Tahun 1965 Politik Memanas, PGB Bangau Putih Terkena Imbas

Kamis, 22 Februari 2018 - Noer Ardiansjah

MENJELANG tahun 1965, situasi dan kondisi politik Indonesia semakin memanas. Hal tersebut ternyata berimbas terhadap eksistensi Persatuan Gerak Badan (PGB) Bangau Putih. Peristiwa G30S membuat kegiatan PGB Bangau Putih yang sedang berkembang pesat sempat terhenti.

Tempat latihan PGB di Gedung Dalam ditutup dan disegel pemerintah karena tempat latihan yang digunakan PGB saat itu juga merupakan kantor Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki).

Sejak peristiwa ditutupnya pusat pelatihan PGB di Gedung Dalam, kegiatan pelatihan silat PGB menjadi tidak jelas dan dilakukan berpindah-pindah ke berbagai tempat. Jumlah anggota yang aktif pun semakin lama semakin berkurang. Banyak murid PGB Bangau Putih yang keluar.

BACA JUGA: Encek Bacih Pilih Kie Lin sebagai Khas PGB Bangau Putih

Selain itu, tempat latihan dipindahkan ke Pan Kho Bio (nama salah satu kelenteng, yang dikenal dengan nama Vihara Mahabrahma diperkirakan dibangun pada abad ke-18 dan diyakini sebagai kelenteng tertua di Bogor) di Lebak Pasar.

Setelah itu, pada tahun 1966 PGB membuka cabang di Ardio, Bogor. Setelah cabang Ardio terbentuk, nama PGB Bangau Putih mulai dikenal kembali secara luas. Namun, pada tahun yang sama, Lim Kim Bouw, ayah angkat Encek Bacih meninggal dunia.

Pada tahun 1967 tempat latihan dipindahkan ke Kebon Jukut, Bogor, yang hanya bertahan setahun. Pada tahun 1968, tempat latihan PGB Bangau Putih kemudian sempat kembali ke Lebak Pasar. Latihan di sana hanya bertahan selama 6 bulan, lalu pindah lagi ke gedung Fond Miskin (gedung untuk melayani pengurusan kematian di Bogor), hingga latihan dipindahkan kembali ke rumah Encek Bacih di Jalan Roda, Bogor.

Encek Bacih Menyendiri

Alex Cheung dkk dalam buku Melacak Jejak Kungfu Tradisional di Indonesia menjelaskan, dalam menghadapi masa-masa sulit itu, Encek Bacih selaku guru dan pimpinan frustrasi. Beliau kemudian mengucilkan diri dan melakukan perenungan batin di Kwan Im Bo (sebuah kelenteng yang berada di Jalan Siliwangi, kawasan Pacinan Bogor) sambil membantu membersihkan kelenteng.

"Dalam masa-masa pengucilan diri tersebut, sosok guru besar PGB Bangau Putih itu kemudian berhasil menemukan pencerahan dan mencapai tingkat kematangannya," tulis Alex Cheung dalam bukunya.

BACA JUGA: Riwayat Guru Besar Encek Bacih; Anak Kecil Nakal yang Setia Kawan

Seorang kenalan Encek Bacih, yang dikenal dengan sebutan Tante Kwan Nio merasa terkesan dengan semangat dan tekad kuat sang guru besar yang terus bertahan selama masa-masa sulit PGB.

Lalu, karena bersimpati dan terdorong oleh niat baik dan semangat Encek Bacih, sang pemilik rumah di Kebon Jukut No 1 itu membantu Encek Bacih untuk mengembangkan kembali PGB. Ia mengizinkan rumahnya yang sederhana digunakan menjadi basis latihan PGB.

Akhirnya setelah melalui masa-masa sulit yang cukup panjang, PGB Bangau Putih mulai mengadakan latihan resmi kembali pada Jumat, 6 Juni 1969 di rumah Tante Kwan Nio. Murid-murid yang mulai berlatih kembali saat itu adalah Lie Nie Kie, M Hudri, dan Permadi S.

Peresmian atas dimulainya kembali latihan itu dihadiri oleh para tokoh bela diri lainnya seperti perwakilan dari garis keluarga Sinshe (tabib) Lo Ban Teng (Shaolin Ho Yang Pay), para tokoh kungfu Shantung di Bogor, guru Hamid dari aliran Cimande, dan lain sebagainya.

Dalam kesempatan itu, Kie Lin PGB Bangau Putih juga sempat dipertunjukan secara terbatas mengingat kondisi politik saat itu masih penuh tekanan terhadap budaya Tionghoa.

Kondisi rumah tempat mereka berlatih pada saat itu sangat memprihatinkan. Sehingga Encek Bacih bersama para pimpinan PGB berupaya untuk merenovasi rumah.

Selama proses perbaikan berjalan, sebagian murid yang berdomisili di Bogor berlatih di Lawang Seketeng, sebagian lagi tetap berlatih di Kebon Jukut. Sedangkan untuk murid-murid yang berdomisili di Jakarta, proses pelatihan dilakukan di daerah Tanah Abang.

BACA JUGA: Dalami Ilmu Kungfu, Lim Sin Tjoei Muda Banyak Berguru

Setelah bahu-membahu berjuang mencari pemasukan tambahan lewat pertunjukan silat, menyewakan peralatan pesta, usaha katering makanan, dan lain sebagainya, para pimpinan dan anggota PGB Bangau Putih akhirnya dapat menyelesaikan proses renovasi pusat pelatihan PGB di Kebon Jukut.

Saat itu Encek Bacih mulai melakukan standarisasi gerak agar setiap materi yang diajarkan para pelatih menjadi tersistemasi dan menjadi ciri khas kurikulum PGB Bangau Putih.

Ketika itu, dibentuk juga lima tim latihan (tim A,B,C,D,E) dengan masing-masing tim beranggotakan sekitar 30-50 orang. (*)

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan