Cara Jitu Pengrajin Blangkon Yogyakarta Survive saat Pandemi COVID-19
Selasa, 19 Oktober 2021 -
MerahPutih.com - Suatu siang yang panas, seorang pria paruh baya duduk bersila. Ia terlihat sibuk memasukkan jarum tangan pada lipatan- lipatan kain yang dibentuk menjadi blangkon.
Sesekali tangannya merapikan lipatan kain yang diletakan pada tumpuan blangkon. Tangannya cukup cekatan mengerjakan jahitan manual satu persatu.
Baca Juga
Subranto (50) nama pria tersebut tengah bahagia. Pemesanan blangkon bikinannya mulai meningkat beberapa minggu terakhir. Melandainya kasus COVID-19 dan turunnya level PPKM di Yogyakarta turut membuat omzet usahanya naik.
Pria yang sudah belasan tahun membuat blangkon ini berkisah. Penjualan blangkon sempat lumpuh dan berhenti total diawal pandemi COVID-19 hingga akhir 2020.
“Selama pandemi tahun lalu, saya berhenti total tidak produksi. Mulai produksi lagi awal- awal tahun 2021,” ujar Subranto di rumahnya yang berlokasi di Kampung Wisata Rejowinangun, Kota Gedhe Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Sebelum pandemi, Subranto bisa memproduksi sekitar 60 blangkon per hari bersama 5 orang pekerja. Namun, saat pandemi di tahun 2021 produksi tidak menentu, kadang hanya 2 blangkon per hari tapi pernah mencapai sekitar 20-25 blangkon per hari.
Pembuatan blangko itu dikerjakan di rumah Subranto di Kampung Pilahan RT 40 RW 12 Kelurahan Rejowinangun, Kotagede, Kota Yogyakarta.
“Penjualan utama ke tempat- tempat wisata seperti di Prambanan dan Malioboro. Tapi selama pandemi berhenti total karena tutup semua tempat wisata. Ada stok barang tapi tidak laku,” paparnya.

Ia tak menyarah. Subranto putar otak dan akhirnya memutuskan jualan online. Dia bersama istrinya mulai mencoba menjual melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram.
Perlahan tapi pasti penjualan pun mulai menggeliat, meski hanya beberapa blangkon per hari. Tapi, setidaknya stok blangkon yang telah diproduksinya dapat terjual.
“Saya coba jualan secara online setelah ada pelatihan penjualan lewat online. Awalnya hanya satu dua blangkon yang terjual, sekarang cukup lumayan penjualan online di Facebook dan Instagram,” tambah Subranto.
Tuntutan ekonomi yang membuat Subranto berusaha bangkit kembali memproduksi dan menjual blangkon. Subranto sebagai kepala keluarga memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga sekaligus mempertahankan produksi blangkon dari keterampilan yang didapat secara turun temurun.
“Ya tuntutan ekonomi. Harus gimana caranya. Mencoba menjual secara online agar dapat pemasukan,” imbuh bapak berputra dua itu.
Jenis blangkon yang diproduksi Subranto dengan label Blangkon Jaya itu cukup beragam seperti gaya Yogya, Solo, Sunda dan Jawa Timur. Permintaan blangkon kebanyakan gaya Yogya dan Jawa Timur dari Tulungagung. Harga satu blangkon berkisar Rp 120 ribu untuk penjualan grosir dan Rp 130 ribu- Rp 150 ribu harga ecer.
“Pemasaran masih lokal di Indonesia. Tapi pernah ada pembeli blangkon yang membawa sampai Suriname. Mudah- mudahan pandemi ini segera berlalu, bisa berproduksi, berkreasi dan penjualan lancar sehingga dapat menunjang kehidupan keluarga secara normal,” ucapnya.
Sejak kasus COVID-19 melandai, aktivitas Subranto membuat blangkon kembali menggeliat. Dalam sehari ia mampu menjual belasan hingga puluhan blangkon.
Ia berkisah keterampilan membuat blangkon Subranto didapat dari pamannya yang juga memproduksi blangkon. Bahan baku untuk membuat blangkon adalah kain jarik maupun ikat dan bagian dalam dilapisi kain keras.
Menurutnya kain keras pada lapisan dalam dapat dijahit mesin. Tapi bagian luar hanya bisa dijahit manual menggunakan tangan sehingga prosesnya lama. Butuh ketelatenan dan kesabaran kunci utama membuat blangkon.
Subranto berharap agar pemerintah memberi bantuan pinjaman modal agar pengusaha kecil bisa survive beroperasi kembali. Pasalnya, banyak UMKM seperti dirinya yang sudah kehabisan modal usaha akibat penjualan minus selama pandemi.
"Hasil penjualan stok blangkon untuk kebutuhan makan sehingga tidak bisa untuk memutar produksi. Pesanan juga belum banyak. Kami harap pemerintah ada bantuan modal dan adakan kegiatan- kegiatan agar produksi blangkon bisa tersalurkan,” tutup Subranto. (Teresa Ika/Yogyakarta)
Baca Juga
Pariwisata Yogyakarta Mulai Bergairah, Okupansi Hotel Capai 80 Persen