'Wijayakusuma', Album Perdana Berbahasa Indonesia dari Ardhito Pramono
Kamis, 14 Juli 2022 -
PENYANYI solo Ardhito Pramono kembali dengan merilis album penuh perdananya bertajuk Wijayakusuma via Aksara Records, Rabu (13/7). Album ini menjadi kumpulan karya keenam dari sang penyanyi, setelah lima mini album (EP) Ardhito Pramono (2017), Playlist, Vol. 2 (2017), a letter to my 17 year old (2019), Craziest thing happened in my backyard (2020), dan Semar & Pasukan Monyet (2021).
Sejak mulai dikenal pada 2013, repertoar musik Arditho berada di seputaran pop/jazz dengan nyanyian lirik bahasa Inggris. Karakter musik tersebut juga ia tunjukkan lewat beberapa soundtrack film, lagu lepasan, hingga karya kolaborasi.
Namun, untuk pertama kalinya lewat delapan lagu dalam Wijayakusuma, Ardhito melahirkan karya sendiri dengan sentuhan Indonesia sebagai dasar utamanya.
Baca juga:
“Gue melihat banyak sekali dampak kurang baik dari karya gue selama ini yang menggunakan bahasa Inggris,” ungkap Ardhito dalam siaran pers yang diterima Merah Putih. “Misalnya, teman-teman musisi baru yang akhirnya ikut memilih menggunakan bahasa Inggris dalam karyanya. Gue tidak ingin bahasa kita lenyap digantikan oleh bahasa asing dalam sebuah pengaryaan,” sambungnya.
Demi mencapai tujuan tersebut, Ardhito mendapat banyak arahan dari Narpati ‘Oomleo’ Awangga yang juga menulis beberapa lirik di Wijayakusuma. Alhasil, Ardhito menulis lirik-liriknya dengan padanan aksara Indonesia yang beragam.
Single pertamanya, berjudul sama dengan nama album, memuat pilihan kata yang jarang digunakan, dipadu dengan bahasa Jawa yang dinyanyikan oleh pelaku macapat bernama Peni Candra Rini. Ada pula padanan yang tersusun cukup gamblang seperti lagu Berdikari maupun Rasa-rasanya, hingga yang dibalut ambiguitas pada lagu Daun Surgawi dan Asmara.
Baca juga:
Ardhito mencoba bereksplorasi dalam bercerita tanpa mengaburkan kisah lagunya. “Album ini adalah keresahan, penyesalan, keindahan, dan hal-hal yang terjadi di beberapa tahun belakangan,” kata Ardhito. “Lewat album ini, sekiranya gue ingin melampiaskan dan memotret beberapa kejadian yang terjadi,” tambahnya.
Elemen nusantara dalam Wijayakusuma juga Ardhito sematkan ke seluruh aransemen musik hingga caranya bernyanyi. Jika di karya-karya sebelumnya terpancar energi crooner ala Sinatra, Crosby, hingga Bennett, di album ini justru pekat akan kualitas pop Indonesia periode empat hingga lima dekade silam.
“Sepertinya album ini menjadi album yang 30 tahun sekali gue rilis,” kata Ardhito terkait pengalamannya menggarap Wijayakusuma. “Karena sejujurnya gue tidak tahu kapan gue bisa membuat lagu-lagu seperti ini lagi. Kesempatannya cuma sekali dalam 30 tahun. Seperti kebetulan yang terjadi ketika orang sedang bermain jazz, kebetulan itu tidak akan terulang kembali,” pungkasnya. (*)
Baca juga:
Kunto Aji Cerita Kenangan Manis Bersama Keluarga di Single 'Salam Pada Rindu'