Dampak Politik Presidential Club yang Digagas Prabowo

Sabtu, 04 Mei 2024 - Angga Yudha Pratama

MerahPutih.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, mengapresiasi rencana pembentukan Presidential Club oleh presiden terpilih Prabowo Subianto.

Merujuk pada model lembaga Presidential Club di Amerika Serikat, lembaga semacam ini bisa menghadirkan beberapa fungsi strategis.

“Mulai dari fungsi penasehat informal presiden dari para mantan presiden untuk bertukar pendapat, memberikan nasihat, dan membahas isu-isu strategis terkait masalah politik-pemerintahan dan kebijakan publik,” kata Umam dalam keterangannya, Sabtu (4/5).

Baca juga:

Prabowo akan Bentuk Presidential Club

Umam mengatakan, Presidential Club juga bisa mempromosikan kepentingan nasional dan internasional, baik melalui advokasi, kegiatan amal, atau inisiatif lainnya.

“Lembaga ini juga bisa mendorong kerjasama lintas partai, yang menjadi entitas kekuatan politik para mantan presiden, untuk memberikan nasehat-nasehat teknokratis kepada presiden yang memerintah,” ujarnya.

Menurut Dosen Ilmu Politik dan International Studies, Universitas Paramadina ini, berkumpulnya para mantan presiden dalam Presidential Club bisa menjadi penjaga tradisi dan integritas institusi kepresidenan.

Baca juga:

Jokowi Sambut Baik Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

“Klub presidensial dapat menjadi wadah di mana mereka dapat bekerja sama untuk mempromosikan nilai-nilai dan standar tinggi yang terkait dengan jabatan presiden,” imbuhnya.

Dengan demikian, lanjut Umam, secara general, lembaga ini bisa membantu menjaga kontinuitas, stabilitas, dan integritas lembaga kepresidenan dalam sistem politik di Tanah Air.

“Sebagai sebuah lembaga, jika Prabowo selaku presiden terpilih berkehendak, maka lembaga Presidential Club bisa terwujud. Sejauh ini, capres terpilih Prabowo tidak memiliki garis konfik dengan siapapun,” tuturnya.

Dikatakannya, Prabowo memiliki hubungan baik dengan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Megawati yang memiliki garis konflik lebih banyak, mulai dari komunikasi yang belum terbuka dengan Presiden SBY, dan juga Presiden Jokowi sebagai imbas dinamika politik sebelumnya,” ungkapnya.

Baca juga:

Begini Respons Istana Soal Rencana Prabowo Bentuk Presidential Club

Lebih lanjut, Umam menambahkan, persoalan apakah lembaga tersebut bisa bekerja efektif atau tidak, akan bergantung pada kedewasaan masing-masing mantan presiden, dalam mengelola ego dalam pola relasi konflik politik personal yang sebenarnya tidak produktif.

“Demi kepentingan bangsa, seharusnya para mantan presiden bisa menyingkirkan ego dan kepentingan politik pribadi masing-masing,” tutup Umam. (Pon)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan