Arus Balik Kisah Gedoran Depok
Rabu, 11 Mei 2016 -
MerahPutih Budaya - "Tidak ada kemerdekaan tanpa perjuangan" kalimat ini dirasa masih sangat relevan bagi bangsa Indonesia, terlebih Kota Depok terkait rentetan perjuangan berdarah.
Pasca-Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, persisnya tanggal 11 Oktober 1945, ketenangan kota yang menjadi perbatasan Bogor dan Jakarta berubah menjadi peperangan antarsesama pribumi.
Jeritan histeris anak kecil dan ibu-ibu yang memilukan, menggaung cukup keras menyayat hati. Sebagian warga Depok yang bermukim di Jalan Pemuda (nama jalan sekarang), terlibat baku hantam dengan beberapa kelompok yang menyerang dari segala penjuru. Kejadian itu kini dikenal dengan sebutan Peristiwa Gedoran.
Peristiwa tersebut, menurut pemerhati sejarah Wenri Wanhar terjadi akibat keengganan orang-orang Depok untuk mengakui kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pasalnya, Depok pada masa itu sudah memiliki pemerintahan sendiri, tidak mau menerima kemerdekaan yang telah dijaharkan dalam manifestasi kemerdekaan oleh Sang Proklamator, Soekarno-Hatta.
Wenri Wanhar Sejarahwan Kota Depok (Foto: MP/Noer Ardiansyah)
Selain itu, mereka (masyarakat Depok) sudah menyatakan merdeka, jauh sebelum Indonesia merdeka. Pada tanggal 28 Juni 1714, mereka sudah memiliki tatanan pemerintahan sendiri, Gemeentebestuur (sekarang setara dengan kota) Depok. Presidennya pun sudah ditetapkan melalui pemilihan umum yang dilakukan setiap tiga tahun sekali.
"Gedoran itu nama peristiwa yang terjadi di tahun 1945, persisnya dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan (Oktober 1945). Dan karena terjadinya di Depok, maka namanya adalah Gedoran Depok," kata Wenri Wanhar kepada merahputih.com di bangunan rumah tua di Jalan Margonda, Depok, Rabu (11/5).
Adapun Gedoran itu sendiri, tutur Wenri, merupakan bahasa Betawi, ngegedor, bahasa Indonesia-nya mengetuk pintu dengan keras.
Berdasarkan peta lama, sambung Wenri, luas Depok pada tahun 1917 dilihat dari utara ke selatan antara lampu merah Ramanda sampai tanjakan kober Ratujaya. Kalau dari arah timur ke barat, sekitar Sungai Ciliwung, Jembatan Panus sampai ke Cagar Alam, Pancoranmas. "Luas Depok jadi segitu, belum terlalu luas seperti sekarang," sambungnya.(Ard)
BACA JUGA:
- Beragam Manfaat Permainan Tradisional untuk Anak
- Kisah Getir Orang Tersisihkan Dalam Lagu Depok Ik Hou van Jou
- Endi Aras Sang Kolektor Gasing Tradisional
- Undang Undang Cagar Budaya, Azimat yang Mulai Usang
- Sejuk dan Rimbunnya Kampung 99 Pepohonan