Gupta: Meskipun Berubah Haluan, Core Competencynya Harus Tetap
Berubah haluan menjual produk yang berbeda dengan sebelumnya sah saja, asal masih dalam inti bisnis. (Foto: Pexels/Kaique Rocha)
FENOMENA belakangan ini membuat semua orang lebih giat mencari uang. Para pengusaha maupun pekerja kantoran berusaha menambah penghasilan dengan menjual barang/jasa tambahan.
Seperti menjual masker atau hand sanitizer, menjual barang-barang bekasnya di rumah, menjadi reseller pakaian, dan lain sebagainya. Bahkan tak sedikit yang mempromosikan diri menyediakan berbagai barang yang dibutuhakn konsumen. Lantas, apakah penjual palugada (apa elu mau gue ada) dianggap buruk bagi pembeli?
Baca Juga:
Seberapa Penting Menggunakan Jasa Endorsement untuk Memajukan Bisnis?
idealnya sebuah bisnis memiliki top of mind tertentu atau diasosiasikan pada kelas kategori tertentu, menurut Gupta Sitorus, dari Greatmind.id. Hal ini juga bisa membuat pemasaran lebih mudah dan efisien. Sayangnya dalam kondisi seperti sekarang ini idealisme seperti itu terlihat pudar. Kemudian masyarakat sepertinya maklum jika beberapa bisnis harus berubah haluan untuk bertahan hidup.
"Disinilah pentingnya memahami kapasitas dan kapabilitas usaha kita. Idealnya meskipun kita berubah haluan, kita sebaiknya tetap berada dalam core competency bisnis kita. Misal kita punya perusahaan konveksi, biasanya berjualan pakaian, sekarang kita berdayakan mesin jahit dan penjahitnya untuk membuat masker. Pertama ini akan menguntungkan kita karena kita nyaris tidak perlu lagi berinvestasi untuk membuat produk baru. Kedua, dari sisi pelanggan, mereka juga lebih mudah menerima produk kita karena itu masih dalam core compentency kita," ungkap chief editor Kenduri Magazine.
Baca Juga:
Di sisi lain, Gupta menegaskan bahwa bukan berarti para pengusaha tidak boleh berubah haluan dari core competency. Dia menegaskan semua bergantung pada kemampuan dan kesempatan yang diperoleh pengusaha. Tidak ada salahnya untuk mencoba membuat bisnis baru meski sama sekali tidak relevan dengan bisnis-bisnis sebelumnya.
"Namun dari sisi pelanggan, produk baru kamu akan mendapat kesulitan lebih tinggi (untuk) diterima konsumen. Karena konsumen menilai itu bukan core competency Anda," jelas Gupta.
Founder dari Sandpiper, agensi pemasaran dan konsultan merek di Indonesia itu, menambahkan bahwa penerimaan produk baru tersebut akan lebih sulit jika pelaku bisnis sudah dikenal baik oleh publik. Jika belum, para pelaku bisnis masih bebas untuk berkreasi dan mengubah haluan. Asalkan memiliki kemampuan dan dana untuk membangun bisnis baru. (shn)
Baca Juga:
Bagikan
annehs
Berita Terkait
Alasan Prahara Banyak Startup Bangkrut & Gagal Versi BRIN
FLEI 2025 Dorong Jenama Lokal Tembus Pasar Global, Kadin Sebut Potensi Ekspor maki Terbuka
Dharma Jaya Catat Lonjakan Bisnis 190 Persen Sambil Jaga Ketahanan Pangan
‘KPop Demon Hunters’ Mewarnai Lorong Camilan di Korea Selatan, dari Mi Instan hingga Cake Bikin Perusahaan Cuan Besar
Tersangkut Kasus Pajak, Ketua Ferrari Jalani Hukuman Kerja Sosial
Unsur Politis Harus Dihindari Dalam Rencana Bisnis Kopdes, Bisa Gagal Jika Ambil Alih Bisnis Eksisting
Pendapatan KAI Melonjak 29 Persen, Catatkan Laba Bersih Rp 2,21 T di 2024
Indonesia Ingin Ada Peluang Bisnis Baru Dengan Prancis
Tupperware Hentikan Bisnis di Indonesia Setelah 33 Tahun Beroperasi
Biang Kerok IHSG Anjlok, Dari Ketegangan Geopolitik Sampai Perang Tarif Uni Eropa dan AS