Kebaya pada Masa Kolonial dan Merdeka


Perempuan-perempuan berkebaya di pengibaran bendera pusaka. (Foto: Wikipedia)
KEBAYA telah dikenal lama. Di masa kolonial Belanda, kebaya dikelompokkan berdasarkan kelas sosial. Keluarga keraton dan bangsawan mengenakan kebaya dari bahan sutra, beledu atau brokat. Perempuan Belanda dan keturunan Indo memakai kebaya berbahan katun. Rakyat biasa menggunakan kebaya dari katun atau tenun murah.
Di dalam buku Chic in Kebaya, Catatan Inspiratif untuk Tampil Anggun Berkebaya karya Ria Pentasari disebutkan pula kebaya pernah menjadi busana resmi wanita Eropa. Semula, busana tradisional ini hanya dibuat dari kain mori. Ciri khas kain mori terdapat pada warnanya yang putih. Mode berubah. Kain mori pun tergantikan dengan sulaman warna-warni. Orang-orang Peranakan dari Malaka menyebut busana ini Nyonya Kebaya.
Saat itu kebaya biasanya dikenakan dengan sarung dan kaus bermanik yang disebut "kasut manek". Kebaya berubah menjadi pakaian sehari-hari yang dipakai semua strata sosial pada abad ke-19. Baik perempuan Jawa maupun peranakan Belanda memakainya.
Kebaya juga sempat menjadi pakaian wajib para perempuan Belanda yang hijrah ke Indonesia. Dalam buku dokumentasi Nieuwenhuys Met Vremdee Ogen: Tempoe Doeloe - Een Verzoken Wereld (1988) karya Rob Nieuwenhuys, tampak foto Nyonya Belanda pada abad ke-19 yang memakai kebaya sutra hitam dengan bros tersemat.
Pada masa penjajahan Jepang, kebaya hanya dikenakan pribumi tahanan dan pekerja paksa perempuan.
Era kemerdekaan
Di era kemerdekaan, kebaya dengan kain batik merupakan simbol perjuangan dan nasionalisme. Nilai dan statusnya juga kembali naik. Kebaya menjadi busana yang digunakan di berbagai acara resmi dan kenegaraan. Busana tradisional ini juga memiliki makna khusus, yaitu memikat.
Pada 1940-an, Presiden Sukarno menetapkan kebaya sebagai kostum nasional. Kala itu, kebaya dikenal sebaggai busana tradisional perempuan Indonesia.
Ketika Eropa dan Amerika Serikat menjadi kiblat mode Indonesia di tahun 1970-an, kebaya mulai ditinggalkan dan hanya dikenakan di acara resmi atau resepsi. Namun, di tahun 1990, kebaya mulai naik pamor lagi seiring dengan munculnya terobosan dari perancang busana seperti Dhea Panggabean, Anne Avantie dan Amy Atmanto. Di tangan mereka inilah kebaya menjadi kekinian hingga kembali disukai kaum perempuan.
72 tahun sejak kemerdekaan, kebaya tak lagi berfungsi sebagai busana khusus untuk acara resmi. Perancang busana berlomba-lomba merancang kebaya agar terlihat lebih modern dan tak lagi diasosiasikan sebagai busana ibu-ibu.
Kebaya tak melulu harus dikenakan bersama kain batik. Namun dapat pula dipadupadankan dengan celana panjang atau kulot batik sehingga terlihat lebih kasual. Dengan begitu, anak-anak hingga dewasa tak perlu repot mengenakannnya. Kebaya juga seringkali dijadikan sebagai busana pernikahan mempelai wanita.
Lantas, bagaimana dengan Anda? Padu padan seperti apa yang biasa Anda aplikasikan saat berkebaya? (*)
Demi melestarikan kebaya, muncullah sejumlah komunitas yang mengampanyekan ajakan berkebaya. Buktinya dapat Anda baca pada artikel Komunitas Kebaya Ajak Kaum Perempuan Cinta Kebaya.
Bagikan
Berita Terkait
Lirik Lagu 'Kebaya Indonesia' 5 Wanita, Jadi Persembahan Spesial untuk Rayakan Hari Kebaya Nasional

Deretan Spg Berkebaya Meriahkan Hari Kebaya Nasional dalam Ajang Otomotif GIIAS 2025

Gerakan #KitaBerkebaya Jamah Identitas Lokal Nusantara, Jadi Upaya Melestarikan Kebudayaan

Film Pendek 'Kita Berkebaya' Segera Rilis 24 Juli 2025, Angkat Keresahan Tradisi Berkebaya Agar Tak Ditinggalkan

Peluncuran Film Pendek Bertajuk #KitaBerkebaya Meriahkan Hari Kebaya Nasional 2025

Bukan Sekedar Baju, Kebaya Menjadi Identitas Budaya Perempuan Indonesia

Kebaya Bukan Cuma Baju, Tapi Juga Identitas Budaya

Puan Maharani Kenakan Kebaya Kutubaru di Sidang Tahunan MPR

Andien, Yuni Shara, Iga Mawarni, Nina Tamam, dan Rieke Roslan Satukan Suara dalam 'Kebaya Indonesia'
Didiet Maulana Perkenalkan Kebaya sebagai Kekayaan Warisan Nusantara
