Kisah Bule Amerika yang Nyicipin jadi Abdi Dalem Keraton Yogakarta


Jay arms(kiri)& Frank (kanan) mahasiswa Amerika yang magang jadi Abdi Dalem Keraton (MP/Teresa Ika)
DUA orang mahasiswa asal Amerika Serikat, Jay Arms dan Frank Walsh mendapat kesempatan langka menjadi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta. Tak sembarang orang bisa menjadi abdi dalem. Ada beberapa persyaratan tertentu yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi pembantu istimewa Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono ini.
Jay Arms adalah mahasiswa S3 California University yang tengah membuat disertasi. Awalnya Jay mengikuti intership (pertukaran pelajar) yang dilakukan oleh Universitas Sanatha Darma Yogyakarta. Beruntung ia bisa magang di bagian Tepas Tanda Yekti (IT, Pusat Data dan Humas) Keraton Yogyakarta selama dua bulan.
“Disertasi saya salah satunya membahas budaya Jawa. Maka saya harus melakukan penelitian tradisi jawa seperti gamelan Jawa. Lalu saya mencoba mengirim surat permohonan magang di Keraton Yogyakarta,” tutur Jay Arms kepada Merahputih.com dengan bahasa Indonesia fasih beberapa waktu lalu.
Selama magang, Jay mendapat tugas untuk membantu menterjemahkan artikel, surat, buku budaya keraton ke dalam bahasa Inggris. Kadang ia diminta memposkan seluk beluk keraton Yogyakarta dalam bahasa Inggris ke website Keraton Yogyakarta. Beberapa kali ia turut berpartisipasi dalam kegiatan budaya Keraton.

Salah satunya prosesi kirab Gunungan Grebeg Besar saat hari Raya Idul Adha. Dalam kegiatan itu Jay turut mengenakan pakaian tradisional Abdi Dalem yakni baju lurik dipadu kain batik jarik, blangkon di kepala dan keris dibagian belakang. Walau terkadang merasa repot, Jay Arms mengaku sangat menikmati status barunya sebagai abdi dalem.
“Repot karena harus pakai kain kemana-mana kalau pas upacara adat. Jadi susah jalan cepat-cepat. Tapi rasanya senang karena jadi tahu banyak budaya Yogyakarta,” kata Jay usai mengikuti prosesi perarakan gunungan Grebeg.
Sementara Frank Wals adalah mahasiswa S2 Ohio Universitas AMerika Serikat. Sehari-hari, tugas Fransk tak jauh berbeda dengan Jay. Ia pun harus bolak-balik ke perpustakaan setempat untuk bisa menterjemahkan surat-surat Keraton ke bahasa Inggris. Walau belum lancar berbahasa Indonesia, Frank sangat kagum dengan budaya Jawa. “Orang di sini sopan, ramah dan sangat membantu. Saya betah di sini,” tutur Frank dengan bahasa Indonesia terbata-bata.
Saat prosesi rebutan Grebeg berlangsung, Frank ikutan menerobos kerumuman masa demi mendapatkan gunungan Grebeg. Pakaian adat jawa ia kenakan tak membuat ribet dirinya saat mengambil gunungan grebeg,
Ia kagum dengan pemerintah Indonesia yang mau dan masih mempertahankan Budaya tradisional Indonesia. “Bagus sekali budaya ini. Semoga bisa terus ada,” pungkasnya.
Kedua Bule Amerika ini mengaku bangga bisa menjadi abdi dalem Keraton Yogyakarta walau hanya berstatus anak magang. Menurut mereka budaya Indonesia kaya akan nilai-nilai kehidupan yang perlu dilestarikan.
Berita ini merupakan laporan dari Teresa Ika, kontributor merahputih.com untuk wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Baca juga berita lainnya pada artikel Grebeg Pasa Masih Jadi Primadona Masyarakat.
Bagikan
Berita Terkait
Abdi Dalem Keraton Solo Antre Paket Sembako Lebaran dari PB XIII, Total Ada 500 Orang

Indonesia Lobi Inggris Pulangkan Rampasan Manuskrip Keraton Jogja Zaman Raflles

Menilik Konser Yogyakarta Royal Orchestra di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Pameran 'Sumakala' Ceritakan Masa Temaram Yogyakarta Setelah Peristiwa Geger Sepehi
