Bangkitkan Budaya Bahari dengan Gerakan Ayo Berlayar

KRI Dewaruci (MP/Muchammad Yani)
Merahputih.com beruntung bisa merasakan ketangguhan KRI Dewaruci dalam mengarungi lautan pada 11-14 Agustus. Ketika itu, kapal berusia 65 tahun tersebut berlayar dari Jakarta ke Palembang dalam rangka memperingati HUT ke-73 RI dan mendukung Asian Games.
Pelayaran tersebut merupakan yang pertama mengajak masyarakat sipil. Sebanyak 53 peserta, terdiri dari siswa sekolah pelayaran dan masyarakat umum lainnya, ikut berbagai rangkaian kegiatan di atas kapal selama mengarungi laut, termasuk pemberian bekal pengetahuan bahari dari Community for Maritime Studies Indonesia (CMSI).
Nino Krisnan, Sekretaris Jenderal CMSI, mengatakan Indonesia sudah kehilangan jati diri sebagai bangsa bahari. Padahal, ketika masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, Nusantara sangat terkenal dengan kekuatan armada lautnya.
"Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, saya rasa kesadaran kebaharian belum menjadi arus utama sehingga kebaharian ini belum terinternalisasi secara kolektif ke sanubari bangsa," ucapnya kepada Merahputih.com di atas KRI Dewaruci, Senin (13/8).
Baca juga: Merasakan Berlayar Bersama KRI Dewaruci, Kapal Legendaris Indonesia
Baca juga: KRI Dewaruci, Akankah Dipensiunkan?
Pendiri Kakanoo Marine itu meyakini bahwa Indonesia kembali menjadi bangsa bahari, sehingga dipastikan Indonesia akan lebih maju jika dibandingkan dengan sekarang dalam berbagai sektor ekonomi maritim-agraris seperti transportasi, pariwisata, pertanian, perikanan, peternakan, dan energi terbaharukan, yang didukung teknologi berbasis budaya dan ilmu pengetahuan yang berkarakter Nusantara.
"Ini bisa kita bangkitkan dengan budaya bahari dan menemukan kembali jati diri Indonesia sebagai bangsa bahari. Karena masa lalu kita punya jadi diri itu, tapi sempat hilang," terang Nino.
Di komunitasnya, Nino bersama rekan-rekannya berusaha membangkitkan kembali budaya bahari dengan program Ayo Berlayar. Program itu sudah dilakukan CMSI sejak 2012.
"Mudah-mudahan di September 2018 ini ada pelayaran lagi dengan 2 kapal layar. Kita berangkat dari Jakarta dengan dua titik di Marina dan Pantai Mutiara. Kita berlayar sehari saja. Berangkat pagi pulangnya sebelum matahari terbenam. kita berlayar di Pulau Seribu," terangnya.
Nino sendiri sudah tiga kali melakukan pelayaran bersama Dewaruci. Ia pun bersyukur dengan pelayaran ketiganya ini. Terlebih, kapal yang bermarkas di Surabaya itu memiliki sejarah panjang.
"Naik Dewaruci punya kesan tersendiri, karena kapal ini merupakan bagian dari sejarah Indonesia. Dewaruci ini kalau boleh saya sebut rohnya panjang sekali dari tahun 1953 sampai sekarang. Jadi ketika berlayar rohnya terasa sekali," tutur Nino.