K-pop Perlahan Kembali ke China setelah 1 Dekade Dibatasi, Bawa Optimisme Kebangkitan Industri
Rabu, 14 Mei 2025 -
MERAHPUTIH.COM - LEBIH dari 4.000 penggemar memadati pop-up store Mark NCT di Jingdong Mall, Guangzhou, dari 19 hingga 25 April. Acara itu digelar untuk mempromosikan album debut solo Mark, The Firstfruit. Menurut agensinya, SM Entertainment, meski kehadiran sang penyanyi tidak diumumkan sebelumnya, mal lima lantai itu dipenuhi para fan yang datang.
Kehadiran Mark NCT di China menjadi salah satu penanda pelonggaran terhadap budaya Korea yang diterapkan 'Negeri Tirai Bambu' selama hampir satu dekade. Setelah pembekuan budaya secara de facto, tanda-tanda mulai bermunculan bahwa China mungkin melonggarkan pembatasan mereka terhadap hiburan Korea. Hal itu termasuk kembalinya konser K-pop berskala besar yang telah lama dinanti. Ini membangkitkan optimisme sekaligus kehati-hatian di industri K-pop.
Seperti dilansir The Korea Times, meski optimisme k-pop akan kembali ke China merebak, pendapat masih terbagi. Pertanyaan besarnya ialah apakah genre ini bisa kembali mendapatkan momentum yang dulu dimiliki sebelum diberlakukannya larangan gelombang Korea, yang dikenal dengan istilah 'hanhallyeong', hampir satu dekade lalu.
Selain Mark NCT, dalam beberapa bulan terakhir, para idola K-pop kembali mengadakan promosi langsung di China. Hal itu menandakan kembalinya mereka secara tentatif ke pasar yang sudah lama ditinggalkan. Pada Maret, NCT WISH, unit lain dari NCT, mengunjungi Shanghai untuk mempromosikan mini album kedua mereka, poppop, dengan mengadakan konferensi pers yang dihadiri sekitar 60 media lokal. Girl group IVE juga mengadakan acara fansign di Shanghai pada bulan yang sama, sedangkan TWICE menggelar acara serupa pada Februari. Penyanyi solo Kim Jae-joong juga bertemu dengan penggemarnya di Chongqing pada waktu yang hampir bersamaan.
Baca juga:
BTS Bagikan Video Teaser untuk Pop-Up ‘Monochrome’
Langkah-langkah tersebut muncul setelah bertahun-tahun pembatasan yang dimulai pada 2016. Ketika itu, ketegangan terjadi akibat penempatan sistem pertahanan rudal THAAD yang dipimpin AS di Korea Selatan, menyebabkan China diam-diam menghentikan sebagian besar impor hiburan Korea. Meskipun Beijing tidak pernah secara resmi mengonfirmasi keberadaan hanhallyeong, kenyataannya ekspor budaya Korea yang sebelumnya berkembang pesat ke China, yang dulunya merupakan pasar terbesar K-pop, dihentikan. Kebijakan itu memaksa agensi hiburan mengalihkan strategi mereka ke pasar global seperti AS dan Eropa.
Namun, dalam beberapa waktu terakhir, isyarat politik menunjukkan adanya perbaikan hubungan. Pada November 2024, China menawarkan bebas visa bagi wisatawan Korea. Sebagai timbal balik, Korea mengumumkan pada Maret bahwa mereka akan sementara membebaskan visa masuk bagi turis grup asal China mulai kuartal ketiga tahun ini.
Pemulihan pasar K-pop juga mulai terlihat dalam angka ekspor. Menurut data Layanan Bea dan Cukai Korea, ekspor album ke China yang sempat turun dari USD 51,3 juta pada 2022 menjadi USD 33,9 juta pada 2023, naik kembali menjadi USD 59,8 juta pada 2024. Pada kuartal pertama 2025 saja, China bahkan menjadi pasar ekspor album terbesar Korea dengan nilai USD 12,96 juta. Angka itu melampaui Jepang, Taiwan, dan AS.
Namun, sinyal terkuat bahwa pembekuan budaya tidak resmi ini mulai mencair yakni kembalinya konser berskala besar, sumber pendapatan terbesar industri K-pop. Sejak tur BIGBANG pada 2016, grup idola Korea hampir tidak pernah tampil di panggung China.
Namun kini, itu tampaknya mulai berubah.
Boy group EPEX dijadwalkan menggelar konser pada 31 Mei di MAAQUU X CH8 LIVEHOUSE, Fuzhou. Meskipun beberapa artis indie dan hip-hop Korea telah tampil di China dalam beberapa tahun terakhir, konser EPEX ini akan menjadi konser berskala penuh pertama oleh grup idola K-pop di China dalam sembilan tahun. Konser K-pop terbesar Korea, Dream Concert, juga mengumumkan mereka akan menggelar pertunjukan pada September di Sanya, kota resor di Provinsi Hainan, China.
Selama ini, grup K-pop yang aktif di China umumnya memiliki anggota asal Tiongkok atau beroperasi dalam bentuk subunit yang dilokalisasi sejak pembatasan dari Beijing diberlakukan. Namun, kembalinya formasi Korea murni dan dimulainya kembali konser besar telah memicu antusiasme baru di seluruh industri.
"Ada harapan yang tumbuh seiring dengan setiap sinyal bahwa hanhallyeong mulai dilonggarkan. Dengan kembalinya China sebagai pasar yang menjanjikan, narasi bahwa K-pop sedang dalam krisis mulai melemah," ujar seorang pejabat industri musik kepada The Korea Times secara anonim.
Namun, pejabat tersebut memperingatkan bagaimana situasi yang sudah begitu tidak pasti begitu lama. "Pasar China terlalu mudah berubah untuk diprediksi dengan percaya diri," imbuhnya.
Kritikus budaya pop Shim Jae-geol menggemakan sentimen tersebut, menyoroti ketidakpastian politik tetap menjadi risiko utama. "China merupakan pasar dengan risiko tinggi. Perubahan kebijakan bisa mengubah segalanya dalam semalam," ujar Jae-geol dalam.
Ia mengingatkan bahwa selama sembilan tahun terakhir, izin konser K-pop di China telah dibatalkan tanpa peringatan. "Ketidakstabilan itu belum hilang," tegasnya.
Ia menambahkan, tantangan ekonomi internal China juga dapat meredam harapan yang terlalu tinggi. "Tampaknya China mempertimbangkan pelonggaran hanhallyeong sebagai bagian dari upaya lebih besar untuk merangsang permintaan domestik di tengah ketegangan berkepanjangan dengan AS. Namun, bahkan jika pembatasan dilonggarkan, masih belum pasti apakah minat konsumen akan kembali ke tingkat sebelumnya," pesannya. (dwi)
Baca juga: