Bulan Bundar di Sastra Bulan Purnama Ke-59

Selvi PurwantiSelvi Purwanti - Jumat, 26 Agustus 2016
Bulan Bundar di Sastra Bulan Purnama Ke-59

Ardi Susanti penyair dari Tulungagung sedang membaca puisi dalam acara Sastra Bulan Purnama di Amphytheater Tembi Rumah Budaya. (Foto: Tembi Rumah Budaya)

Ukuran:
14
Audio:

MerahPutih Budaya - Bulan bundar, langit cerah menjadi dekorasi alami Sastra Bulan Purnama edisi 59, yang diselenggarakan Kamis, 18 Agustus 2016 di Amphytheater Tembi Rumah Budaya, jalan Parangtritis Km 8,5, Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta menampilkan tiga penyair dari tiga kota, Sutirman Eka Ardhana (Yogyakarta), Ardi Susanti (Tulungagung) dan Resmiyati (Klaten). Sedianya Slamet Riyadi Sabrawi ikut tampil, tetapi karena Sabtu 13 Agustus 2016 lalu dipanggil Tuhan, maka dia urung untuk tampil.

Tiga penyair dari tiga kota melaunching antologi puisi masing-masing berjudul ‘Malioboro 2057’ (Sutirman Eka Ardhana), “Terbasuh Pesonamu” (Ardi Susanti) dan ‘Membelah Bulan’ (Resmiyati). Selain dibacakan sendiri, puisi karya tiga penyair tersebut juga dibacakan oleh para pembaca lain, terutama para dokter spesialis, dan ada yang diubah menjadi lagu dan diolah menjadi pertunjukan monolog dan gerak tari puisi.

Sutirman Eka Ardhana, seorang penyair senior dari Yogya dan aktif menulis sejak tahun 1970-an dan ikut Persada Studi Klub asuhan Umbu Landu Paranggi telah menulis banyak puisi dan sejumlah antologi puisi sudah diterbitkan, termasuk novel. Pada Sastra Bulan Purnama 59, dia membacakan puisinya yang terkumpul dalam antologi ‘Malioboro 2057.

Eka, demikian panggilannya, semasa muda memang tumbuh dan berproses di Malioboro bersama teman penyair seangkatannya seperti Emha Ainun Najib, Linus Suryadi AG, Slamet Riyadi Sabrawi dan teman-teman lainnya. Dia tampil di awal untuk membacakan puisi karyanya. Mungkin sudah tidak lagi muda, sehingga tidak perlu atraksi dalam membaca puisi, berbeda ketika dia masih muda tahun 1980-an, Eka membaca puisi sambil kepalanya ada api menyala, sehingga terkesan sekaligus bermain magic.

Resmiyati, antologinya berjudul ‘Membelah Bulan’, penyair muda dari Klaten dan tampil dengan penuh semangat. Ekspresi wajahnya memberikan kesan kalau dia menghayati puisi yang dibacakannya, lebih-lebih puisi itu karya sendiri. Puisinya bersifat prosais, ada dialog layaknyanya cerpen, sehingga dalam membaca puisi perlu memperhatikan peran dialog dalam puisinya.

Ardi Susanti, membawakan puisi dari buku karyanya yang berjudul ‘Terbasuh Pesonamu’, seperti kebiasaan dia dalam membaca puisi, selalu penuh semangat dan terkadang terasa atraktif. Selalu tidak lupa, tangannya digerak-gerakan ke atas, kiri dan kanan, seolah memberi tanda dia sedang mengekspresikan puisi yang sedang dibacakannya. (Fre)

BACA JUGA:

  1. Revitalisasi Kebudayaan, Kemdikbud Ajak Budayawan Banten Berdialog
  2. Sambut HUT RI, Pondok Pesantren Ini Gelar Aksi Budaya Religi
  3. Keraton Kanoman Ingin Seni dan Budaya Cirebon Mampu Mendunia
  4. Yuk, Nonton Seren Taun di Kampung Budaya Sindangbarang
  5. Napak Tilas Budaya Tiongkok dalam Festival Cheng Ho Semarang
#Festival Musik Tembi #Tembi Rumah Budaya
Bagikan
Ditulis Oleh

Selvi Purwanti

Simple, funny and passionate. Almost unreal

Berita Terkait

Bagikan