Jenderal Luhut Kenang Pertempuran di Timor Timur
Selasa, 10 November 2015 -
MerahPutih Peristiwa - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan ikut bicara soal peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November.
Sebelum masuk dan berkecimpung dalam ranah politik alumnus terbaik Akademi Militer tahun 1970 itu menghabiskan kariernya di dunia militer. Mantan Kepala Staf Kepresidenan Indonesia banyak menghabiskan karier militernya di satuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD).
Peraih bintang Adhi Makayasa itu dikenal sebagai prajurit tempur yang sudah mengikuti berbagai pertempuran-pertempuran berbahaya hingga operasi pembebasan sandera.
Di hari pahlawan, mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura kembali teringat tugas operasi tempur di Timor-Timur pada tahun 1975. Kenangan tersebut dipaparkan olehnya adalam akun facebooknya.
Dalam akun facebooknya ia menulis pertempuran sengit antara prajurit Datasemen Tempur Komando Pasukan Sandi Yudha/Kopassandha yang sekarang dikenal dengan sebutan Kopassus. Hanya dalam dua jam pertempuran ia menyaksikan 8 anak buahnya gugur dalam palagan Timor-Timur.
Berikut penuturan Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan saat diterjunkan di Timor-Timur.
Di hari Pahlawan ini, saya teringat kejadian di tanggal 7 Desember 1975. Waktu itu saya bersama dengan anak buah saya diterjunkan di Timor-Timur. Kami adalah prajurit-prajurit Detasemen Tempur Kopassandha (sekarang Kopassus). Hari itu kami terbang dari Madiun menuju Timor-Timur. Sekitar pukul 05.45 WITA, tiga menit sebelum matahari terbit, kami terjun dari pesawat C-130B di ketinggian antara 900 kaki hingga 1.250 kaki. Hari itu, 8 anak buah saya gugur hanya dalam 2 jam pertempuran.
Mereka pergi tanpa sempat pamit kepada saya. Padahal, semalam sebelumnya mereka masih berbincang dengan saya. Kami masih duduk bersama, dan saya memberikan briefing di bak pasir. Malam itu mereka tidak pernah tahu bahwa mereka akan gugur di keesokan harinya. Malam itu saya berpikir bahwa besok kita akan terjun, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Dalam benak saya sebagai seorang perwira muda waktu itu, saya kira saya kebal dari peluru, karena baret merah (julukan untuk anggota Kopassus) pasti hebat.
Komandan saya pun gugur. Beliau adalah Komandan Detasemen Mayor (anumerta) Atang Sutrisna.
Padahal, semalam sebelum terjun ke Timor-Timur Beliau masih panggil saya dan bertanya “Luhut gimana ini, ini, ini...” Beliau masih bertanya tentang payungnya ke saya. Besoknya dia sudah pergi, meninggalkan anak istrinya. Saya juga tidak tahu di mana sekarang anak dan istri dari anak-anak buah saya yang telah gugur.
Itulah pengorbanan-pengorbanan mereka untuk bangsa dan negara ini. Mereka tidak pernah tanya untuk apa ini. Saya dan Anda bisa menjadi seperti ini sekarang, menikmati ini semua, itu karena pengorbanan pahlawan-pahlawan kita. Maka dari itu, saya dan Anda harus ingat apa yang telah dikorbankan oleh mereka.
Saat itu kita tidak pernah bertanya kau dari mana, suku apa kamu, agama apa kamu. Yang selalu saya tanyakan kepada mereka adalah “kau siap atau tidak ?”. Pertanyaan ini juga terus mewarnai perjalanan hidup saya. Saya tidak pernah bertanya kau dari mana, sukumu apa, agamamu apa. Tapi saya selalu bertanya apa dan bagaimana sekolahmu. Negara yang berkembang seperti Indonesia ini butuh anak-anak muda yang punya intelektual bagus dan punya hati yang baik. Tanpa hati yang baik dan tanpa ada keinginan berkorban, tapi hanya mengandalkan intelektual saja, itu tidak akan ada apa-apanya.
Melalui kesempatan ini, ijinkan saya sekali lagi bertanya kepada Anda: Indonesia akan menjadi Negara yang besar, Kau siap atau tidak?
BACA JUGA:
- Kiki Syahnakri, 2 Kali Nyaris Baku Hantam dengan Prabowo Subianto
- Mengenang Referendum Timor Timur 1999
- Moehammad Jasin, Bapak Brimob Peraih Gelar Pahlawan Nasional
- Gelar Pahlawan Nasional untuk Moehammad Jasin
- Pertama Kalinya, Upacara Hari Pahlawan Dipimpin Langsung oleh Presiden