Banda Neira Hidupkan Realita Pahit Kelas Pekerja lewat Lagu 'Mimpilah Seliar-liarnya'

2 jam, 39 menit lalu - Ananda Dimas Prasetya

MerahPutih.com - Di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah benar-benar berhenti, Banda Neira kembali menyuarakan kisah lirih namun penuh tenaga melalui video musik terbaru mereka, Mimpilah Seliar-liarnya, yang rilis pada 26 November 2025.

Lagu ini mereka sebut sebagai sebuah penghormatan bagi para pekerja, lahir dari pengalaman nyata menghadapi kerasnya rutinitas sehari-hari.

Karya ini menjadi salah satu sajian visual paling serius dari formasi baru Banda Neira sejak kembali berkarya, dengan Ananda Badudu dan Sasha sebagai penggeraknya.

Lagu Mimpilah Seliar-liarnya merupakan trek kedua dari album Tumbuh dan Menjadi, yang meluncur pada 1 November 2024 sebagai simbol perjalanan baru duo tersebut.

Baca juga:

8 Tahun Hiatus, Banda Neira Kembali dengan Album Terbaru

Lagu ini menggambarkan salah satu potret paling suram yang dialami jutaan orang: perjuangan tanpa henti menembus kerasnya kehidupan demi memenuhi kebutuhan hidup. Inspirasi itu muncul dari kelelahan yang memuncak—dari tubuh yang akhirnya menyerah pada malam.

Ananda Badudu merasakan sendiri kondisi itu ketika harus menempuh perjalanan pulang-pergi sejauh 100 kilometer antara Jakarta dan Cikarang, hingga empat jam waktunya habis di jalan setiap hari.

Suatu malam, ia tiba di rumah pada pukul satu dini hari, lalu tergeletak di lantai dengan rasa letih yang bukan hanya dipicu hari itu, tetapi akumulasi dari rutinitas yang menguras tenaga dan harapan.

“Aku nyampe rumah jam satu, terus cuma terkapar lima belas menit. Capeknya tuh bukan cuma hari itu, tapi yang numpuk lama. Dari situ aku ngerasa, ini harus jadi lagu tentang siklus hidup orang-orang yang capek di jalan,” tutur Ananda.

Ia melihat bagaimana beratnya beban pekerjaan, jarak yang jauh, dan buruknya transportasi publik saling bertemu dalam titik-titik rawan hubungan antarmanusia—termasuk dengan pasangan. Semuanya membentuk jejaring persoalan yang rumit.

“Liriknya aku bikin serealis mungkin, karena hal semacam ini dialami banyak orang. Rasa lelah kita itu sering muncul dari hal struktural—transportasi yang buruk, jarak kerja yang gila, kota yang nggak mikirin manusianya. Tapi karena terjadi setiap hari, lama-lama kita nganggep itu normal. Padahal nggak,” ujarnya lagi.

Baca juga:

Album Sakral Banda Neira 'Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti' akan Rilis dalam Format Piringan Hitam

Meski kenyataan hidup terasa menekan, selalu ada cahaya kecil yang dijaga erat oleh cinta dari orang-orang yang dekat. Harapan dan mimpi itu yang membuat langkah kita tetap bergerak meski terasa berat.

Sasha menyebut ruang itu sebagai 'ruang-pulang', tempat kecil tempat dua manusia saling berteduh agar tidak benar-benar ambruk.

“Kita bisa bermimpi seliar-liarnya, tapi sering berbenturan sama hal-hal yang nggak bisa kita kendalikan. Masalah-masalah yang terjadi di luar kuasa kita. Tapi mimpi itu tetap harus dijaga, karena itu ruang terakhir yang kita punya,” pungkas Sasha. (Far)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan