Angklung Gubrag, Kesenian Banten yang Hampir Punah
Senin, 25 Januari 2016 -
MerahPutih Budaya - Angklung Gubrag Merupakan salah satu kesenian tradisional yang sudah langka. Namun masyarakat Desa Kemuning, Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten masih melestarikan kesenian Angklung Gubrag pada acara khitanan, perkimpoian dan selamatan kehamilan.
Pada masa lalu kesenian Angklung Gubrag dilaksanakan pada saat ritual penanaman padi dengan maksud agar hasil panen berlimpah.
Instrumen yang digunakan 6 buah angklung menggunakan bambu hitam, masing-masing memiliki nama: bibit, anak bibit, engklok 1, engklok 2, gonjing dan panembal, dilengkapi dengan terompet kendang pencak dan seruling.
Di atas angklung dikaitkan pita yang berasal dari kembang wiru, menurut kepercayaan kembang wiru dan air yang berasal dari angklung dipercaya dapat menjadi obat dan penyubur tanaman.
Semua pemain berdiri tidak menari kecuali penabuh dogdog lojor menabuh sambil ngibing diiringi beberapa penari perempuan dengan kostum kebaya dan kain.
Angklung sendiri adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari bambu.
Dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil.
Alat musik angklung telah terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.
BACA JUGA: