Etis Enggak Sih Mendaku Diri Sebagai Jagoan Negeri Aing?


Self-love. (Foto HuffingtonPost)
KETIKA sedang duduk di teras pagi-pagi, aku mendadak tersenyum ketika melihat tingkah laku anjing peliharaanku saat sedang berputar-putar mengejar ekornya sendiri. Hawa sejuk pun terasa semakin asri ketika ditemani kicauan burung gereja sedang memakan beras disediakan ibuku di pinggir pagar.
Suasana semakin asyik begitu speaker JBL POP kubeli seharga Rp 200 ribuan, memutar aransemen musik lo-fi dari karya-karya Chet Baker, musisi Jazz favoritku.
Sambil menyeruput kopi hangat, aku mengingat masa-masa ketika hidupku tidak sesantai dan seindah ini. Aku tersenyum bangga melihat pencapaian hari ini. Dengan bantuan Sang Pencipta, aku merasa jagoan paling hebat, paling bisa dipercaya, dan paling bisa diandalkan buat kehidupan aku sendiri.
Baca juga:
Kehidupan tenang dan damai aku miliki sekarang pun bukan berarti tanpa masalah. Aku hanya menggunakan sudut pandang berbeda dalam menghadapi badai menerpa, dengan kata-kata mujarab, "Yaudahlah".
Bukan artinya menyerah. Mungkin, sekarang aku lebih bisa menyadari di masa pandemi tidak boleh dikalahkan dengan situasi dan kondisi. "Yaudahlah" sendiri memiliki banyak arti, bukan hanya duduk diam dan pasrah sambil berkata "Ya gimana, takdir".
View this post on Instagram
"Yaudahlah" menjadi mantra bagiku menghapus rasa penyesalan atas segelintir what ifs ketika melayang-layang di pikiran. Kini, aku tidak pernah lagi overthinking atau berkata "Aduh, harusnya waktu itu gue begini ya, begitu ya, pasti hasilnya lebih baik", mengkritik diri sendiri, atau bahkan sampai self-hating atas cara penyelesaian masalah dianggap salah di masa lalu.
Setidaknya, aku pernah berusaha sekuat tenaga untuk menyelesaikan berbagai masalah. Meski begitu, aku lekas menyadari tidak ada manusia sempurna.
"Yaudah" kini aku terapkan dalam hidup saat terkadang berubah jadi kekuatan menghadapi segala masalah di masa pandemi. "Yaudah oke, abis ini gue harus lakukan apa selanjutnya? Yaudah, sekarang gimana cara menyelesaikannya? Yaudah, sekarang gue harus menanggapi apa". Sihir 'Yaudah' jadi penting bagi aku ketimbang mengeluh dan menyalahkan diri sendiri.
Baca juga:
Aku sudah berkembang dan tetap melangkah setiap hari. Apakah etis jika butuh apresiasi? Aku merasa apresiasi bargi diriku sendiri menjadi penting. Aku telah menjadi jagoan terbaik untuk diriku sendiri. Aku membanting tulang untuk hidup, menghibur diri sendiri ketika tidak ada telinga aku perbolehkan untuk mendengar keresahan, dan aku sampai sekarang masih siap untuk mengalahkan berbagai rintangan telah ditakdirkan kepadaku di kemudian hari.
Selain berterimakasih, mungkin aku harus lebih sering menunjukkan rasa cinta memang pantas aku dapatkan dari diriku sendiri. Selain merawat diri, bangun pagi, meditasi, dan membelanjakan diri dengan barang kesukaan, aku juga menjaga diri dengan memperketat protokol kesehatan di tengah pandemi. Aku tidak ingin membuat diriku terancam hanya karena lalai protokol kesehatan.
View this post on Instagram
Aku selalu berusaha menjaga diri sendiri dan membatasi keluar rumah. Secara tidak langsung, rasa self-love ku mampu memutus mata rantai penyebaran COVID-19 saat sedang merajalela. Aku tidak lupa vaksin teratur sesuai jadwal vaksinasi diberikan petugas kesehatan. Prtotokol kesehatan dan vaksinasi jadi cara lain aku mencintai diri sendiri di masa pandemi.
Semakin aku mencintai diriku sendiri, semakin sadar ada orang lain juga mencintai diri mereka sendiri, sehingga aku akan lebih berhati-hati dalam bertutur kata dan memperlakukan orang lain.
Secara tidak langsung, aku menunjukkan rasa cinta terhadap diriku sendiri dan teman-teman terdekat melalui kata "tidak". Kini, aku berani menolak ajakan "Eh nongkrong yuk Shen di rumah si A", atau "Cabut yuk muter-muter aja naik mobil", dan ajakan hopar lainnya demi melindungi diri sendiri dan orang lain.
View this post on Instagram
Semakin besar self-love diberikan kepada diri sendiri, tentu akan menjadi lebih bisa menghargai orang lain dan mencoba untuk menempatkan diri pada posisi mereka ketika ada orang lain mengecewakan atau membuat merasa inconvenient.
Alih-alih bete ketika driver ojol lama banget mengantarkan makanan pesanan, aku justru memilih untuk membayangkan bagaimana rasanya terus-terusan naik motor dari siang hingga malam tanpa gentar menghadapi segala cuaca di masa pandemi. Aku pun akhirnya berbagi kantong belanja daur ulang agar driver ojol bisa lebih lancar ketika mengantarkan barang.
Daripada kesal karena satpam keliling komplek enggak pakai masker, aku memilih untuk memberikan masker baru dengan anggapan mungkin sedang kehabisan stok masker.
View this post on Instagram
Bagiku, self-love bukanlah egois. Selama tidak merugikan orang lain, aku akan terus belajar untuk mencintai, menghargai, dan terus mendukung diriku sendiri untuk berubah ke arah lebih baik dan menjadi jagoan untuk diriku sendiri.
Jika "aku" telah menjadi "jagoan", mungkin sekarang giliranmu untuk berhenti menyalahkan & membenci diri sendiri, lalu mulai memberikan predikat "jagoan" kepada dirimu saat sedang maupun sudah berjuang dengan hebat sampai saat ini. (SHN)
Baca juga:
Bukalapak, Jagoan Startup Negeri Aing yang Pertama Melantai di Bursa Saham
Bagikan
annehs
Berita Terkait
Lirik Lagu 'Enough for You' Reality Club, Bawa Kisah Patah Hati dan Kekecewaan Mendalam

Lirik Sarat Makna Lagu 'Now & Forever', Tampilkan Sisi Introspektif dan Emosional Drake

Menyelami Pesan Religius Reality Club dalam Lagu ‘Close to You/Jauh’, Simak Lirik Lengkapnya

James Vickery Rilis Album ‘JAMES.’, Tampilkan Sisi Paling Personal dalam Kariernya

Sukses Tur Asia, Elijah Wood Perkenalkan Single Baru 'Slicked Back Hair'

Sundanis Hadirkan 'EGP', Hiphop-Dangdut Bernuansa Sunda yang Siap Guncang Industri Musik

Dere Ceritakan Keresahan dalam Lirik Lagu 'Bianglala'

JBL Festival 2025: dari Nostalgia Ari Lasso hingga Energi Gila-gilaan Slank

Lirik Lagu 'Hold Me Down' yang Dipopulerkan Daniel Caesar

Impose: Babak Baru Bad Omens dalam Menghadirkan Rock yang Lebih Berani, Simak Liriknya
