BMKG Ungkap Sektor yang Terdampak Kemarau Berkelanjutan
Tanah kering akibat kemarau. Foto: ANTARA
MerahPutih.com - Musim kemarau masih terjadi di sebagian wilayah tanah air. Bahkan, sejumlah sektor terkena imbasnya.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, dampak lanjutan tersebut memengaruhi sejumlah sektor di antaranya pertanian, sumber daya air, kehutanan, perdagangan, energi, dan kesehatan.
Dampak tersebut, lanjut Dwikorita, yaitu di sektor pertanian. Di mana produksi tanaman pangan terancam mengalami penurunan akibat terganggunya siklus masa tanam, gagal panen, kurangnya ketahanan jenis tanaman atau penyebaran hama yang aktif pada kondisi kering.
"Di sektor sumber daya air, situasi ini berakibat pada berkurangnya sumber daya air," kata Dwikorita dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (2/11).
Tidak berhenti sampai di situ, tambah Dwikorita, di sektor perdagangan memicu lonjakan harga bahan pangan.
Di sekor kehutanan mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan. Lalu, sektor energi, situasi tersebut menekan jumlah produksi energi yang bersumber dari PLTA.
Sedangkan di sektor ketahanan meningkatkan risiko kesehatan berkaitan dengan sanitasi dan ketersediaan air bersih untuk di konsumsi dan kebersihan.
"Bagi daerah yang mengalami karhutla, kondisi ini juga dapat berakibat pada polusi udara dan memicu terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)," imbuhnya.
Sementara itu, Dwikorita menyebut bahwa sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami kondisi curah hujan sangat rendah pada Juli, Agustus September dan Oktober 2023.
Meliputi sebagian besar Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian besar Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, sebagian Maluku, sebagian Maluku Utara dan sebagian Papua.
Berdasarkan pantauan BMKG, hingga pertengahan Oktober 2023, sebagian wilayah di Pulau Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali - Nusa Tenggara, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi bagian selatan, Maluku.
"Termasuk Papua bagian selatan telah mengalami Hari Tanpa Hujan berturut-turut antara 21-60 hari," imbuh Dwikorita.
Sedangkan, Hari Tanpa Hujan (HTH) kategori Ekstrem Panjang dengan HTH lebih dari 60 hari terpantau terjadi di wilayah Lampung, Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Di Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB, Kalteng, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua.
Adapun HTH terpanjang tercatat selama 176 hari terjadi di Sumba Timur & Rote Ndao - Nusa Tenggara Timur. Situasi ini harus menjadi perhatian kita bersama mengingat sebaran titik panas di Indonesia menunjukkan peningkatan terutama di daerah rawan karhutla.
"Pulau Kalimantan memiliki titik panas terbanyak dengan tingkat kepercayaan tinggi, diikuti oleh Sumatera bagian selatan, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Papua Selatan," tuturnya.
Dwikorita mengungkapkan, terdapat sejumlah strategi yang dapat diambil pemerintah sebagai upaya kesiap-siagaan yaitu menguatkan manajemen air yang efisien untuk memastikan pasokan air yang cukup untuk pertanian dan pemenuhan kebutuhan masyarakat. (Knu) .
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
Gempa M5,6 Guncang Bengkulu Utara, BMKG Pastikan Tak Berpotensi Tsunami
Prediksi BMKG Jumat 26 Desember 2025: Jakarta Pusat dan Utara Hujan Ringan Pagi-Pagi
Hujan Ringan Guyur Mayoritas Kota Besar Indonesia, Rabu (24/12)
Prakiraan BMKG Rabu 24 Desember: Jakarta Hingga Papua Diprediksi Hujan, Ada Bibit Siklon 93S Mengintai
Waspada! Minggu ke-3 Bulan Desember Sampai Awal Januari 2026 Curah Hujan Kembali Meningkat
Peningkatan Curah Hujan Jelang Natal dan Tahun Baru, BMKG Imbau Masyarakat Waspada
Prakiraan BMKG 2026: Sumatera Hingga Jawa Bagian Utara Bakal Berasa 'di Atas Kompor'
BMKG Ramal Iklim 2026 Lebih Adem dan Kalem: La Nina Lemah Pamit di Bulan Maret, Iklim Global Kembali Waras?
BMKG Prediksi Perayaan Natal 2025 akan Diwarnai Hujan Deras di Jabodetabek dan Wilayah Lain
Prakiraan Cuaca Jakarta Selasa 23 Desember: Hujan Ringan Merata di Seluruh Wilayah