Tangani Bencana Alam
Penerimaan Negara Bakal di Bawah Target, Menkeu Pantau Ketat Pajak
Teguran Menkeu ke Bea Cukai Yang Ingin Kirimkan Pakaian Impor Sitaan ke Korban Bencana
Menkeu Klaim Kinerja Bea Cukai Membaik, Tahan Bicara ke Kemen PANRB Buat Rumahkan Pegawai
[HOAKS atau FAKTA]: Menkeu Purbaya Sidak ke Bandara IMIP Morowali Temukan 3,5 Kilogram Emas Tengah Tertimbun
[HOAKS atau FAKTA ]: Menkeu Purbaya Usulkan Gaji Guru Setara Anggota DPR